webnovel

Raflina Sang Gadis Dingin

Lima puluh tahun kemudian,

"Saya benci Jepang." desis Raflina dengan pandangan dingin yang menusuk. Tama yang duduk di sampingnya menoleh sesaat. Dia tidak mendengar suara Raflina karena bercampur dengan suara musik.

"Lina, kamu baik-baik saja 'kan?" tanya Tama memastikan. Sudah sering dia mendapati Lina berperilaku aneh persis dengan apa yang di lakukan sekarang.

Raflina menoleh pelan. Terlihat senyum misterius yang tidak Tama mengerti. Meski sudah berhubungan setahun belakangan sampai ke jenjang pertunangan, Tama belum terlalu jauh mengenal gadis itu. termasuk sikapnya yang mendadak berubah aneh seperti ini.

Dia mengenal Raflina semenjak kuliah. Gadis itu adalah adik tingkatnya yang mengambil jurusan akutansi. Sementara Tama mengambil teknik sipil yang menjadikannya seorang insyinyur yang cukup terkemuka di kota itu. Dia sering dipercaya untuk menggarap dan merancang infrastruktur yang cukup penting.

Sementara Raflina baru lulus tahun ini dengan predikat yang membanggakan. Lulusan terbaik se angkatannya dengan predikat cumlaude. Waktu itu, Tama hadir dalam acara wisudanya sangat bangga dengannya tunangannya itu. walaupun, ada yang sedikit mengganjal dalam hatinya. Kalau semua wisudawan hampir ditemani semua keluarga, kerabat, atau bahkan teman dekat. Namun, Raflina tidak begitu, hanya Tama seorang yang menemaninya. Seolah tidak ada orang yang sudi mendekati gadis aneh itu selain Tama seorang.

Setelah berpidato selalu lulusan terbaik, Raflina turun dari mimbar, terdengar suara tepuk tangan yang tidak begitu riuh dari para wisudawan. Wajah mereka tampak kecut seolah terpaksa untuk bertepuk tangan. Tama sangat menyadari hal itu. Meski Raflina sangat berprestasti, tapi dia menjadi sosok yang paling di benci seangkatannya. Penyebabnya masih belum jelas.

Tama teringat sebelum dia berhubungan dengan Raflina. Gadis itu sudah menjalin hubungan dengan Pria-pria jepang. Selalu pria jepang. Kebanyakan mereka adalah mahasiswa pertukaran pelajar. Memang Pesona kecantikan Raflina sungguh menganggumkan sampai membuat Pria-pria jepang itu bertekuk lutut kepadanya. Namun, Naas setiap mereka yang berhubungan dengan Raflina, Mati dengan cara mengenaskan.

Ketika diselidiki bahkan sampai dilakukan autopsi. Polisi tidak bisa menemukan bekas kekerasan maupun racun di dalam tubuhnya. Meski orang terakhir yang selalu bersama dengan korban adalah Raflina. Tapi para polisi tidak bisa menemukan bukti yang kuat untuk menyeretnya ke penjara. Hanya ada gelas bekas minuman seperti ramuan herbal.

Acara wisuda selesai, Raflina berjalan mendekati Tama. Dengan suara lirih, gadis itu berkata."Tama, tolong carikan aku kerja."

Tama pun tidak keberatan. Setelah mengantarkan Raflina pulang. Dia berupaya untuk mencarikan pekerjaan untuk pujaan hatinya itu. Tama diuntungkan karena pekerjaannya sebagai seorang insyinyur membuatnya sering berinterasi dengan Bos-bos besar perusahaan dimana dia pernah merancang gedungnya.

Sampai akhirnya dia mendapatkan lowongan pekerjaan dari berbagai perusahaan besar, Tama pun segera memberi tahu Raflina.

"Bagaimana? Kamu minat yang mana?" tawar Tama sambil menunjukan kliping-kliping yang tertera lowongan kerja.

Raflina melihat satu persatu kliping itu. wajahnya tampak serius sekali. seolah ada pertimbangan yang sangat matang di dalam otaknya. Tidak berapa lama, dia menujuk sebuah kliping.

"Ini? kamu mau bekerja disini?" Tama mengernyit dahi. Dia tampak begitu keheranan dengan pilihan gadis itu. sebenernya, ada pilihan lain yang mungkin lebih cocok dengannya. Misalnya Perusahaan kosmetik atau fashion. Tapi ini,

"Memangnya kenapa kalau aku memilih untuk bekerja di perusahaan otomotif? 'kan sama saja jadi sekretaris 'kan?" sahut Raflina dengan tenang. Sementara pupil mata Tama bergerak-gerak. Dia lantas meraih kliping itu, membacanya lamat-lamat. Itu adalah perusahaan Jepang?

"Tolong, besok antarkan saya ke sana." tukas Raflina sambil beranjak meninggalkan Tama yang masih sibuk dengan pikirannya.

Kini, di dalam mobil itu, sesekali Tama melirik kepada Raflina, Gadis itu berperilaku misterius. Tapi Tama mencoba untuk berpikiran positif. Mungkin dia sedang gugup untuk menghadapi interview kerjanya.

"Kita sudah sampai, Sayang." Ucap Tama setelah mobilnya berhenti tepat di depan sebuah perusahaan otomotive terkemuka yang berasal dari Jepang. Tama cukup kenal dengan Manager di perusaan itu, sehingga bisa merekomensikan Raflina untuk bekerja di sana. Kebetulan posisi yang dibutuhkan adalah sekretaris, sangat cocok dengan jurusan Raflina.

"Aku masuk ya." Lirihnya sambil beranjak dari tempat duduknya. Tama hanya mengangguk dan melihat tunangannya itu berjalan menuju ke dalam bangunan itu. Di benaknya, dia sangat ingin bersikap romantis dengan Raflina, hanya saja sikap gadis itu yang dingin membuatnya membuang angan-angan itu begitu saja. Meski begitu, Tama sangat mencintai Raflina.

Setelah menunggu beberapa saat, Raflina kembali dengan muka datarnya. Begitu dia masuk, Tama pun mencecari dengan berbagai pertanyaan.

"Bagaimana Sayang? Apakah kamu diterima?" tanya Tama saat gadis itu akan masuk ke dalam mobil. Raflina tidak segera menjawab. Tatapannya masih sangat misterius ke depan.

"Tolong, antarkan saya pulang sekarang." pintanya. Tama tercenung sesaat. tapi dia enggan untk mengulangi pertanyaannya. Dia pun menyalakan mobil dan menjalankannya.

Sampai juga di rumah tua peninggalan belanda. Gadis itu mengajak Tama untuk masuk. Tama yang kebetulan hari itu mengambil cuti khusus menemani Raflina pun dengan senang hati menemani Raflina.

"Duduk." ujarnya dengan suara datar. Tama pun lekas duduk. Seringkali Tama mengunjungi rumah itu untuk bertemu dengan Raflina. Meski dia agak aneh, kenapa tunanganya itu mau tinggal di rumah tua itu sendirian. Iya sendirian. Tama saja kadang merasa merinding kalau berlama-lama di rumah itu. Berapa kali dia sudah membujuk Raflina untuk pindah rumah, Tapi gadis itu tetap keukeuh untuk tetap tinggal di sana. Tama tidak bisa berbuat apa-apa.

"Oh, iya. Kamu mau minum apa?" tawar Raflina yang masih berdiri.

"Terserah kamu saja sayang." sahut Tama.

"Mau aku buatin jamu?"

"Boleh banget sayang, saya sangat suka dengan jamu buatanmu." Tama sangat antusias. Ada satu hal yang menjadi daya tarik dari Raflina. Di sangat piawai membuat jamu. Jamu apa aja mulai yang pahit sampai yang rasanya manis. Favoritnya adalah jamu beras kencur kalau enggak sinom.

"Silahkan diminum." Ujar Raflina sambil memberikan segelas jamu itu kepadanya. Tama pun langsung meminumnya dengan sekali tegukan. Segar sekali.

"Sebentar ya, saya kebelakang dulu." Raflina berbalik badan dan berjalan ke belakang. Diam-diam Tama mengekori gadis itu. Sesampainya di dapur, Raflina mulai membuat suatu ramuan. Dahi Tama berkerut saat melihat dedaunan-dedaunan asing yang dia gunakan untuk membuat ramuan itu.

"Sayang lagi buat jamu apa?" tanya Tama yang membuat Raflina agak tersentak. Tapi, gadis itu menjawabnya dengan tenang.

"Ini jamu special pesenan dari Mister Hiroshi. Katanya dia ingin mencoba jamu buatanku."

Dahi Tama berkerut,"Kok Mister Hiroshi pesen jamu sama kamu?"

"Iya, tadi setelah interview , Hrd mengajakku untuk bertemu dengan Mister Hirosi. Nah, kami saling ngobrol gitu. Dia tanya tentang semua kebisaanku, aku jawab saja salah satunya bisa membuat jamu yang enak. Dia penasaran dan memintaku untuk membawanya besok."

"Oh." Sahut Tama pendek. Ada yang mengganjal di benaknya. Terlebih dia merasa asing dengan ramuan yang dibuat oleh Raflina. Tapi, Tama membuang pikiran buruknya jauh-jauh.

Bersambung

Next chapter