webnovel

Tuan Yudha Percaya

"Baiklah! Baiklah! Katakanlah memang kucing yang sedang Abang bawa itu perwujudan Dede Reiji. Lalu, apa Abang bisa membuktikan ciri-ciri khusus tentang kucing itu untuk meyakinkan papa jika kucing itu memang kucing jadi-jadian?"

Siji tercenung kembali mendengar papanya berkata begitu. Ia menoleh ke sekeliling, berharap Yuji akan datang dan membantunya saat ini. Benar juga. Dari arah kamar, Yuji berjalan tenang sambil membawa gelas kosong, mungkin niatnya tadi keluar kamar hanya untuk mengambil minum.

Yuji dan Reiji 'kan selalu betah jika berada di kamar sambil main game. Selama liburan saja yang mereka lakukan hanya mengunci diri di kamar sambil main game. Sedangkan, Siji yang biasanya jadi babu setiap kali liburan. Yuji dan Reiji hanya akan keluar kamar ketika lapar dan haus. Seperti yang dilakukan Yuji saat ini.

Yuji berjalan tenang sambil memasukkan tangan kirinya ke saku celana. Sedangkan tangan yang lain ia gunakan untuk memegang gelas kosong.

Melihat Yuji yang berjalan bak model yang tengah berjalan di atas catwalk, jiwa julid Siji langsung meronta.

'Kheh! Banyak tingkah banget itu bocah. Mau ambil air aja, gayanya sudah selangit,' gerutu Siji dalam hati.

Padahal, Siji belum tahu saja jika sifat Yuji yabg seperti itu memang menurun dari Tuan Yudha. Yuji seperti refleksi Tuan Yudha. Aura model yang mereka pancarkan begitu nyata. Di zaman kuliah, Tuan Yudha merupakan model terkenal di eranya. Meskipun pada akhirnya Tuan Yudha meninggalkan dunia entertainment dan lebih memilih usaha kecil-kecilan dan menjadi kepala rumah tangga yang baik.

"Bang Yuji, sini deh!" Tuan Yudha melambaikan tangan ke arah Yuji yang hendak menuju dapur. Yuji menghentikan langkah dan menoleh ke arah lelaki yang berusia awal 37 tahun itu. Tuan Yudha terbilang sangat muda, karena memang dia menikah di usia yang muda juga. Di usianya yang 37 tahun ini, ia sudah memiliki putra kembar identik yang berusia 16 tahun.

"Ada apa, Pa?" Yuji menyahut. Ia berbalik dan kembali berjalan santai ke arah Papanya yang duduk di sofa ruang tengah.

Saat melihat putra keduanya kini sudah berada di dekatnya, Tuan Yudha lantas menarik pergelangan tangan Yuji untuk duduk di sebelahnya.

Yuji yang memang sedang kurang kerjaan, akhirnya menurut saja. Ia malas kembali ke kamar karena Reiji sudah mengalahkannya saat war main game tadi.

"Yu, papa nggak setuju kalau kucing ini adalah perwujudan Adek kita." Siji yang terdiam sejak tadi, mencoba mencari pembelaan. Mungkin saja adiknya itu dapat menemukan solusi untuk meyakinkan papa mereka. Kepala Siji sudah buntu memikirkan hal apa saja untuk membuat Papanya percaya.

Bagaimana bisa Siji meyakinkan orang lain, sedangkan dirinya sendiri pun tidak akan mempercayai lelucon semacam ini. Manusia yang berubah jadi kucing? Yang benar saja? Itu semua hanya ada dalam drama, novel, dan anime fantasi, batin Siji kembali.

Yuji mengernyit dan melihat bergantian ke arah Siji dan Tuan Yudha. Dia memasang wajah bingung, yang tentu saja ia buat-buat juga. Jika lelucon ini gagal, Yuji tidak ingin ikut disalahkan. Jadi, ia bertindak sebagai sosok yang tidak tahu apa-apa. Tukang drama memang anak kedua Tuan Yudha ini. Mungkin Yuji nantinya akan menjadi pemain sinetron terkenal.

Tuan Yudha yang seolah mengerti kebingungan Yuji, akhirnya menepuk pundak putranya itu.

"Bang Yuji pasti merasa bingung juga 'kan, Bang?" tanya Tuan Yudha, lembut. Ia menatap sendu ke arah Yuji yang terlihat masih bingung.

"Ini maksudnya apa, Pa? Apa maksud ucapan Siji, Pa? Abang benar-benar tidak mengerti," ucap Yuji, sambil meremas tangan papanya. Yuji mulai berlebihan aktingnya. Semoga Tuan Yudha tidak akan curiga.

Tuan Yudha menghadap ke arah Yuji yang berada di sampingnya. Ia akan mencoba menenangkan putra keduanya itu. Semua juga tahu jika hubungan persaudaraan Yuji dan Reiji itu amat sangat kental. Jadi, Tuan Yudha tidak ingin putranya--yang memiliki wajah paling terawat dari ketiga Pradhika's Triplet--akan mengalami tekanan dengan berita yang belum tentu kebenarannya.

Tuan Yudha menangkup kedua pipi mulus Yuji dengan kedua tangannya.

"Abang Yu, tenang dulu, ya! Yang dikatakan Bang Siji ini belum tentu benar kok."

"Jadi, apa yang dikatakan Siji, Pa?" sela Yuji, setelahnya.

Tuan Yudha memijit pelipisnya. Ia bahkan bingung harus mengatakan dari mana. Tuan Yudha menatap ke arah Siji.

"Sebaiknya, Bang Siji saja yang bercerita." Lemparan tanggung jawab telak dari Tuan Yudha.

"Lha kok jadi Siji lagi, Pa?! Kan Siji tadi sudah cerita secara keseluruhan kronologinya." Siji mengungkapkan protes. Ia merutuki sikap Yuji saat ini. Adik laknatnya itu bukannya membantu meyakinkan papa mereka, malah Yuji bertindak tidak tahu apa-apa. Di saat seperti ini, Siji curiga jika saja duo maut sudah menyusun skenario ini secara rapi.

"Iya, tapi Yuji akan lebih percaya jika Siji yang mengatakannya." Ini suara Tuan Yudha. Lelaki dewasa yang sangat suka mengibul.

Mendengar ucapan papanya baru saja, Siji jadi merasa de Javu. Beberapa saat yang lalu, Yuji juga mengatakan kalimat yang sama. Mungkinkah kedua manusia yang berada di hadapan Siji ini, sangat sering mengatakan kebohongan? Hingga mereka sendiri pun ragu akan ada yang percaya dengan ucapan mereka, batin Siji.

Di saat seperti ini, Siji merasa bahwa dialah manusia paling baik dan jujur di rumah ini. Namun, gara-gara ingin membantu Reiji dalam membuat lelucon, Siji terpaksa harus berbohong seperti ini.

"Ada apa sebenarnya, Papa! Katakan yang sebenarnya!" sentak Yuji yang mulai terlihat tidak sabaran.

Bersambung ....

ตอนถัดไป