"Maaf, Mina. Aku mengerti sekali kau bermaksud baik membantuku. Tapi sungguh, aku benar-benar tidak ingin mengikuti biro jodoh ini."
Selama ini, Liza sangat jarang bahkan hampir tidak pernah untuk menolak setiap permintaan temannya, apalagi menyangkut kebaikan. Tapi berbeda kalau permintaan itu merenggut kebebasannya.
Seperti sekarang. Liza tidak suka kalau kebebasannya memilih pasangan diarahkan oleh temannya sendiri. Oleh karena itulah dia memilih untuk mengatakan rasa keberatannya.
"Oh ayolah, Liza. Aku melakukan ini demi kebaikanmu. Tidak ada salahnya untuk mencoba, bukan?" rayu Mina dengan nada memelas.
"Tapi Mina--"
"Setidaknya kau bisa melihat foto mereka dulu. Aku yakin kau pasti suka dengan salah satu dari mereka."
Liza menghela napas malas.
Ini bukan kali pertama Mina berbuat seperti ini. Berteman sejak sekolah menengah, dari dulu Mina sering mengenalkan para pria kepada Liza.
Mantan-mantan pacar Liza terdahulu juga hasil kenalan itu. Namun entah bagaimana hubungan Liza dengan mereka selalu berakhir dengan kegagalan yang menyakitkan.
Alasan kegagalan Liza membina hubungan juga bermacam-macam. Dimulai dari ketidak cocokan karakter, perbedaan pendapat dan visi, sampai kebosanan. Dan selalu, yang menjadi pihak tersakiti dan ditinggalkan adalah Liza.
"Baiklah ..." Berat, tapi Liza pun melontarkan kata setuju. "Tapi dengan satu syarat."
"Syarat apa--"
"Berjanjilah kalau ini yang terakhir. Aku yakin bisa menemukan jodohku sendiri," pinta Liza lugas.
Terdengar helaan napas kecewa dari Mina. "Baik ... Baik."
Setelah sambungan telepon itu berakhir, Liza melihat kembali tiket biro jodoh online itu dan menemukan kode untuk dimasukkan ke website biro jodoh tersebut.
Begitu kode itu diinput, munculah beberapa file berisikan foto dan data diri lengkap kandidat. Ada sekitar sepuluh foto pria kandidat. Lengkap dengan data pribadi.
Harus Liza akui, Mina cukup pandai memilih kandidat yang memiliki fisik dan pekerjaan bagus. Terbukti, para kandidat itu rata-rata semuanya tampan dan bekerja di tempat bergengsi.
Tapi ... Kalau untuk soal karakter dan kecocokan sifat? Liza tidak bisa menjamin dan memastikan. Karena Mina biasanya cenderung hanya mengenalkan pria kepada Liza berdasarkan luaran umumnya saja.
"Kalau saja aku bisa menerawang karakter orang hanya dengan kedipan mata saja, mungkin aku tidak akan mudah tertipu oleh penampilan ..."
Beberapa detik Liza menyadari kalau ucapannya barusan mengingatkannya dengan sesuatu. Yang berkaitan dengan kekuatan penglihatan anehnya.
"Tunggu ... Kedipan mata?"
Liza ingat kalau dia memiliki kemampuan untuk melihat kristal cahaya aneh saat ia mengedipkan kelopak matanya dengan cepat sebanyak tiga kali. Liza juga ingat dengan buku sihir yang menjelaskan soal cakra jantung yang memiliki fungsi kekuatan berupa energi cinta dan penyembuhan. Apa mungkin ...
Tanpa membuang waktu, Liza langsung mengaktifkan kekuatan penglihatan itu dengan mengerjapkan kelopak matanya. Tidak hanya tiga kali kedipan, namun Liza menambahnya sebanyak lima kali kedipan.
Sesaat bola mata dark purplenya tampak berkilat, Liza langsung mengalihkan sorot matanya ke beberapa foto pria di layar laptopnya.
"Tidak bisa kupercaya ... Ternyata kristal itu bisa terlihat di foto ..." ucap Liza kagum.
Kalau Liza biasanya bisa melihat kristal aneh di bagian dada manusia secara langsung, kini Liza juga bisa melihat kristal itu di foto manusia. Liza baru tahu itu.
Dan sesuai dugaan Liza. Ketika ia menambah kedipan sebanyak lima kali, kekuatan penglihatannya juga aktif selama lima menit. Jadi bisa disimpulkan kalau setiap kedipan berlaku satu menit.
Lalu tanpa sadar, Liza terdorong untuk mencocokan lekukan pola kristal milik salah satu pria kandidat dengan pola kristal miliknya. Barangkali pola mereka sesuai.
Liza melakukan pencocokan itu dengan cara mengamati pola lekukan kristal milik laki-laki itu selama beberapa detik, lalu Liza memejamkan mata. Saat matanya tertutup itulah, bayangan lekukan pola kristal laki-laki itu otomatis muncul dalam benaknya. Baru setelah itu, Liza membuka mata lagi untuk mengamati lekukan pola kristal miliknya sendiri. Lalu kembali memejamkan mata untuk menyatukan lekukan pola kristalnya dengan milik laki-laki itu.
Terlihat pola lekukan milik Liza dan laki-laki itu sama sekali tidak sinkron. Tidak pas. Dari situ Liza mulai menduga, kalau mungkin saja kristal cahaya ini semacam indikator untuk mengetahui kecocokan Liza dengan orang lain dari segi percintaan. Tapi itu masih dugaan mentah. Belum ada bukti kuat.
"Apa sebaiknya aku mencoba membuka gerbang dimensi astral lagi, ya? Aku ingin bertemu dengan Raul dan menanyakan tentang kekuatanku ini."
Liza lantas bangkit dari kursinya dan mengambil buku sihir itu. Mencari mantra pembuka gerbang dimensi astral.
"Otkroyte ... vorota ..." Liza menutup mata dan menggumamkan mantra itu sambil melakukan gerakan pembuka gerbang. Berdiri menyatukan dua tangannya, kemudian merentangkan telapak tangan kedepan.
Begitu Liza membuka mata, ia terkejut karena dihadapannya tidak terjadi apa-apa.
"Apa yang terjadi? Aku tidak salah baca mantra dan gerakan, bukan?"
Kembali Liza mengulangi ritualnya tadi. Gerbang dimensi astral perlahan membuka, tapi sangat pelan. Seperti ada sesuatu yang menghambat jalannya pembukaan gerbang.
Beberapa menit menunggu dengan tangan terentang, gerbang dimensi astral pun akhirnya terbuka. Seberkas cahaya sangat terang muncul dari lantai tempat Liza berdiri semula, bersamaan dengan munculnya siluet besar. Yang Liza kira itu adalah arwah Raul, ternyata dia salah besar.
"Astaga!!"
Terkejutnya Liza bukan main saat tahu kalau yang datang adalah sosok monster kepala kambing berbadan manusia dengan tinggi hampir dua meter. Itu mungkin menjelaskan mengapa pembukaan gerbang tadi lebih lambat dari biasanya. Butuh waktu untuk menarik makhluk sebesar itu dari dimensi astral.
Tapi tunggu ... Mengapa Liza bisa menarik makhluk mengerikan ini?
"Grrr!" Makhluk itu menggeram, menatap Liza dengan bola mata merahnya yang tajam.
Melihat makhluk mengerikan itu di kamarnya, Liza tentu ketakutan setengah mati. Jangankan kabur, bergerak saja dia tidak mampu. Tulang-tulangnya seperti lemas.
Meski ketakutan, Liza masih tetap memberanikan diri untuk mengambil buku sihir yang sempat jatuh karena ia kaget tadi. Yang kebetulan buku itu jatuh di dekat kaki monster itu.
Monster itu tahu apa yang ingin diambil Liza, jadi ia pun segera menendang buku itu hingga terpental jauh. Lalu tawanya pun menggema. Sangat menakutkan.
"Hahaha!"
Didetik selanjutnya, monster kambing itu perlahan mendekat kepada Liza. Sementara Liza beringsut mundur. Bersiap untuk berlari.
Namun sebelum Liza membalik badan untuk berlari keluar kamar, Liza merasakan hembusan angin yang sangat kuat dari belakang. Seperti ada seseorang yang berlari kencang. Yang ternyata itu adalah ...
"Kau?? Bagaimana mungkin ..."
Liza membelak tak percaya saat tahu kalau yang datang adalah seorang pria yang sangat tidak asing baginya.
Christ. Pria yang membawanya ke hotel di Innsbruck beberapa waktu lalu. Dan yang membuat Liza terkejut, pria itu muncul dengan wujud rohnya.
"Zakryt' vorota!" seru laki-laki itu seraya merentangkan tangannya ke arah makhluk itu.
Seketika muncul lingkaran cahaya merah dari lantai tempat monster itu berpijak. Dan beberapa saat kemudian cahaya itu seperti menyedot monster itu untuk kembali ke dimensi astral.
"Terimakasih ..." ucap Liza lirih kepada Christ.
Christ membalikkan badan dan melayangkan tatapan geram. "Apa kau yang membuka gerbang dimensi astral tadi?"
"I--itu ..." Liza menggantungkan kalimatnya sejenak, bingung harus menjawab bagaimana. Tidak mungkin Liza mengatakan yang sebenarnya pada pria jahat itu.
"Itu aku juga tidak tahu!" dusta Liza cepat dan bersikap seolah tidak tahu apa-apa.
Dahi Christ menyerngit, bersamaan dengan tatapannya yang memicing curiga. Sekilas bola matanya bergulir mengamati Liza dari bawah hingga keatas. Menyadari Liza yang hanya memakai gaun tidur tipis, Christ buru-buru memalingkan wajahnya. Dia tidak mau sampai diledek mesum lagi oleh perempuan itu.
"Mengapa kau bisa ada disini?" Liza tiba-tiba bertanya seraya menyilangkan tangan untuk menutupi dadanya. Mencegah pandangan Christ untuk tidak melihat buah dadanya yang tampak membayang dari luar itu.
Bukannya langsung menjawab, Christ malah menyeringai sambil membawa langkahnya hingga tepat di hadapan Liza. Walaupun wujud Christ sekarang berupa roh yang tidak bisa menyentuhnya, Liza tetap memasang waspada.
"Seharusnya aku yang bertanya padamu. Bagaimana mungkin kau melihat wujudku sekarang?"
DEG!
Sial! Niat Liza ingin berpura-pura tidak tahu apa-apa, justru dia malah terjebak. Liza lupa satu fakta kalau manusia biasa pada umumnya tidak seharusnya bisa melihat wujud roh yang bersifat tak kasat mata.
"A--aku juga tidak tahu!"
Liza sendiri juga tidak paham bagaimana dia bisa melihat hal-hal gaib seperti ini. Liza hanya tahu kalau semenjak tersesat bertemu dengan kakek bermata biru dan Raul, dia bisa melihat bentuk arwah maupun roh.
"Katakan padaku ..." Christ kini mengungkung tubuh Liza dengan dua tangannya. Membuat Liza terpaksa harus menempel pada dinding. "Sebenarnya siapa kau?"
**
To be continued.