webnovel

The Dangerous Love Zone - 18

Azami yang sedang duduk bersandar pada bangku taman, mengehela nafasnya panjang. Membuat perempuan paruh baya yang duduk disebelahnya merasa tidak enak.

"Azami-kun, mungkin permintaan bibi ini sangat membebani mu. Tapi apa kau tidak bisa untuk sesekali pergi berkunjung ke perusahaan? Mungkin ini hanya perasaan bibi saja, tapi tidak ada salahnya bukan jika kau benar-benar memastikannya." Ucap perempuan paruh baya itu membuat Azami memejamkan matanya erat.

"Bibi Mei, apa paman Ken tahu jika bibi saat ini pergi menemui ku?" Tanya Azami yang langsug membuat perempuan paruh baya yang dirinya panggil bibi Mei, menggelengkan kepalanya cepat.

"Tidak, aku bahkan pergi tidak bersama dengan supir."

Azami yang mendengar perkataan bibinya pun membulatkan matanya terkejut. "Bibi mengendarai mobil sendiri? Kenapa tidak menyuruh supir saja?"

Mei menggelengkan kepalannya pelan. "Kau tahu, Azami-kun? mungkin ini terdengar aneh. Tapi sudah hampir dua tahun ini, bibi merasa tidak dapat mempercayai siapapun di rumah. Bibi merasa semuanya seperti sudah diatur oleh paman mu."

Azami mengerutkan dahinya heran. "Maksud bibi?"

"Ya, bibi baru menyadari dua tahun lalu. Bibi baru menyadari jika semua pekerja dirumah pasti akan selalu melaporkan apa yang sedang bibi lakukan, maupun anak-anak bibi lakukan kepada paman mu. Jika ada yang menurut paman mu tidak seharusnya kita lakukan, maka paman mu akan memarahi kami."

"Maka dari itu, saat ini bibi memberanikan diri untuk menemui mu secara langsung. Setelah mendapatkan informasi tentang keberadaan mu dari Joe-kun." Sambung Mei yang membuat Azami memilih untuk tetap diam.

"Bibi mungkin memang tidak bekerja langung di perusahaan yang didirikan oleh mendiang ayah mu. Tetapi bibi sebagai relasi perusahaan yang sudah cukup lama bekerja sama dengan perusahaan milik mendiang ayah mu, bibi merasa cukup aneh. Saat tiba-tiba sekretaris bibi mengatakan jika ada perubahaan dalam perjanjian kerjasama yang sudah dibuat oleh mendiang ayahmu."

"Mungkin Renji-san juga sudah memberitahukan mu perihal perubahan jadwal seluruh artis di perusahaan. Itu juga termasuk perubahan jadwal dan kerja sama antara perusahaan milik mendiang ayah mu dengan perusahaan keluarga bibi."

"Kau tahu bukan? Jika perusahaan tidak bisa menyanggupi sesuai dengan perjanjian kerja sama yang sudah dibuat maka aka ada denda pinalty yang harus di bayar?"

Azami menganggukan kepalanya menyetujui apa yang dikatakan oleh Mei.

"Meski denda pinalty yan di setujui oleh perusahaan mendiang ayah mu dengan perusahaan keluarga bibi tidak terlalu besar. Tetapi tetap saja itu akan sangat mempengaruhi keadaan keuangan perusahaan mendiang ayah mu, Azami-kun."

"Sejujurnya, bibi sangat terkejut saat mengetahui kau menunjuk paman mu sebagai penerus sementara perusahaan, sampai kau menyelesaikan pembelajaran mengenai dunia bisnis. Seandainya saat kau membacakan surat wasiat mendiang ayah mu, bibi berada disana. Maka bibi pasti akan sangat menolak itu. Karena bagaimana pun juga, seharusnya kau lah yang memegang langsung perusahaan. Tidak ada istilah penerus sementara."

Azami terdiam mendengar perkataan Mei yang sepenuhnya benar.

"Bibi juga terkejut saat mengetahui jika kau tidak benar-benar pergi belajar keluarga negeri seperti apa yang paman mu katakan pada media masa."

Azami terkekeh mendengar perkataan Mei. "Bahkan aku sendiri juga terkejut saat mendengar berita tersebut. Karena saat pembagian harta warisan dari mendiang ayah ku sudah selesai, mereka semua pergi begitu saja tanpa ada yang bertanya aku akan melanjutkan pendidikan mengenai dunia bisnis dimana. Tetapi aku mendapatkan informasi dari media sosial, jika aku sedang melanjutkan pendidikan di luar negeri."

Mei menundukan kepalanya dalam. "Bibi mewakili paman mu, mengucapkan permintaan maaf. Bibi tidak menyangkan jika paman mu akan melakukan hal tersebut pada mu yang merupakan keponakannya."

Azami menggelengkan kepalanya pelan. "Bibi tidak perlu meminta maaf padaku, karena bibi sama sekali tidak melakukan hal yang salah."

"Tapi tetap saja, suami bibi lah yang sudah berbuat salah padamu. Suami bibi dan juga para saudar kandungnya yang lain." Sambung Mei yang membuat Azami menyetujui dalam hati.

"Ya, tapi tetap saja seperti apa yang tadi sudah aku katakan apda bibi. Untuk saat ini aku benar-benar belum bisa untuk berkunjung untuk memantau langsug apa yang sedang terjadi di dalam perusahaan. Karena aku ingin melihat dulu apakah tindakan yang diambil oleh paman Ken sudah benar atau belum. Jika seandainya nanti perusahaan sudah benar-benar dalam keadaan krisis, baru aku akan mengambil alih secara langsung."

Mei yang mendengar perkataan Azami merasa kecewa. Tapi dirinya tidak bisa memaksakan diri Azami. Mungkin saja keponakan dari suaminya ini sudah memeiliki rencana lain terhadap perusahaan milik keluarganya sendiri.

"Baiklah jika itu sudah menjadi keputusan final mu. Bibi juga tidak bisa memaksa mu. Tapi apa pun yang terjadi nanti, jika memang paman mu melakukan kesalahan maka kamu berhak untuk menghukumnya. Terlepas dia adalah paman mu sendiri, kamu tetap harus mengambil keputusan yang sebagaimana mestinya."

Azami menganggukan kepalanya pelan."Ya, tentu saja. Apalagi bibi sudah memberikan izin padaku untuk menghukum paman, jika memang dirinya suatu saat terbukti melakukan kesalahan pada perusahaan."

Mei menghela nafas panjang. "Lalu saat ini bagaimana dengan pendidikan kau dan Yu-chan? Apa kamu sudah memutuskan untuk melanjutkan pendidikan dimana?"

Mendengar pertanyaan Mei, Azami terdiam sesaat emmikirkan apa yang harus dirinya katakan pada Mei.

"Saat ini aku lebih mementingkan pendidikan untuk Yu-chan, bi. Hari sabtu nanti aku baru akan pergi bersama Yu-chan mengunjungi beberapa sekolah di dekat sini. Semoga saja salah satu dari sekolah itu ada yang mebuat Yu-chan merasa nyaman sama seperti di sekolahnya yang kemarin." Jawab Azami yang membuat Mei terkekeh.

"Pastinya tidak ada yang bisa menandingin sekolah Yu-chan kemarin. Kamu tentu tahu bagaimana fasilitas yang diberikan di sekolah Yu-chan kemarin bukan?"

Azami menganggukan kepalanya pelan. "Ya, aku tahu. Maka dari itu aku berharap Yu-chan bisa menentukan sekolah barunya saat ini."

Seulas senyum kecil terpatri di wajah Mei. "Jika kau membutuhkan bantuan, jangan sungkan untuk meminta bantuan pada bibi. Oh ya, apa kau bisa memberitahu bibi, sekolah mana saja yang akan kalian kunjungi sabtu nanti? Siapa tahu bibi bisa mebantu mu melalui kenalan bibi."

Azami mengulaskan senyum diwajahnya. "Ah, tentu. Aku akan memberitahukan bibi sekolah mana yang akan kami kunjungi."

Azami pun memberitahukan nama-nama sekolah yang akan dirinya kunjungi bersama Yuri hari sabtu nanti.

"Baik, nanti akan bibi tanyakan kepada kenalan bibi mengenai sekolah-sekolah yang kamu pilih ini."

Azami menganggukan kepalanya. "Terima kasih bi. Maaf jika aku merepotkan."

Mei menggelengkan kepalanya cepat. "Tidak, aku sama sekali tidak merasa di repotkan."

Mei melirikan matanya untuk melihat jam tangannya.

"Ah, sepertinya bibi harus kembali sekarang. Bibi khawatir jika paman mu akan curiga jika bibi pergi terlalu lama."

Azami yang melihat Mei beranjak dari duduknya pun, ikut beranjak dari duduknya.

"Bi, biar aku yang antar bibi sampai Tokyo."

Mei membulatkan kedua matanya terkejut mendengar perkataan Azami. "Tidak perlu Azami-kun. Kau juga masih haru bekerja bukan? Mendengar cerita mu tadi, itu akan sangat tidak sopan jika kau pergi saat jam kerja mu masih berlangsung."

"Apa lagi kau mendapatkan pekerjaan ini langsung dari pemilik kafe yang sudah membantu mu dan Yu-chan." Sambung Mei yang membuat Azami terdiam sesaat, sebelum menganggukan kepalanya untuk meyakinkan bibinya.

"Bibi tidak perlu khawatir. Aku belum pernah mengambil izin saat jam kerja, jadi pasti jika aku mengatakan yang sebenarnya kepada mereka, mereka pasti akan mengizinkan ku."

Mei yang merasa tidak enak pun menggelengkan kepalanya cepat. "Tidak perlu Azami-kun. Bibi masih sanggup untuk berkendara sendiri. Lagi pula jarak dari Yokohama ke Tokyo tidak lah jauh."

"Tidak, bi. Aku akan meminta izin sekarang. Bibi tunggulah disini, aku akan segera kembali."

Melihat Azami yang akan segera pergi, Mei pun menahan sebelah pergelangan tangan Azami.

"Jika kau bersikeras untuk mengantar bibi pulang, maka setidaknya bibi harus menemanimu meminta izin pada pihak kafe."

Azami terdiam sesaat sebelum mengulaskan senyum kecil diwajahnya. "Baiklah kalau begitu. Bibi boleh ikut bersama ku."

Setelahnya Azami dan Mei pun berjalan kembali menuju kafe. Azami bertanya terlebih dulu kepada Toshiro menganai keberadaan Goshi. Saat mendapatkan informasi jika Goshi sedang berada di ruangannya pun, Azami dan Mei segera menaiki satu persatu anak tangga menuju lantai dua.

Toshiro dan rekan-rekannya yang melihat Azami menaiki anak tangga menuju lantai dua bersama seorang perempuan paruh baya, mengerutkan dahi mereka heran. Mereka akan menanyakan perihal ini kepada Goshi nanti.

Azami yang sudah mengatakan kepada Mei, jika dirinya dan Yuri tidak memakai nama keluarga mereka yang sebenarnya pun membuat Mei memperkenalkan diri kepada Goshi sebagai saudara jauh Azami dan menyebutkan nama marga keluargannya sebelum menikah.

Setelah menerima izin dari Goshi yang sama sekali tidak merasa keberatan jika dirinya meminta izin untuk mengantarkan bibinya kembali ke Tokyo, Azami mengucapkan terimakasih.

Bahkan Goshi menawarkan agar dirinya ikut mengajak Yuri pergi bersama ke Tokyo.

Mei yang mendengar jika Yuri akan ikut bersama mereka ke Tokyo pun merasa senang. Sedangkan itu Azami merasa tidak enak, karena Goshi meminta tolong pada anggota gangster yang sedang berada dirumah untuk mengantarkan Yuri ke kafe.

Selama menunggu Yuri tiba di kafe, Mei bercengkrama bersama dengan Goshi diruang kerjanya. Sedangkan Azami, dirinya bersiap berganti seragam dengan pakaiannya saat tidak sedang bekerja.

Setelah Yuri sampai di kafe dan melihat sosok Mei, Yuri memekik senang. Dirinya sangat senang melihat Mei, salah satu bibi nya yang berbeda dengan para bibinya yang lain. Saat mendiang ibu nya masih ada, mereka selalu menghabiskan waktu bermain dan berbelanja bertiga bersama dengan Mei.

Azami pun berpamitan pada Goshi dan rekan-rekannya yang lain yang sudah tidak merasa penasaran, karena Yuri menyebut perempuan paruh baya itu dengan sebutan bibi, belum lagi pekikan dan ekspresi riang di wajah Yuri. Membuat mereka juga ikut merasa senang.

"Sepertinya dugaan kita waktu itu, jika Azami-kun dan Yuri-chan berasal dari keluarga terpandang memang adanya." Ujar Daichi yang di setujui oleh Julian, Toshiro dan Tenma.

"Melihat bagaimana penampilan perempuan paruh baya yang di panggil bibi oleh mereka berdua." Sahut Julian dan disetujui oleh Daichi, Toshiro dan Tenma.

"Jangan bilang Azami-kun seorang tuan muda bergelimang harta yang saat ini memegang hak waris pengganti mendiang ayah nya??"

Daichi, Julian dan Tenma melayangkan sorot mata datar kepada Toshiro yang sudah berseru heboh.

"Jika itu benar, maka tamatlah riwayat kita. Bagimana jika kita melakukan tindakan yang sama sekali tidak membuat mereka senang, lalu mereka akan membalaskan dendam dengan membeli kita semua untuk bekerja dibawah perintah mereka??"

Daichi, Julian dan Tenma memutar kedua bola mata malas mendengar perkataan Toshiro yang sangat berlebihan.

"Sudah-sudah, lebih baik kita kembali bekerja." Ujar Tenma yang berjalan lebih dulu meninggalkan Toshiro, Julian dan Daichi.

"Aku juga akan kembali ke dapur. Kau juga sana, Julian-kun." Ucap Daichi yang berjalan menyusul Tenma menuju dapur.

Julian menganggukan kepalanya menyetujui apa yang dikatakan oleh Daichi dan berjalan menujubalik meja barista, meninggalkan Toshiro yang sudah memasang ekspresi tidak senang.

"Hei! Kenapa kalian pergi begitu saja?? Bagaimana jika yang aku katakan tadi menjadi kenyataan??"

"Hei, kalian!"

ตอนถัดไป