webnovel

Terciduk

-Moirai Valentine-

--Berduan sama cowo ganteng itu tidak ubahnya bak nonton konser kpop di stadium. Tapi berduaan sama cowo sejenis Erlangga sama halnya setor nyawa ke malaikat pencabut nyawa, menyelin dan bawa sial--

--Halaman sekolah, 01.45. Pm, suasana tenang setelah main petak umpat bersama penjaga sekolah.

Gosip mengatakan jika Erlangga itu adalah cowo paling 'wah' yang pernah ada di sekolahnya. Setiap kali Luna dan teman-teman asramanya membahas tentang pria itu, Maura hampir tidak bisa untuk tidak menutup telinganya.

Seperti kata Luna, pria itu terlalu mewah untuknya yang hanya rakyat biasa, kampret!!

Selain kekayaannya yang tidak akan habis tujuh turunan. Erlangga juga punya tampang bak malaikat walaupun sikapnya sedingin beruang kutub.

Tapi hari ini Maura menyadari beberapa hal dari si Erlang.

Pertama pria itu penakut, jelas teriakannya lebih nyaring dari dirinya tadi.

Kedua, pria itu ternyata lebih banyak maunya dan banyak bacot. Padahal Maura kira Erlang itu sedingin es beneran seperti yang digosipkan para cewe di kelasnya.

Dan terakhir, ternyata si Erlang cukup gentle untuk tidak meninggalkannya sendirian di tengah malam begini.

"Jadi bagaimana?" tanya Maura untuk kesekian kalinya.

Setelah menghindar dari penjaga sekolah tidak berarti mereka akan bebas secara otomatis. Tapi pada kenyataannya pria paruh baya itu kembali melanjutkan patrolinya ke kelas-kelas lain dan memakan waktu lebih dari satu jam.

Alhasil mereka dengan terpaksa bertahan lebih lama lagi di dalam kelas sampai si penjaga benar-benar sudah pulang. Setelah meninggalkan kelas mereka berhenti sejenak di halaman belakang yang menjadi penghubung antara sekolah dengan asrama masing-masing.

"Ya bagaimana lagi, ya pulang. Memangnya lo mau menginap di tengah lapang? Kalau gua mah ogah!" seru Erlang.

"Ck!! Gua juga ogah kali!" Maura mendomel pelan. "Trus masalah file gimana? Kalau sampai file itu berada di tangan Luna atau teman-teman yang lain maka sudah dipastikan mereka akan langsung menyebarnya besok."

Maura menggerakkan tubuhnya gelisah. Masalahnya bukan siapa yang menyebarkan, tapi efek jangka panjang yang akan ditimbulkan oleh kerusuhan dadakan itu.

Apa harus dia merampungkan rencana persembunyiannya sampai akhir kelulusan, kalau dipikir-pikir lagi empat bulan lumayan juga.

Akan tetapi yang menjadi pertanyaan di sini adalah, kenapa hanya dia yang menanggung apesnya? Sialan!!

"Dahlah!! Gak usah di pikirkan, sudah malam ini. Buruan balik ke asrama dan tidur, besok gua mau ujian. Besok-besok kita pikirkan lagi."

Setelah mengatakan itu Erlang langsung melangkah dengan pelan karna rasa kantuknya yang membuat cara jelannya sedikit linglung.

Maura menghela napas panjangnya. Gadis itu memayunkan bibirnya. Benar kata Erlang, dia tidak menyadari jika malam sudah semakin larut. Apa tadi dia terlalu tegang sampai tidak menyadari rasa kantuk?

"Woi!! Ngapain masih di situ. Gak mau pulang ya? Lo mau nginap di tanah lapang hah?" suara Erlang berdengung tiba-tiba di telinganya.

Maura mendongkrak dan mengerutkan alisnya bingung sampai beberapa detik. Sampai akhirnya dia paham jika pria itu sedang menunggunya.

'Serius ini?'

Maura langsung berdaham dan mengeling dengan cepat, "Err … Lo nunggu gua, Lang?" tanya Maura ragu-ragu.

Pria itu mengerutkan keningnya, "Lo gak mau barang gua? Ya udah." Erlang langsung berbalik tanpa menunggu jawaban dari Maura.

Pria itu melangkah lebih cepat dari yang tadi. Muara langsung tersadar dan berteriak nyaring sambil terus berlari menyusul Erlang yang sudah jauh di depan.

'Gitu aja kesinggung!!'

"Yah, mau gua! Mau!! Woi Erlang tungguin gua, woi!!"

"Lama!!"

"Bentar!! Aku kan cewe!!"

Maura menarik paksa hoodie milik pria itu sampai ampunya memekik kesal dan menoleh ke arah Maura. "Tu-tunggu bentar, aku ambil napas ini." Maura bicara dengan terenggah-enggah.

Walaupun hari masih malam, tapi keringatnya tidak ikut tertidur dan memaksa keluar di pelipisnya.

Erlang menghela napas pelan, sesekali ia melirik arlojinya yang sudah menunjukan dini hari. Itu artinya dia sudah melanggar batas malam untuk asramanya, jauh malah, damn it!!

Ekor matanya menangkap bangunan asramanya yang sudah terlihat di depan matanya.

'Apa asramanya masih bisa dibuka? Atau haruskan dia memanjat dinding ke lantai tujuh? Sialan!!'

"Lo jadi cewe lemah bangat sih, lagi segitu aja langsung teper!" ucap Erlang.

Maura mendenggus, ia mendongkrak menatap pria di depannya. Cahaya bulan membuat penampilan Erlangga Lorenzo terlihat bersinar. Apa itu efek dari bulan atau dari dalam dirinya sendiri.

Maura enggan mengakuinya tapi, pria itu memang benar-benar tampan.

"Yaho!! Maura!! Woi!!" Erlang memanggilnya lagi seraya menaik turunkan tangannya tepat di depan wajah gadis itu.

"Eh?"

Maura langsung tersadar dari keterpesonaannya. Wajahnya langsung menunduk sambil menyembunyikan rona merah muda yang menerpanya. Rambutnya dibiarkan sedikit menutupi wajah supaya tidak terlalu kentera rasa malunya.

Sialan!!

Sadar Maura!! Sadar!!

"Lo melamun?"

"TIDAK!!" ucap Maura cepat.

Erlang terkekeh pelan, dia tidak tau apa yang terjadi tapi entah kenapa rasanya lucu melihat reaksi gadis itu, apa ini yang membuat Bintang, temannya itu suka mengerjai Maura?

"Asramamu masih jauh, kalo terlalu banyak istirahat nanti sampainya bisa subuh." Erlang memberitahu sambil memaksa Maura untuk kembali berdiri.

"Kamu tidak ke asrama dulu. Asrama lo kan di sana?" tanya Maura.

Erlang mengeling pelan, "Aku mengantarmu dulu, baru balik lagi."

Degh..

Maura tidak tau apa ini termasuk keberuntungan di dalam kesiaan? Bukan apa-apa, setidaknya dia tidak sendirian terlunta-lunta di tengah malam.

****Moirai Valentine****

Setelah sampai mengantar Maura tepat di depan asrama Libra. Erlang menghela napas berat, ekor matanya menoleh ke sana kemari melihat keadaan sekitar.

"Err.. maksih ya Erlang sudah mengantar sampai sini." Maura membuka suara untuk sekedar basa-basi.

"Asrama Lo unik juga, gua belum pernah ke sini sebelumnya."

Maura mengerutkan alisnya bingung, kemudian mengikuti kemana arah pandang pria itu.

Setumpuk kaleng bekas yang disulap untuk ucapan selamat datang dan juga taman-taman bunga yang potnya dari sepatu bekas.

Maura ikut tertawa beberapa saat sebelum tersenyum tipis. Itulah ke-kreatifan yang hakiki dari anak-anak asrama Libra.

"Cepat masuk," seru Erlang.

Maura mengangguk dan melambaikan tangannya sampai Erlangga berbalik dan melangkah cepat melompati pagar pembatas dan menghilang di balik kegelapan malam. Maura menghela napas berat, lalu melangkah masuk.

Tidak jauh dari tempat mereka, dua pasang mata sedang mengawasi mereka dari jauh. Bersembunyi di balik dinding beton.

"Itu tadi si Erlang bukan?"

Pria yang satunya lagi mengerutkan alisnya berpikir keras, "Masa sih?"

"Benar itu Erlangga Lorenzo dari asrama Phoenix!!"

"Kenapa dia bisa di sini? Tengah malam lagi? Mereka habis dari mana?"

"Atau habis melakukan apa?" tuduh pria yang satunya lagi.

Pikirannya terpusat pada keanehan dari sepasang pria dan wanita yang baru saja saling melepaskan diri untuk kembali ke asrama masing-masing.

Hanya orang bodoh yang tidak curiga tentang itu, terlebih lagi ini sudah hampir dini hari.

"Aku lebih penasaran kenapa pangeran Phoenix itu bisa mengantar cewe dari asrama kita, padahal asramanya sendiri aturannya sangat ketat untuk jam malam."

Bersambung..

***Selamat Membaca***

Next chapter