webnovel

Bab 54. Menjual Semua Saham Fabian Group.

Setelah perbicangan mereka selesai, Tommy segera kembali ke ruang tamu untuk menemui Sherly. Namun tiba di ruangan itu, ternyata sosok yang dicarinya sudah tidak ada. "Sherly mana, Mi?" tanya Tommy saat mendapati Lisa sedang duduk sendiri sambil membaca novel online.

"Dia sudah tidur, Sayang. Mami menyuruhnya tidur di kamar kamu saja. Tidak apa-apa, kan?"

Ternyata pembahasan itu memakan waktu cukup lama. Jika tadi ia masuk ke ruang kerja Charles pukul delapan malam, kini ia melihat jam dinding menunjukkan pukul sebelas malam. Sudah sepantasnya Sherly mengantuk, karena gadis itu biasanya tidur jam sepuluh. "Tidak apa-apa, Mi. Justru jika Mami tidak mengijinkan, aku yang akan menyuruh Sherly untuk tidur di kamarku," ledeknya.

Lisa tertawa. "Ayo duduk." Setelah Tommy duduk di sampingnya, ia berkata, "Apa yang kau bicarakan dengan Papi sampai selama itu waktu yang kalian habiskan?"

Tepat di saat itu Charles muncul dan mereka membahas apa yang sudah ia rencanakan. Lisa sedikit terkejut, tapi karena Charles sudah mengatakan alasan apa yang membuatnya mengambil keputusan itu, Lisa akhirnya menyutujui. "Mami serahkan pada kalian saja."

***

Setelah mendapat restu dari Charles dan Lisa, Tommy membawa gadis pujaannya ke Jawa. Selain untuk melanjutkan pekerjaannya, ia akan mengurus pernikahan mereka.

Begitu juga dengan Lisa dan Charles, seperti yang sudah mereka rencanakan, mereka menjual semua saham perusahan keluarga Fabian itu kepada investor kenalan Charles. Dan tanpa diberitahukan, Harry langsung mengetahuinya ketika ada investor tersebut berkunjung ke Fabian Residence.

"Permisi, Pak, mobil siapa itu?" tanya Harry kepada satpam begitu memasuki gerbang saat pulang kantor. Ia melihat tiga mobil sedan hitam yang sedang terparkir dengan orang-orang yang sedang berdiri di seputaran seakan sedang melihat-lihat.

"Maaf, Pak, saya kurang tahu. Tapi mobil-mobil itu datang bersama Pak Charles."

"Oh, ya sudah, mungkin mereka ingin menyewa tempat ini. Aku permisi dulu, Pak." Harry menggerakkan mobilnya menuju kediaman yang ditempatinya selama ini. Karena tahu Charles ada di sini, ia mencari-cari di mana sosok lelaki itu.

Melihat mobil Harry baru saja tiba, Charles pun langsung tersenyum lebar. Itu artinya rencananya agar Harry tahu dia sudah tak punya usaha lagi akan berhasil. Setelah investor selesai melihat-lihat, mereka pamit pulang dan Charles pun langsung menemui Harry yang masih berdiri di depan rumah. Dia sebenarnya ingin menemui Charles sejak tadi, tapi karena melihat pria itu sedang berbicara dengan orang asing, dia pun menunggu sampai para tamu itu pergi.

"Siapa mereka, Les?" tanya Harry sembari mengajak Charles duduk di kursi yang ada di teras. Saat itu juga Lenna muncul sambil membawa dua cangkir kopi. Ternyata saat menunggu Charles tadi, Harry sudah meminta istri tercintanya untuk membuatkan kopi.

"Mereka pemilik baru Residence ini," jawab Charles santai lalu meraih cangkir kopinya.

Harry dan Lenna saling menatap. Charles bahkan bisa melihat ekpresi terkejut mereka dari balik cangkir. "Pemilik? Kau menjual residence ini?" tanya Harry dengan nada tak percaya.

Charles meletakkan cangkirnya kembali. Lenna mengambil posisi duduk di samping Harry, sementara Harry duduk dengan wajah seakan melihat setan. Dengan santai Charles pun menjawab, "Bukan hanya residence ini, tapi semua saham Fabian Group aku jual ke investor itu."

Lagi-lagi nada tidak percaya timbul dari mulut Harry. "Kenapa, kau kan tidak punya hutang? Jadi untuk apa kau harus menjual saham-sahammu, sementara kau masih punya anak dan cucu untuk meneruskannya?"

"Iya, Charles," tambah Lenna.

"Aku dan istriku sebelumnya sudah sepakat untuk menjual saham kami. Uang dari hasil penjualan itu akan kami gunakan untuk menikmati masa tua."

"Lah, Tommy bagaimana? Kan masih ada Tommy sebagai generasimu berikutnya. Saham Fabian Group tidak sedikit lho, Charles. Harusnya kau tidak menjual semua sahammu itu," kata Harry.

"Tapi Fabian Group yang ada di kota-kota luar kau tidak menjualnya, kan?" tanya Lenna.

Charles menatap Harry dan Lenna secara bergantian. "Itulah alasannya kenapa aku menjualnya, Tommy sekarang sudah punya penghasilan sendiri, sedangkan cucu .... Aku tidak tahu lagi kapan bisa punya cucu lagi, sementara hubungan antara Sherly dan Tommy serumit ini."

Alasan Charles seakan menampar Harry dan Lenna. Ada rasa bersalah dalam diri mereka sebagai orang tua, karena sikap anak mereka yang cepat itu mengambil keputusan untuk aborsi. "Ini semua salah kami," kata Harry pelan, "Seandainya kami lebih mengontrolnya lagi, mungkin ini tidak akan terjadi."

Charles bisa melihat ekpresi Harry yang seakan tak peduli dengan hilangnya Sherly. Temannya itu bahkan tidak sedikitpun membahas soal kepergian Sherly dari rumah, padahal Charles sengaja mengangkat topik itu, agar mereka mau membahas soal Sherly.

Karena tidak ingin berlama-lama, Charles pun segera pamit pulang. Sikap Harry yang biasanya selalu mengantarkan pria itu sampai ke depan mobil, kini hanya duduk diam di bangkunya sampai mobil Charles pergi. Dia cukup terkejut dengan pengakuan Charles yang ternyata sudah tidak punya apa-apa lagi.

"Apa yang sedang Papa pikirkan?" tanya Lenna begitu ia kembali dari dapur, "Charles mana, Pa?"

"Dia sudah pulang," balas Harry seraya menatap Lenna, "Papi rasa ini semua sudah jalan Tuhan, Sherly memang tidak pantas menikah dengan Tommy."

Lenna tekejut. "Maksud Papa apa?"

"Papa bersyukur karena Sherly tidak jadi menikah dengan Tommy. Kau dengar kan kata Charles tadi, dia sudah menjual semua sahamnya, itu berarti mereka sudah miskin."

"Papa! Papa tidak boleh berkata begitu. Siapa bilang mereka miskin, buktinya ekonomi mereka lebih tinggi dari kita. Charles masih terkontrak proyek, sementara Tommy juga punya proyek sendiri. Jadi siapa bilang mereka tidak punya uang."

Harry berdecak seakan meremehkan. "Sebentar lagi Pak Malik akan bangkrut. Lihat saja nanti, Pak Malik sebentar lagi akan menutup perusahannya setelah proyek ini selesai. Itu artinya Charles dan Tommy tidak akan bekerja lagi, sama seperti aku."

"Ya ampun, Papa, pikirannya kok seperti itu. Memangnya Papa tahu dari mana mereka tidak punya tabungan? Siapa tahu mereka punya tabungan untuk masa depan mereka. Sama seperti kita, kalau tidak punya tabungan, lantas mereka makan apa? Papa ini, pikirannya kok kotor sekali."

Harry masih di posisi yang sama. Dengan tangan mengepal erat ia berkata, "Pokoknya Sherly tidak boleh bertemu dengan Tommy lagi. Mereka tidak boleh menikah."

"Bukannya Sherly juga sudah hilang? Mama heran, Papa sebagai ayahnya kok masih bisa bersikap santai, sementara anaknya tidak pulang sudah berapa hari. Seandainya Mama punya dekengan atau anak buah yang bisa diperintahkan, Mama sendiri yang akan mencari Sherly." Lenna berdiri meninggalkan Harry.

Sementara lelaki itu tidak menjawab apa-apa, malah duduk diam sambil berkata, "Pokoknya Sherly tidak boleh lagi dekat-dekat dengan Tommy. Tidak boleh!"

Continued____

Waduh, Om Harry ternyata mata duitan, ya.

Sobat semua, bantu Thor nyalahin bintangnya, ya. Caranya gampang kok, cukup komen positif dan kasih bintang di kolom ulasan aja. Terima kasih ^^

Imenk_Joo_Tohhcreators' thoughts
ตอนถัดไป