"Wah Gin Lo? Wahhh Gilak nih anak! Lo beneran nantangin Gerald buat cium Lo? Dan Gerald beneran nyium Lo dikelasnya?" seru Dinda menatap Gina yang menyembunyikan wajahnya menggunakan kedua tangannya.
"Emang udah gila temen Lo," sahut Riri lalu mengemut permen tangkainya.
"Gue malu!" kata Gina tanpa mau menampakkan wajah merahnya.
Riri dan Dinda tertawa nyaring. "Salah sendiri, siapa suruh nantangin malu sendiri kan Lo?" kata Dinda lalu kembali tertawa.
Gina menurunkan tangannya dan menatap kedua sahabatnya itu, "terus gue harus gimana?" tanyanya dengan raut wajah sedih.
"Gak gimana-gimana sih, lanjut aja! Kan Lo cewek yang dikenal tidak punya urat malu." Pedas bund ucapan Riri.
"Gue setuju sih sama Riri, kenapa coba Gerald mau nyium Lo. Kan perasaan kemarin-kemarin tuh anak enggak gubris semua ocehan Lo, kenapa sekarang mau?" jelas Dinda membuat kesimpulan.
Gina menghela nafas, gadis itu menopang dagunya dengan tangannya,"Lo berdua bener, tapi gue gak tahu rencana selanjutnya harus gimana."
Dinda dan Riri juga binggung, kedua gadis itu tidak punya ide sekarang. "Intinya sih Lo harus tetep berjuang, gimanapun endingnya nanti itu urusan belakang," saran Dinda.
"Gak usah mikir ending, tapi mikir gimana Lo harus bisa luluhin hati Gerald! Udah itu aja!" tambah Riri.
Gina mengangguk pelan, "bener!"
***
Saat ini Gerald berada di ruang kerja papinya. Cowok itu berdiri tegak dihadapan pria paruh baya itu.
"Siapa anak gadis yang kamu bawa tempo hari Gerald?" tanya Mahendra dengan nada serius.
"Gina," jawab Gerald.
"Jadi dia yang Gevan maksud? Gadis yang menyukai kamu?" Lagi-lagi Gerald mengangguk.
"Kamu suka sama dia?"
Gerald menggeleng cepat.
"Yakin?" Mahendra kembali bertanya.
"Iya Pi," jawab cowok jangkung itu.
"Papi pegang omongan kamu! Kamu harus ingat kalo kamu sudah mempunyai tunangan!" tekan Mahendra.
Gerald diam, ia tidak merespon selain diam dan mendengarkan.
"Laki-laki yang sejati itu yang bisa menepati janjinya dan juga bisa di pegang omongannya. Papi harap kamu tidak akan mengecewakan papi."
"Iya Pi, Gerald janji tidak akan pernah mengecewakan papi," nurut Gerald menunduk.
Mahendra bangga dengan anak laki-lakinya, ia tidak pernah dikecewakan oleh Gerald selama ini. Gerald mungkin dikenal keluarga besarnya itu mempunyai sifat dingin dan cuek, tapi meskipun begitu ia adalah anak yang penurut.
"Papi mau kasih kamu pilihan," ujar Mahendra.
Gerald menatap papinya binggung.
"Kamu gak perlu jawab sekarang, papi ingin kamu menjawab saat kamu sudah bisa menentukan pilihanmu sendiri," jelas Mahendra.
"Iya Pi," jawab Gerald.
"Kamu mencintai Putri?" tanya Mahendra, Gerald yang mendapat pertanyaan itu seketika kaget.
"Maksudnya?"
Mahendra menghela nafas, "apa kamu mencintai Putri?" ulangnya.
Gerald diam kemudian berkata, "Papi udah tau jawaban aku dulu, dan jawabannya masih sama."
"Kalo Gina? Apa kamu mencintai gadis cantik itu?"
Gerald terbungkam untuk sesaat, cowok menghela nafas mencoba menjawab dengan apa yang ia rasakan sekarang. "Gerald gak mencintai Gina, tapi entahlah, Gerald tidak bisa menjawab secara lengkap pertanyaan papi," ujarnya merasa bimbang.
Mahendra tersenyum, "sekarang papi kasih pilihannya, Putri or Gina? Ets! Gak sekarang!" tahan Mahendra.
"Untuk sekarang kamu boleh keluar ruangan papi, kamu sudah selesai papi sidang," kata Mahendra, Gerald mengangguk lalu keluar dengan mulut yang masih tertutup rapat.
Isi otak Gerald saat ini dipenuhi oleh Gina, gadis itu telah membuatnya stress, bahkan saat belajar pun Gerald menjadi tidak fokus.
Cowok itu berdecak sambil melemparkan penanya kesal, ia mengacak-acak rambutnya.
"Fokus! Ayo fokus!" katanya.
Ting!
Notifikasi masuk dari ponselnya yang ada di nakas, dengan cepat Gerald segera mengambil ponselnya dan mengecek pesan.
GANSBOY
From: Alder
P
P
P
P
P
Pada kemana woe?
From: Vian
Rumah, kenape?
From:Alder
Markas woe buruan! Ada yang nyerang tiba-tiba!
From: Vian
Gass!!
From: Alder
Lo juga Ger! Gue tau Lo baca nih pesan!
Tanpa membalas pesan grub, Gerald mematikan ponselnya lalu segera mengambil jaket berlambangkan burung hantu dipunggungnys serta kunci motornya.
Cowok itu keluar kamar untuk segera pergi ke basecamp.
Berbeda dengan Gina yang saat ini duduk balkon kamarnya, gadis itu melamun sambil menikmati angin malam yang menerpa wajahnya.
"Gue bosen kalo hidup kayak gini lama-lama, rasanya hambar, apa yang gue harapkan dari dulu nggak pernah terwujud, sekeras apapun perjuangan gue buat bahagia selalu sia-sia," ujar Gina bermonolog lalu menghela nafasnya.
Tok
Tok
Tok
Seseorang mengetuk pintu kamar Gina, dengan cepat gadis itu berlari untuk membukakan pintu kamarnya.
"Eh bik Siti, kenapa bik?" tanya Gina setelah membuka pintu dan menemukan Bik Siti dengan senyum ramahnya.
"Tuan menunggu non kebawah untuk makan malam," kata Bik Siti.
Gina tersenyum lalu mengangguk, " iya bik bentar lagi Gina turun, Gina mau siap-siap dulu," ujarnya.
"Ya udah kalo gitu, bibik mau kebelakang," pamit Bik Siti.
Gina menutup pintu kamarnya dan bersandar dibalik pintu. Ia masih belum siap bertemu dengan ayahnya, ia masih sakit hati atas apa yang ayahnya lakukan pada mama Rita selama ini.
Tapi Gina tidak boleh seperti ini kepada ayahnya, bagaimana pun perlakuan ayahnya dulu, Gina harus tetap berbakti kepada orangtuanya.
Gina berlari kekamar mandi untuk mencuci wajahnya dan segera turun kebawah untuk makan malam, jarang-jarang ia bisa makan malam bersama ayahnya. Tomi selalu sibuk dengan pekerjaannya dikantor, bahkan tidak ingat pulang jika sudah sangat sibuk.
Gadis mungil itu menarik kursi berhadapan dengan ayahnya, ia sedikit canggung dengan suasana hening ini.
Tomi, selaku ayah Gina hanya melirik anaknya sekilas lalu makan dengan tenang tanpa adanya percakapan selain bunyi sendok dan garpu.
Setelah selesai makan, Tomi baru berujar, "gimana sekolah kamu?" tanyanya.
Gina yang semula menunduk langsung mendongak menatap ayahnya sedikit terkejut.
"Baik Yah," jawab Gina seadanya.
"Ayah mau minta maaf sama kamu, ayah selama ini tidak bisa menjadi ayah yang baik buat kamu. Ayah selalu berkata kasar sama kamu," tutur Tomi menyesal.
Gina terharu, ayahnya akhirnya sadar dengan sikap kasarnya selama ini. Gadis itu bangkit berdiri dan menghampiri ayahnya lalu memeluk ayahnya erat.
"Gina sayang banget sama ayah, Gina gak minta apa-apa selain diperhatiin sama ayah," ucap Gina yang sudah menangis di pelukan ayahnya.
Tomi tersenyum lalu mengusap rambut anaknya hangat, "papa nyesel karena mengabaikan kamu selama ini," ujarnya.
Gina melepaskan pelukannya kemudian menatap ayahnya lekat. "Gina mau ketemu mama Yah," kata gadis itu membuat Tomi kaget.
"Ayah sama_"
"Bukan mama Rita, tapi Gina pengen ketemu sama mama Salma," potong Gina menyengir.
"Kamu mau ketemu bunda?"
"Bunda?"
"Iya, waktu kamu kecil Bunda Salma pengen dipanggil Bunda," jelas pria paruh baya tersebut.
Gina tersenyum senang lalu mengangguk antusias, "Gina pengen ketemu bunda Yah!"