webnovel

ZAKI YANG BERHARAP

Gita melirik bayangannya di layar ponsel yang menunjukkan wajah Sean yang tengah memperhatikan pria yang menjadi lawab bicara Gita.

"Oh, itu kakak kelas Gita, Mas. Ketua OSIS," Gita menjawab pertanyaan Barra santai.

"Pasti dia penasaran tuh, kamu ngobrol sama siapa. Bilangin gih, Mas ini calon suami kamu!" ucap Barra sambil tertawa. Yang sudah pasti hanya Gita yang dapat mendengar perkataannya.

"Ribet nanti, Mas. Mas mau buat heboh satu sekolah?" tanya Gita.

"Eh, bener juga, ya? Jangan bilang calon suami, deh! Bilang aja pacar. Mas juga mau dengar kamu pamerin Mas jadi pacar kamu ke orang-orang," goda Barra sambil menaikkan kedua alisnya.

"Apaan sih? Mas gak jelas amat! Iya, nanti Gita bilang kalau ditanya!" jawabnya kekeh, "Udah ya, Mas. Sebentar lagi masuk, Mas istirahat lagi aja, ya! Assalamu'alaikum?" Gita mengakhiri panggilan vidionya sambil tersenyum dan melambaikan tangan.

"Ngobrol sama siapa tuh Gita? Asik amat?" tanya Sean menanyai Dian dan Anti karena penasaran.

"Ish, kepo banget kamu, Kak!" potong Anti sambil tertawa.

"Dek Anti tau aja! Tapi siapa, sih?" tanya Sean lagi.

"Mau tau aja atau mau tau banget?" celetuk Dian.

"Dua-duanya. Masnya Gita sakit?" Balas Sean cepat.

"Kasih tau gak ya, Dian?" tanya Anti pada Dian dengan maksud agar Sean lebih penasaran.

"Kasih tau gak, Git?" Dian malah balik bertanya pada Gita yang sedang asik minum es dawetnya.

"Dikit aja. Jangan banyak-banyak nanti sakit jantung, kita yang repot!" ucap Gita cuek.

Gita tidak merasa takut kalau kedua sahabatnya membocorkan berita pertunangannya dengan Barra. Dia sudah sangat mempercayai mereka.

"Denger tu, Kak! Dikit aja kata orangnya!" ledek Anti.

"Yang tadi itu pacar Gita, Kak. LDR-an mereka!" jawab Dian.

"Kok panggil Mas, sih? Memang sih, keliatan agak dewasa, dan kayaknya beda umur jauh sama Gita. Gak cocok banget!" ucap Sean menyindir.

"Jadi, menurut Kakak yang cocok buat aku siapa?" tanya Gita tidak suka mendengar komentar Sean.

"Ya, akulah, Gita!" jawab Sean bangga, "Kamunya cantik, aku keren. Apalagi, Gita?" lanjut Sean merayu.

"Iya deh! Kak Sean yang paling keren. Tapi percuma, Gitanya udah punya orang tuh, sama yang masih single aja deh, Kak!" ucap Anti bercanda.

"Belum ada janur kuning melambai, kan? Aku masih bisa nunggu ditikungan, kok!" jawab Sean tak mau kalah.

"Apaan, sih?" sahut Gita yang mulai malas melanjutkan obrolan dan memilih beranjak dari tempat duduknya.

"Kasian banget yang nunggu di tikungan!" ledek Anti.

"Selamat nungguin ya, Kak! Jangan lupa ngopi biar gak ngantuk, hehehe!" Dian langsung menimpali. Tiga Dara itu pergi bersama meninggalkan Sean sendirian.

***

Bel berbunyi membuat siswa siswi beranjak menuju kelas masing-masing dengan tertib.

Gita sedang asik membaca bukunya, saat wali kelasnya, Pak Ruslan, masuk bersama anak baru pindahan SMA swasta di daerah mereka.

"Siang anak-anak! Bapak mau memperkenalkan siswa yang baru pindah ke sekolah kita. Ayo, perkenalkan diri kamu!" ucap Pak Ruslan dari depan kelas.

"Assalamualaikum semua. Saya Zaki murid pindahan dari SMAS Harapan. Salam kenal." Ucap Zaki berkenalan di depan kelas.

Gita yang sedari tadi cuek dan tetap asyik membaca, menjadi mendongakkan kepalanya saat mendengar suara Zaki memperkenalkan dirinya di depan kelas.

'Memang ya, kalau anak sultan mau ngapain aja gampang. Buat aku makin percaya istilah 'The power of Anak Sultan' itu nyata!' Gita berkata dalam hati sambil menatap Zaki yang juga melihatnya.

"Dia kan pacar Gita, ngapain pindah ke sini?" gerutu Dimas saat melihat Zaki. Lalu, menoleh ke Gita yang sedang memandang Zaki juga. Dimas masih belum tahu kalau Gita dan Zaki sudah putus. Apalagi tentang pertunangan Gita.

"Zaki, kamu bisa duduk di sebelah Gita, bangku di sebelahnya kosong! Ya, itu yang di belakang!" ujar Pak Ruslan mengarahkan Zaki.

"Hai, Gita. Kita satu sekolah lagi, sekelas lagi, dan sekarang satu meja lagi. Mungkin sebentar lagi kita pacaran lagi? Iya, gak?" sapa Zaki dengan senyuman semanis madu, menatap Gita yang semakin cantik dirasanya.

"Yang terakhir, enggak banget!" jawab Gita ketus.

'Kenapa malah bertambah lagi laki-laki penggoda, Ya Allah? Kenapa bukan Mas Barra aja yang pulang?' gumam Gita dalam hati.

Bel pulang sekolah berbunyi. Gita bergegas lari ke Mushollah sekolah, karena sudah cukup lama waktu Zuhur ditundanya. Dan setelah menunaikan kewajibannya itu, hatinya tenang kembali.

Sudah ada Sean yang menunggunya bersama Dimas, yang entah kapan mereka mulai semakin akrab. Yang sebenarnya, memang mereka juga baru selesai Sholat di sana. Dan kebetulan sama-sama menunggu Gita.

"Aku mau pulang sendiri, jangan ngotot mau nganterin aku!" ucap Gita sembari memakai kaus kaki dan sepatunya.

"Gara-gara kamu, nih! Ngapain kamu ikut nungguin Gita juga? Ngalah dikit kenapa sama senior!" omel Sean pada Dimas dengan suara pelan.

"Kak Sean aja yang gak tau, pacarnya Gita ke sini, loh! Tadi, baru masuk jadi murid pindahan! Gak heran Gita gak mau kita anterin!" kata Dimas setengah berbisik.

"Bohong kamu! Pacar Gita lagi sakit, tau! Tadi aku lihat mereka vidio-call di kantin. Sok tau sih kamu!" gerutu Sean tidak setuju.

Di tengah perdebatan yang berbisik di antara Sean dan Dimas, muncul Zaki di dekat mereka.

"Gita, bareng aku pulangnya, ya?" suara Zaki terdengar dari belakang Gita.

"Gak, Ki. Aku naik angkot aja. Susah nanti kalau keluarga mertuaku lihat. Bisa ribet soalnya!" bisik Gita ke Zaki, agar dua pemuda itu tidak mendengar kata-kata Gita.

"Aku balik aja, Kak! Panas banget di sini!" kata Dimas yang beranjak meninggalkan Sean. Dimas sudah mulai menyerah melihat kedekatan Gita dan Zaki yang dianggapnya pacaran.

"Aku belum selesai ngomongnya! Woi, junior gak sopan! Main tinggal aja!" ujar Sean yang juga beranjak mengejar Dimas.

Gita dan Zaki masih heran dengan tingkah aneh Sean dan Dimas yang baru saja pergi meninggalkan mereka.

"Kamu masih tunangan sama Mas itu? Awet, ya?" ucap Zaki yang mulai santai mengobrol.

"Iya, Alhamdulillah," jawab Gita murung.

Gita kembali teringat indahnya moment tukar cincin di hari pertunangannya. Kebersamaan yang dirasakan bersama dengan Barra waktu dulu.

Teringat lagi betapa hancur hatinya saat menangisi Barra di airport.

'Ya Allah, hanya Engkau yang Maha Mengetahui sakitnya rindu ini. Sakit, ya Allah!' tutur Gita dalam hatinya. Membuat air matanya tak terasa sudah keluar dari sudut matanya.

"Gita, kok nangis? Kenapa? Kalian berantem? Apa putus?" tanya Zaki yang sedikit berharap kalau Gita akan mengangguk mengiyakan.

Gita mengusap air matanya dan menoleh ke Zaki. Ekspresinya kembali normal seperti semula.

"Kamu ngarep banget ya, aku putus sama Mas Barra?" Gita balik bertanya.

"Ya iyalah! Kamu kok mau sih sama dia? Dari umur aja udah jauh Gita, ngajakin tunangan lagi. Dia gak waras atau gimana? Anak masih sekolah diajak nikah?" ujar Zaki sedikit emosi.

"Mas Barra bukan gak waras. Dia cuma jatuh cinta. Sama kayak alasan kamu nembak aku dulu. Dan bedanya, umurnya delapan tahun di atas kita dan dia berani menentang keluarganya buat aku. Itu aja bedanya, Ki!" jelas Gita panjang.

"Gak ada yang tau masa depan akan gimana, Gita! Tiga tahun lagi belum tentu kamu jadi istrinya, bisa jadi aku yang jadi suami kamu!" ucap Zaki sambil memandang Gita serius.

"Mudah-mudahan apa yang terjadi nanti, memang yang terbaik dari Allah buat kita semua. Aku duluan, Ki!" balas Gita dan pergi beranjak meninggalkan Zaki.

"Bicara memang gampang, Git! Kamu gak tau aja rasanya jadi aku! Kurahap, nanti aku bisa pantas di mata kamu. Bisa mempertahankan kamu walau orang tuaku melarang!" gumam Zaki pelan sambil memandang sosok Gita pergi.

Bersambung…

Next chapter