webnovel

Mulut Ember Si Medusa Tobat

-Moirai Valentine-

--Jika temanmu lebih ember dari tong bocor, maka itu tandanya kamu harus memperbanyak kesabaran, karna ini ujian. Tapi jika sudah melebihi batas kewajaran maka dipersilahkan kaum bar-bar untuk bertindak--

Maura Okatavia Magen nyaris saja terpeleset di depan pintu masuk kelasnya saat mendapatkan kejutan beruntun yang hampir membuatnya syok setengah mati.

Seakan kejutan tempo hari saja belum cukup membuat raganya melayang ke nirwana, kampret!

Kejutan pertama datang dari sahabatnya sendiri, si ular kecil medusa tobat aka Luna Sapphira. Gadis jelmaan Anabelle yang otaknya setengah waras itu menyambutnya seperti pahlawan perang seraya menaburkan kembang tujuh rupa ke arahnya.

Hanya makhluk yang kapasitas otaknya sama yang mengerti.

'Kampret! Apa dia pikir gua setengah gaib apa, sialan!' gerutu Maura dalam hati.

Belum sembuh dari keterkejutan pertama. Tepat si papan tulis terpampang spanduk besar yang isinya surat cinta dari Erlang yang di tulis ulang.

'Kapan si kampret itu membuatnya?'

Maura melotot, sialan. Bola matanya hampir copat kala kata-kata nista yang menggelikan itu ditulis dengan huruf besar-besar dan tergantung di papan tulis.

Beberapa siswa tertawa, mungkin menganggap itu hanya gurauan yang sama seeprti tahun-tahun yang lalu. Hallo? Tidak ada sejarahnya pangeran Phoniex itu benar-benar mengajak kencan wanita dari asrama Libra. Jangankan mengajak mengirim surat, menoleh saja mereka tidak sudi.

Begitu pula dengan para siswa perempuan yang menatap iba kearahnya.

Tidak ada yang tertawa, karena semua wanita di kelasnya adalah temannya. Teman tidak akan menertawakan kemalangan teman lainnya, tapi jika mereka sedang dalam keadaan waras. Jika saat kumat, maka mereka lebih sadis dari para kaum bar-bar, damn it!!

"Woi Maura, seriusan loe dapat surat gaib Valentine?" tanya siswa pria yang tengah duduk di meja temannya sambil tertawa mengejek. Bahkan bertosria, sialan!

Surat gaib valentine adalah sebutan bagi mereka yang mendapatkan surat prank kencan dari para idola sekolah dan nama yang paling sering adalah Erlangga Orion Lorenzo.

Maura mengeram kesal. Ia menatap kesal dengan mata melotot ke arah sahabat kampretnya itu. Siapa lagi tersangkanya jika bukan si Luna. Damn it!!

Maura menghela pelan sambil menyipitkan matanya, "CK! Mau dapat surat cinta kek, mau dapat surat gaib ataupun surat hutang. Itu tidak ada hubungannya dengan kalian tau!!" seru Magen setengh kesal.

Luna dan beberapa teman perempuan lainnya yang tadi ikut menaburkan kembang tujuh rupa kini sudah beranjak mendekati Maura. Salah satu dari mereka menghantam meja sampai berbunyi brakk..

"Lo pada ngapain masih di mejanya Maura! BUBAR!! BUBUR SANA!! KAGA UDAH NGEGOSIB LO PADA!! BANYAKIN AMAL BIAR KUBURAN GAK SEMPIT!" teriaknya.

Maura meringis pelan. Nih satu lagi temannya. Si Melda yang tubuhnya subur, aka gendut yang punya kekuatan bak gorilla Bangkok.

"Selamat ya, akhirnya setelah sekian purnama, temanku ini tidak jomblo lagi." Seru Luna santai. Temannya itu sama sekali tidak peduli dampak dari ke-emberannya.

"Itu seriusan dari si Erlang? Si pangeran Phoenix?"

Beberapa siswa perempuan masih setengah percaya dan tidak. Bagi mereka dapat surat sungguhan dari Erlangga lebih menakjubkan dari mimpi indah, alias mustahil.

Luna bertepuk pelan. Membuat beberapa mata tertuju padanya. Maura merasakan aura-aura yang tidak mengenakkan yang akan terjadi sebentar lagi.

Gadis itu mengerutkan alisnya sambil menatap curiga pada Luna, "Lun, lo jangan coba-coba ya. Atau gua kutuk jadi ember benaren lo." Ancam Maura.

Luna tersenyum kecut dan menutup mulutnya dengan kedua tangannya.

"Hah?? Seriusan ini?" sentak mereka bersama-sama.

Maura menghela kesal, diam salah bicara salah, kampret!

***

Siang harinya Maura memilih duduk di sudut kafeteria, tempat paling tidak terjangkau dari teman-teman sekelasnya yang masih mengintrogasinya tanpa henti bak wartawan sosmed.

'Tarik napas, hembuskan Maura. Tidak ada yang tau selain teman-teman sekelasmu. Asal mulut si medusa tobat itu dibungkam semua akan baik-baik saja.'

Maura memilin semangkok mie ayam yang sudah sedari tadi dia pesan. Otak kecilnya merangkai seribu satu cara untuk setidaknya membuat dia tidak terbebani dengan surat kencannya si Erlang. Atau memikirkan cara supaya tidak ada yang tau tentang hal ini. Satu kelas F sudah cukup menyebalkan. Please jangan sampai anak-anak asrama Libra lainnya juga tau atau lebih buruknya seluruh asrama tau.

Maura bergidik ngeri membayangkan hal itu.

'Cabut saja sekalian nyawanya.'

"Kenapa lo? Sedang memikirkan apa?" tanya Luna.

See, teman kampertnya itu tidak akan mau jauh-jauh dari dirinya, sialan.

Maura mengelingkan kepalanya. "Bukan apa-apa." Selanya pelan, kemudian kembali melanjutkan makannya yang tertunda.

"Tumben gak makan sama Bara?" tanya Maura. Sekesal apapun dia pada apasangan itu tetap saja, lidahnya masih terasa gatal untuk menanyakan hal itu.

"Biasa dia lagi main futsal palingan."

"Kayanya si Bara lebih memilih kencan sama bola dibandingkan sama loe, Lun!" gurau Maura main-main.

Luna mendesis kesal seraya memayunkan bibirnya, "Gak udah tanya-tanya si Bara lagi. Lo fokos saja sama si Erlang, percaya deh sama sahabatmu ini kalo itu cowo lebih dari premium tau gak." Serunya asal.

'Memangnya bensin apa? Sialan!'

Maura mengangkat bahunya acuh. Dia menanyakan Bara bukan berarti dia masih menyukainya bukan. Well, sedikit mungkin.

"Tidak ada Erlang dan teman-temannya? Apa mereka masih ada kelas?" guman Luna mengalihkan pembicaraan sambil melirik keseluruh penjuru Kafeteria.

Maura mendongkrak dan repleks ikut-ikutan mencari sosok Erlang dan dua pengawalnya itu.

'Tidak ada?'

Sebagian Kafeteria dihuni oleh para siswa asrama Libra dan Pegaseus. Entah kenapa dia baru menyadari hal itu. Tidak ada satupun siswa dari asrama Phoenix yang terlihat batang hidungnya.

"Ahh, mungkin mereka mangikuti kelas tambahan. Kan sebentar lagi kelulusan." Luna baru ingat beberapa hal.

"Memangnya kita tidak? Kan kita juga mau lulus?" tanya Maura.

Luna mengeling cepat. "Dengar, Maura. Kita hanya siswa biasa. kalo bahasa manusianya itu kelas bawah alias rakyat jelata."

Maura mendesis kesal. Dan lebih kesalnya lagi itu kenyataan, sialan!

"Dengan kata lain, kita tidak memiliki hak untuk seperti kaum elit. Ingat tentang Lamborghini dan xenia? Itu maksudku," adu Luna dengan wajah serius.

"Lo bisa gak sih gak udah sebut-sebut merk mobil."

"Trus apa lagi dong, masa bunga? Mawar sama akasia gitu?"

"Akasia nama pohon dodol!!" seru Maura, entah kenapa dia bertambah kesal.

"Nah, terus apa dong? Angerek bulan? Itu mahal kan?"

Maura mengangguk sambil menyeringai, "Boleh, aku angrek bulan dan loe bunga bangkai."

"Sialan lo, Ra!!"

Bersamaan dengan itu seorang pria berambut acak-acakan berlari dengan kekuatan penuh, kaos bolanya masih terpasang dengan handuk kecil di lehernya.

Dilihat sekilas pria itu baru saja terburu-buru dengan keringat yang masih membasahi sekujur tubuhnya. Pria itu masuk menerobos ke dalam kafeteria dan menghampirinya dengan napas tersenggak-senggak.

"Jawab dengan jujur. Lo serius mau kencan sama berung kutup itu? Si ketua geng galaksi? Jawab Maura!!"

Bersambung…

Next chapter