webnovel

Cambuk untukmu Audrey!

Ketika itu, Audrey mendongak. Dia pun memandang ke arah Pangeran Rhysand. Pangeran Rhysand terlihat amat marah. "Apakah kamu sengaja untuk mencelakakanku, begitu?"

Wajah Audrey memucat. Ia mengcengkram ujung roknya sendiri penuh ketakutan. Tak ada pikiran sedikit pun untuk mencelakakan Pangeran Rhysand.

Lagipula, Audrey tidak pernah memasak sebelumnya. Itu pun dia terpaksa melakukan ini semua karena Tuan Mallory yang memerintahkannya.

Tapi apa, Tuan Mallory justru mengkambing hitamkan dirinya, atas segala kesalahan yang terjadi.

Mata Audrey berkaca-kaca. Saat itulah, Pangeran Cladius bangkit, ia menengahi Audrey dan Pangeran Rhysand. "Rhysand, sudahlah. Dia maid barumu, kan? Jangan terlalu keras kepadanya."

Pangeran Rhysand menggelengkan kepalanya, "Sekali bersalah tetaplah bersalah! Aku tidak akan menerima ampun bagi satu orang pun yang berani melawanku!"

Setelah mengucapkan begitu, Pangeran Rhysand menyeret tangan Audrey. Semua orang yang ada di sana menahan napas, tetapi penasaran dengan hukuman yang diberikan kepada Pangeran Rhysand.

Tuan Mallory menghembuskan napas lega, "Ini salahnya sendiri, kenapa memasak daging saja tidak becus!"

Mademoiselle Edeva berkata dengan picik, "Sejak awal dia ke sini, aku sudah membencinya. Sekarang dia mendapatkan ganjarannya."

Pangeran Cladius yang mendengar segala ucap syukur dan kedengkian para maid itu mengeluarkan tatapan lasernya, otomatis mereka membungkam mulut mereka.

Pangeran tampan itu menggelengkan kepalanya, "Aku tidak menyangka, selain jabatan kalian yang rendah, pikiran kalian juga kolot dan dungu!"

Lelaki itu segera meninggalkan gerombolan maid yang mengolok-olok Audrey dari belakang. Ia menyusul Pangeran Rhysand dan Audrey.

Sementara itu, Audrey merasakan nyeri luar biasa dari seretan Pangeran Rhysand di pergelangan tangannya. Mata Audrey sudah berkaca-kaca. Ia membayangkan, di depan sana, akan ada pintu kematian untuknya.

'Aku pasti akan dieksekusi … Pasti mereka menganggap ini sebagai salah satu bentuk pemberontakan, dan tindakan membahayakan.' batin Audrey.

Ia tadi sempat mendengar, kalau daging mentah menyimpan banyak bakteri di dalamnya. Audrey menghela napasnya, kakinya sudah mati rasa, tetapi masih dipaksa berjalan cepat di lorong.

Tak berapa lama, Pangeran Rhysand membawanya ke salah satu tempat, mirip seperti gudang bekas yang kosong. Pangeran Rhysand melemparkan Audrey di sana. Audrey terjerembab ke lantai batu yang keras. Tangannya berdarah, tergores lantai batu yang kasar.

"Pangeran Rhysand… Ampuni aku…" isak Audrey. Air matanya lolos begitu mudahnya.

Pangeran Rhysand hanya mendesis. Ia mengambil cambuk yang berada di sudut ruangan. Audrey merangkak mundur, "Jangan, Pangeran Rhysand…"

"Aku sungguh tidak berniat mencelakakan Pangeran Rhysand…" ucap Audrey dengan nada bergetar hebat.

Akan tetapi, Pangeran Rhysand mendengus dingin dan kejam. "Audrey, kamu hanyalah salah satu maidku, yang mestinya menjagaku! Bahkan kamu adalah baju zirahku! Namun apa, kamu mencoba untuk meracuniku!"

"Tidak! Aku bisa menjelaskan!" pekik Audrey.

Belum sempat Audrey menjelaskan kondisinya, Pangeran Rhysand telah melayangkan cambuknya kepada Audrey.

'CTAK!'

"Aargh!" Audrey berteriak melengking. Cambuk itu mengenai lengannya dan punggungnya! Rasa perih tak tertahankan menjalar seketika. Air mata Audrey makin deras

"Berbaliklah! Atau aku bisa mencambuk wajahmu itu!" seru Pangeran Rhysand.

Dengan seluruh badan gemetaran, Audrey menghadap ke tembok. Satu per satu cambuk dilemparkan ke tubuhnya. Kepedihan luar biasa mengenai punggungnya.

Audrey menjerit keras, akan tetapi, Pangeran Rhysand menyeru, "Tidak perlu berteriak! Tidak ada yang membantumu!"

"Pengkhianat harus diperlakukan seperti pengkhianat!" lantang Pangeran Rhysand.

Audrey menggigit bibirnya, ia menahan segala rasa sakit yang diterimanya. Perih, nyeri, dan begitu menyakitkan.

'SRAK!'

Kali ini, cambuk itu terasa begitu keras. Kulit Audrey robek seketika, darah merah yang segar mengalir dari punggungnya. Audrey menangis dalam hening, rasa sakit itu serasa merajam sekujur anggota tubuhnya.

"A-ampuni aku, Pangeran Rhysand…" Audrey merintih, sayangnya Pangeran Rhysand tidak peduli.

Pangeran Rhysand justru merasakan suatu kepuasan tertentu melihat Audrey menderita. Apalagi, karena Audrey telah mencoba untuk berbuat jahat kepadanya!

Selang beberapa waktu, saat kekuatan Audrey melemah, badannya telah terhuyung, dan pandangannya mengabur, lamat-lamat ia mendengar suara gedoran pintu yang amat keras!

"Rhysand! Buka pintunya!"

Audrey mengetahui pemilik suara itu. Pangeran Cladius … Di tengah-tengah ketidaksadaran dirinya itu, hatinya terasa hangat. Ada seseorang yang peduli kepadanya …

"Diam kamu, Cladius!" pekik Pangeran Rhysand.

Pangeran Cladius berteriak, "Buka sekarang atau aku akan mendobrak pintu ini!"

Pangeran Rhysand tak peduli. Dia memberikan beberapa cambukkan kepada Audrey. Padahal Audrey sudah amat lemah, nyaris pingsan tak berdaya. Tatapannya sudah tak fokus.

Rasanya, Audrey sudah berhadapan dengan kematian. Audrey tersenyum, 'Setidaknya, ada Pangeran Cladius yang membelaku... Di antara semua orang yang tak peduli.'

Setelah berpemikiran demikian, mata Audrey terpejam, dia pingsan tak sadarkan diri.

Sementara itu, Pangeran Cladius mencoba untuk membukakan pintu. Ia mendorong pintu dengan amat keras.

'BRAK!'

Pintu berhasil terbuka. Pangeran Cladius melihat Audrey yang sudah pingsan, tetapi Pangeran Rhysand masih memberikan tatapan beringasnya.

"Lepaskan!" seru Pangeran Cladius. Pangeran Rhysand balas menatap Pangeran Cladius dengan kesal, "Cladius, kamu tidak punya hubungan apa pun dengan ini! Ini urusan kerajaanku!"

"Dan aku akan membiarkanmu dikenal sebagai Pangeran yang tak berhati nurani dan beradab?! Tidak lihatkah, kalau maidmu ini wanita! Kamu telah melukai wanita yang lemah!" bentak Pangeran Cladius menyadarkan.

"Rhysand, hentikanlah ini, atau kamu bisa membunuhnya! Dan kamu akan menjadi bahan tertawaan lagi, karena mencambuk gadis muda di hari-hari awal mereka bekerja!"

"Apa yang mau kamu katakan kepada mereka kalau citramu sudah makin rusak dan bobrok?!"

Mendengar segala omelan dari Pangeran Cladius, Pangeran Rhysand mendecak.

"Ck! Sial!" Dia segera melemparkan cambuknya dan pergi dari hadapan Pangeran Cladius dengan wajah murka.

Pangeran Cladius menghela napasnya. Dia mendapati Audrey yang begitu mengerikan. Darahnya mengalir dan nyaris mengering di pakaian maidnya yang robek. Kulitnya yang putih itu terlihat memilukan.

Pangeran Cladius menengok ke belakang. Sudah ada beberapa maid lain yang berkumpul, mereka penasaran, dan melihat sembari berbisik-bisik, tanpa niat membantu.

Pangeran tampan tersebut menghela napas panjang, melepaskan jas kerajaannya, melingkupkannya kepada tubuh Audrey. Ia segera menggendong tubuh Audrey. Lantas ia menyentak ke salah satu maid yang ada di sana, "Tunjukkan kamar gadis ini."

Sigap, maid itu membungkuk, ia berjalan memimpin di depan.

Sementara itu, sangat mudah bagi Pangeran Cladius memapah tubuh Audrey yang sangat ringan di pelukannya, seperti kapas. Ia bahkan merasakan, tubuh gadis ini amat kurus.

'Dia makan atau tidak sebenarnya?' batin Pangeran Cladius.

Sejujurnya, kedatangan Pangeran Cladius ke Kerajaan Atalaric bagian utara ini, tak lain dan tak bukan karena perasaan miris yang datang kepadanya.

Pasalnya, ia penasaran apakah Rhysand masihlah berbuat kejam layaknya di masa lalu. Dan melihat kejadian ini, ia yakin, Pangeran Rhysand belum berubah sedikit pun.

Ini semua, sangatlah berbeda dengan kondisi di Kerajaan Saffrod.

Pangeran Cladius mendesis. Ada lara yang menyayat hatinya.

Sekarang ini... Dia harus apa?

***

Next chapter