webnovel

Anak lelaki dengan semak-semaknya.

"Ught!"

Ringisan dari anak laki-laki itu, membuat Angga menolehkan pandangannya menatap anak lelaki yang kini nampak kesulitan untuk berdiri dari tempat persembunyian mereka.

"Kau, … anak sekolahan?" tanya Angga kepada anak lelaki itu, Angga bertanya demikian karena pasalnya saat itu anak lelaki tersebut mengenakan pakaian semacam seragam anak SMA dengan kemeja putih pendek, sebuah rompi dan juga celana yang juga senada dengan rompi yang dikenakan oleh anak lelaki tersebut.

Anak lelaki itu memiliki mata yang berwarna biru, dengan kulit berwarna kuning, seperti kulit-kulit Asia, rambut lebat panjang ikal, rambut hitamnya panjang seatas bahu dengan poni yang lebih pendek dari rambut yang lainnya. Angga menebak bahwa dirinya adalah campuran, dan itu terlihat dari matanya yang biru. 'Anak itu mungkin berasal dari Korea, Jepang, Thailand, dan juga yang lainnya. Tapi jika tebakan Angga salah, mungkin kedepannya Angga tidak akan pernah menebak ras seseorang dari parasnya lagi, bisa saja dia adalah orang campuran yang lahir di Eropa.

Ditatapnya dengan seksama, anak lelaki yang kala itu tengah menepuk-nepuk baju yang ia kenakan agar tidak terlalu kotor oleh tanah kering yang sempat mereka tiduri. Meski sebenarnya, baju yang dikenakan oleh anak lelaki itu sudah sangat kotor. Ingin sekali Angga berucap bahwa upayanya untuk membersihkan debu yang mengotori seragamnya akan sangat percuma, namun Angga mengurungkan niatnya dan memilih untuk menatapnya.

Kedua mata Anak lelaki itu pun kini membalas tatapan Angga dan kemudian tersenyum, ia mengulurkan tangannya kepada Angga, "Arata Eiji!" ucap anak lelaki itu memperkenalkan dirinya kepada Angga sebagai Arata Eiji. Ragu, satu kata yang bisa menggambarkan perasaan Angga saat ini terhadap anak lelaki yang mengulurkan tangan kanannya untuk berkenalan dengan Angga. Itu semua dikarenakan Angga belum bisa membaca raut yang kini ditampakkan oleh anak lelaki yang baru saja memperkenalkan namanya sebagai Arata Eiji.

Harus banyak berhati-hati, itulah kalimat yang muncul di dalam benak Angga, karena Angga merasa bahwa dirinya belum tahu bagaimana permainan yang ada di dalam labirin ini, membuat ia pun bertanya kepada Eiji maksud dari perkenalan yang dilakukan oleh anak tersebut kepadanya.

"Apa ini? Apakah kau akan membunuhku setelah aku memberitahukan namaku padamu?."

Pertanyaan yang terlontar dari Angga saat itu, membuat Eiji yang mendengarnya pun sempat mengerutkan dahinya sebentar sebelum akhirnya tertawa setelahnya karena pertanyaan itu, "Hahaha … jadi, kau pikir aku akan membunuh dirimu sama seperti mereka yang membunuh orang-orang yang ada di sini??" tanya Eiji kepada Angga, kembali digelengkannya kepala Eiji dan kemudian ia menghelakan napasnya, "Astaga! Hei … aku baru saja menyelamatkanmu dari wanita itu!" sambungnya lagi untuk membela dirinya, lagi dan lagi Eiji menghela napasnya seolah tidak habis pikir dengan apa yang baru saja ia dengan dari ucapan yang dilontarkan oleh Angga.

"Hanya untuk meyakinkan saja, mungkin kau akan melakukannya seperti seseorang yang pernah kutemui, karena kurasa tidak ada yang harus aku percayai di tempat ini." jelas Angga untuk membela dirinya sendiri, mendengar pembelaan itu, membuat Eiji menganggukkan kepalanya merasa setuju dengan pembelaan yang dilakukan oleh Angga.

"Ya! Kamu tidak boleh sembarang mempercayai orang lain di sini … tapi percayalah! Aku tidak seperti mereka, aku berbeda." terang Eiji kepada Angga, Eiji meraih tas yang tergeletak di bawah sana untuk kembali memakainya seraya menolehkan pandangan ke arah kanan dan ke arah kiri dengan was-was, itu semua ia lakukan untuk mengecek situasi di sekitar mereka saat ini.

Pandangan Eiji pun kembali menoleh menatap Angga yang kini menatapnya cukup curiga, melihat dirinya yang seperti itu tentu membuat Eiji kembali menghelakan napasnya dan kembali berucap, "Tenanglah! Jika kau tidak ingin memberitahukan namamu padaku pun tidak akan menjadi sebuah masalah yang serius bagiku, yang terpenting saat ini, kita harus mencari tempat yang aman untuk bersembunyi dan beristirahat!"

Eiji berjalan ke arah depan, dan membuat Angga segera menghentikan langkahnya setelah menyadari bahwa ia berjalan ke arah si wanita tadi berjalan.

"Tunggu! Jalan itu … bukankah itu adalah jalan yang dilalui oleh wanita gila tadi?" tanya Angga kepada Eiji, yang kini menolehkan pandangannya dan kemudian mengangguk seolah dia juga tahu akan hal itu, namun yang tidak dimengerti oleh Angga kepada Eiji adalah, kenapa anak itu justru mengikuti jalan yang ditempuh oleh wanita itu.

"Aku tahu, lagi pula ini adalah jalan yang memang seharusnya ku tuju … karena tidak mungkin jika aku berbalik ke jalan yang sudah kutelusuri sebelumnya, apakah kau akan ikut atau tidak??" sebuah penjelasan dan pertanyaan yang terlontar dari mulut Eiji, membuat Angga merasa kebingungan karenanya.

"Bukankah ada lima tikungan yang bisa kita tuju selain ja…-

Ucapan Angga terhenti ketika dirinya menoleh ke arah belakang dan mendapati bahwa jalanan yang ada di hadapannya kini sudah berubah menjadi satu jalan yang terbentang lurus ke depan, yang karenanya membuat Angga dibuat pusing sekaligus bingung.

"Ayo! Kita harus berjalan." ajak Eiji, membuat Angga merasa cukup ragu dengannya, namun ia juga tidak tahu apa-apa mengenai labirin dan keanehan yang berada di dalamnya, ia juga tidak bisa apa-apa jika harus tinggal sendirian.

Lagipula, terlihat dari seragam Eiji yang sudah sangat kotor, membuat Angga yakin jika anak ini sudah cukup lama berada di dalam labirin yang mereka pijaki dan Angga pun yakin jika Eiji banyak mengetahui labirin ini dibandingkan dengan dirinya saat ini. Alasan itulah yang pada akhirnya membuat Angga memutuskan untuk mengikuti langkah Eiji seraya mencari jalan bagi dirinya untuk bisa keluar dari dalam labirin ini.

"Hei! Aku ikut." Panggilan dan ucapan Angga, membuat Eiji yang berjalan pun menghentikan langkahnya agar Angga bisa menyusul dirinya yang kini kembali melangkah setelah jarak Angga tidak terlalu jauh dengan Eiji. Angga mengikuti langkah Eiji yang kala itu berjalan terlebih dahulu dari dirinya.

"Jadi, mau ku panggil dengan sebutan apa dirimu itu?" sebuah pertanyaan yang muncul yang dilontarkan oleh Eiji, membuat Angga segera menoleh menatapnya yang kini melangkah mundur untuk dapat menatap Angga yang kini berjalan di belakangnya.

"Apa?" tanya Angga, ia tidak mengerti dengan apa yang ditanyakan oleh Eiji, atau lebih tepatnya Angga belum mendengarkan dengan jelas pertanyaan dari anak SMA tersebut.

"Aku … bagaimana caraku untuk memanggilmu?? Apakah aku harus memanggilmu dengan kata 'kamu' saja??" tanya Eiji lagi, kini menjelaskannya lebih detail kepada Angga.

"Ah! Namaku Erlangga … kamu bisa panggil aku dengan sebutan Angga." jawab Angga kepada Eiji yang kini mengedikkan bahunya ke atas dan kembali membalikkan badannya untuk melangkah ke depan seperti biasa.

"Apa yang membawamu kemari?" sebuah pertanyaan yang sangat mirip yang dilontarkan oleh lelaki pemegang kepala yang pernah ditemui olehnya, membuat Angga merasa bahwa ada hal yang aneh.

"Kenapa?? kenapa kau bertanya mengenai hal itu?" sebuah pertanyaan lah yang kembali dilontarkan oleh Angga kepada Eiji, membuat Eiji kini menoleh menatapnya dan berhenti melangkahkan kakinya, untuk berhadapan dengan Angga.

"Karena itu adalah sesuatu yang bisa kita gunakan di sini selain tenaga, pedang dan senjata lainnya." terang Eiji, kedua matanya yang sempat menoleh menatap Angga, kini beralih ke kanan dan ke kiri untuk kemudian kembali menatap kedua mata Angga. Terlihat dari tatapan yang disorotkan oleh Eiji kepada dirinya, Angga mengetahui bahwa Eiji berbicara dengan sangat serius, seolah kata-katanya harus selalu di ingat oleh Angga saat ini.

Next chapter