webnovel

Makan Siang

Sekolah kami berjarak kurang lebih 3 Kilometer dari rumah Raga.

Setiap hari Senin sampai dengan Kamis kami belajar di Sekolah mulai jam 9 Pagi sampai dengan jam 12 Siang.

Hari Jum'at Khusus untuk Pembelajaran Spesialisasi atau Jurusan sesuai minat.

Hari Sabtu Pembelajaran dirumah dengan menyelesaikan tugas yang diberikan oleh Guru pada Hari Kamis sebelumnya. Biasanya tugas dirumah ini diselesaikan hari itu juga, dikumpulkan sore harinya di sekolah.

Hari Minggu semua kegiatan sekolah diliburkan.

Setiap Minggu Pagi biasanya kami pergi ke Taman Ilmu.

Dan hari Senin seperti ini biasanya kami sangat bersemangat karena kondisi sekolah yang Kompetitif.

"Hai Raga, Er!"

Seorang siswi memanggil nama kami dari arah belakang.

Raga menoleh : "Hai Rinelda! Hari ini Jalan kaki lagi nih."

Lihatlah, ia kembali menjadi Raga yang kita kenal diawal...

Rinelda berlari kecil menyusul langkah kami : "Iya nih, Ga. Ayahku nggak bisa mengantar sementara ini."

"Hari ini ada tugas Matematika kan ya?"

Gadis bertubuh mungil dengan wajah nyaris maskulin itu bertanya kepada kami.

"Nggak tuh, Da"

"Ya!"

Raga menjawab bersamaan denganku dengan jawaban yang berbeda : "Kamu lupa mengerjakan tugas Matematika berarti Raga."

Aku melihat wajah Raga yang mulai pucat : "Kok bisa lupa ya. Wah harus kukerjakan dikelas nih."

Ia menggaruk kepalanya dengan wajah gugup yang ditutup-tutupi dengan senyuman terpaksa.

Sikap Raga yang meremehkan tugas dengan mengerjakannya mendadak di sekolah menurutku tak jadi masalah. Kami selalu tiba di sekolah maksimal 1 jam lebih awal, jam 8 pagi.

Tapi yang kusayangkan adalah pandangan teman-teman kami terhadap Raga yang sering lupa mengerjakan Tugas sekolah setiap hari Senin.

Kebetulan tidak ada satupun teman dari 'Taman Ilmu' yang bersekolah disini. Jadi kesan Raga yang meremehkan tugas sekolah tidak menyebar sampai kesana.

"Aku duluan ke kelas, Er, Rinelda!"

Raga bergegas berlari menuju kelas : "Dia selalu melalaikan Matematika..."

Aku bergumam perlahan, Rinelda mendengarku jelas : "Jadi Raga tidak melalaikan selain Matematika?"

Kami tertawa bersama : "hahaha"

Ya, Rinelda benar, Raga nyaris melalaikan kebanyakan tugas sekolah. Tapi ia selalu bisa menyelesaikan seluruh tugas yang diberikan sebelum kelas dimulai.

10 menit lagi kelas dimulai. Raga sudah bercanda dengan 4 teman kami di belakang kelas sana.

"Selamat pagi anak-anak semua, Salam!"

Suara Bu Vermillion tiba-tiba memenuhi ruang kelas kami.

Aku menoleh kearah Raga dan teman-teman lain yang tadi sempat bergurau bersamanya. Gila, cepat sekali mereka beradaptasi dan kembali ke tempat duduknya masing-masing.

"Baiklah, hari ini saya ingin memanggil Raga dan Er ke ruang guru, dan yang lain mohon tetap tenang."

Aku menoleh kearah Raga. Kami saling memandang sesaat, lalu teman-teman bersorak.

"Ah, iya... Sebagai ganti saya yang menjemput Raga dan Er, Kak Violet akan menggantikanku disini untuk mengawasi kalian."

Sorakan mereka tiba-tiba berhenti mendadak mendengar nama 'Master' yang sangat disegani seluruh penghuni sekolah.

Aku dan Raga berdiri menyesuaikan langkah setelah Bu Vermillion melambaikan tangannya kearah kami.

Kami mengikuti langkah cepat Walikelas kami itu. Ia mungkin seumuran Ustadz Firman dan Tuan Zahal, tapi untuk ukuran wanita, kecepatan, kekuatan, dan staminanya luar biasa.

"Langkahnya cepat dan stabil, Er."

Raga mengutarakannya lebih dulu dariku : "Ya, dan kita harus jalan ke lantai puncak menyesuaikan langkah kita dengannya..."

"Kalau kalian cukup punya Stamina untuk mengobrol di koridor, sesuaikan langkah kalian dariku minimal 3 langkah dibelakangku."

Bu Vermillion tetap berjalan tanpa menoleh dengan suara yang begitu mentap dan tegas : "Didunia ini banyak juga monster-monster seperti Kak Violet, atau tuan Zahal ya."

Raga menanggapi ucapanku.

"Siapa yang mengajari kalian mengungkapkanku sebagai monster..."

Bu Vermillion berada di seberang sana, jauh sekali, suaranya tetap terdengar tegas dari sini, dan ia bisa mendengar ucapan kami...

"Ia benar-benar monster..."

Aku berbisik membalas ucapan Raga sambil bergegas berjalan kearahnya.

"BUAKKK!!!"

Sebuah sepatu melayang kearahku, aku menghindarinya dan benda itu menghantam kepala Raga : "SUDAH KUBILANG JANGAN MEMANGGILKU MONSTER!"

"Agh!!"

Raga terkejut, hidungnya mimisan, matanya berair menahan perih.

"Cepat kemari! Jangan lamban!"

Aku dan Raga berlari mengejar Bu Vermillion.

10 menit berlalu dan kami sudah berada di ruang guru, di puncak gedung sekolah ini.

"I.. ini..."

Aku berbisik kearah Raga.

"Ya, mereka 'Codename V'. Generasi pertama dari Pelajar Vista..."

Berdiri 3 orang yang pernah kami lihat, dan mereka adalah tokoh Top di sekolah ini, mungkin di kota kami. Tidak, bahkan di Nusa.

"Masuk dan duduklah, Er, Raga."

Nona Vanilla mempersilahkan kami duduk.

Didalam sana, duduk 3 dari 7 orang Codename 'V'.

Bu Vermillion, Nona Vanilla, dan Tuan Valentino.

Raga terlihat sangat antusias. Pandangannya tak berhenti melihat sosok gagah Tuan Valentino.

Kami duduk di salah satu kursi kosong yang mengelilingi meja rapat berbentuk oval.

Tuan Valentino melihatku dengan pandangan dinginnya yang terkenal sangat tajam, sementara Bu Vermillion dan nona Vanilla duduk di kursi sebelah kanan dan kiri tuan Valentino.

"Kami mendengar nama kalian diangkat untuk menyusun program di Kelurahan Kali Rungkut."

Nona Vanilla membuka topik pembicaraan, kami menunggunya melanjutkan kata-katanya.

"Kami adalah tim pelindung dan penyusun program pendidikan disini, 'Homestay Vista'.

Dan sosok yang kalian kenal, Tuan Zahal dan Ustadz Firman menjelaskan perintah mereka untuk kalian itu."

Nona Vanilla berhenti bicara dan menyeruput teh hangat beraroma melati dihadapannya.

"Kalian sudah sadar posisi dan kekuatan kami sebagai Codename 'V' bukan? Er, Raga?"

Bu Vermillion melihat kami dengan pandangan tenang. Kami mengangguk, suara kami seolah tertahan oleh aura kuat yang terpancar dari kehadiran mereka bertiga.

"K... Kami sendiri tak menyangka keputusan beliau. Bahkan anda bertiga masih sangat..."

Aku menghentikan kata-kataku setelah melihat perubahan raut tuan Valentino sebelum aku berhasil menyelesaikan kalimatku.

"Kalian harus mengetahui fakta bahwa Nusa kekurangan Sumber Daya Manusia."

Akhirnya kami mendengar suara berat Tuan Valentino yang berbobot dan tajam.

"Sains yang sempat menguasai dunia kini dibenturkan dengan kenyataan kehadiran Satan yang menguasai dunia."

Nona Vanilla melanjutkan kata-katanya.

"Beberapa Daerah Nusa di Pulau-pulau besar terdesak oleh serangan Iblis. Mereka merasuki sebagian besar manusia hingga menurunkan kemampuan berpikir dan naluri mereka sampai ke derajat yang mengenaskan."

Dengan posisi duduk yang anggun Nona Vanilla melanjutkan kata-katanya.

"Dipulau ini sendiri, Surabaya adalah satu dari tiga kota besar benteng pertahanan terakhir manusia dari serangan Iblis.

Ironisnya, di Surabaya sendiri, hanya 5 sekolah yang bisa bertahan untuk tetap memberi fasilitas siswa untuk belajar di sekolah termasuk Homestay Vista ini."

Kami berdua menundukkan kepala, topik ini begitu berat. Ketika kami mengingat kembali apa yang dipercayakan Ustadz Firman kepada kami, kami jadi merasa terlalu bersemangat dan tidak sadar kenyataan yang ada.

"5 Sekolah, 7 Kecamatan, dan 10 Kelurahan di Surabaya berhasil bertahan dari serangan Iblis.

HS Vista adalah salah satu sekolah di kecamatan dan kelurahan itu. 2 kecamatan, 5 kelurahan, tidak memiliki sekolah yang bertahan dari serangan Iblis."

Bu Vermillion melanjutkan kata-kata nona Vanilla.

"Intinya, tujuan kami memanggil kalian kesini adalah, untuk membuat kalian berdua sadar betapa beratnya tanggungjawab yang kalian panggul."

Bu Vermillion melemahkan suaranya, memandang kami dengan pandangan sayu, lembut, dan menenangkan.

"Dan mulai saat ini, ketika kalian disekolah, kami akan mendidik kalian secara langsung untuk membuka pemahaman kalian bagaimana membuat System terbaik."

Nona Vermillion menatap kami tajam dengan senyuman manis dan menawan.

Aku dan Raga saling bertukar pandang dan mengangguk.

"Sebelumnya kita bersantai sampai saat Makan Siang nanti."

Tuan Valentino mengakhiri pertemuan itu dan berjalan meninggalkan ruang.