"Jangan pedulikan semua hinaan itu. Karena aku akan menjadi orang satu-satunya yang berada di barisan terdepan untuk melindungimu dari semua hinaan itu." (Azka)
*****
Alter ego.
Penyakit yang disebabkan oleh kejadian traumatis yang dialami individu di masa kecilnya. Bentuk trauma ini bisa berupa kekerasan fisik atau mental seseorang.
Penyebab Dira mempunyai penyakit tersebut, karena masa kecilnya selalu diisi dengan didikan ayahnya yang begitu keras. Dira kecil selalu dituntut menjadi gadis yang kuat. Dia tumbuh besar menjadi gadis berparas cantik dengan keangkuhan yang lebih mendominasi. Dia gadis yang begitu kuat, bahkan bisa mengalahkan beberapa anak buah Aditya dalam sekali pukulan.
Karena itu Alter ego muncul dalam dirinya sejak kecil yang bahkan tidak dia sadari. Alter ego itu akan mengendalikan tubuhnya sepenuhnya ketika dia diselimuti amarah yang begitu tak tertahankan. Alter ego nya itu lebih berbahaya dari sosok Dira yang sebenarnya. Alter ego nya bahkan tidak segan-segan untuk membunuh seseorang demi melampiaskan amarahnya. Tak peduli sekalipun yang dibunuh keluarganya sendiri, yang ada di pikirannya hanya satu, memuaskan napsu membunuhnya.
Berbeda halnya dengan Dira yang lebih memilih menguji mental mereka. Mengendalikan mental mereka, dan membuat mereka sadar bahwa yang mereka lakukan itu salah.
Azka memikirkan semua itu. Dia baru mengetahui fakta mengejutkan itu dari Nick dan Edward. Awalnya dia memang tidak percaya, tapi melihat sikap Dira saat di lapangan yang seolah-olah tidak mengingat perbuatannya membuat Azka yakin akan fakta itu.
Nick bilang, penyakit Dira memang sudah tidak asing di kelompoknya. Nick tahu, bahkan sangat tahu dan menyaksikan bagaimana Dira kecil selalu menangis ketika ayahnya memarahinya karena tembakannya selalu meleset dari sasaran. Dira kecil selalu berlatih dari pagi hingga sore hari dan melewatkan masa kecilnya yang seharusnya dia gunakan untuk bermain bersama anak seumurannya.
Waktu itu, Nick dan Edward yang masih kecil selalu mengamati Dira kecil yang giat berlatih tanpa bisa mengajaknya bermain bersama karena selalu dilarang oleh orang tua mereka.
Azka melirik ke sampingnya yang terdapat Dira sedang duduk di mobil bersama. Dia menatap sendu gadisnya, benarkah gadisnya yang dia cintai itu berkepribadian ganda? Rasanya Azka masih merasa itu semua hanyalah mimpi.
"Azka." Dira menoleh ke arah Azka dengan kening yang berkerut dalam.
"Ada apa, Honey?"
Dira bergerak gelisah di tempatnya, dia menatap Azka ragu. "Sebenarnya... kenapa gue bisa ada di lapangan? Terus kenapa banyak orang mengerumuni gue dan ada Monic sama kedua temannya yang luka-luka?"
Deg!
Azka mencengkeram stir mobil dengan kuat, dia menelan ludah dengan kasar. Jawaban apa yang harus dia berikan? Tenggorokannya bahkan mendadak kering. Apakah Azka harus mengatakan yang sebenarnya? Jika Azka mengatakan hal yang sebenarnya... maka Dira mungkin akan sedih. Namun, jika sebaliknya, Dira tidak akan menyadari betapa berbahayanya Alter ego yang dimiliknya.
Edward bilang, Dira jarang sekali marah besar sampai Alter egonya mengambil kendali sepenuhnya. Hari ini setelah sekian lamanya Alter ego itu muncul kembali dan melukai orang-orang yang sudah membuat Dira muak.
"Gue enggak ingat apa-apa, tapi apa mungkin itu perbuatan Alter ego gue?" Raut wajah Dira berubah menjadi murung, tangannya bahkan terkepal kuat tak terima bahwa penyakitnya itu kambuh lagi. Dia benci dengan penyakitnya itu! Dia tidak suka jika ada yang mengendalikan dirinya.
Azka hanya diam tak bisa menjawab. Dia menepikan mobilnya ketika sudah sampai di depan gerbang rumah Dira tanpa memikirkan risiko yang dia dapat. Azka keluar dari mobil lalu membukakan pintu mobil untuk Dira yang masih saja menunduk dengan wajah murung.
Azka menghela napas, dia menangkup wajah Dira dan terkejut ketika mendapati mata itu memerah dengan bibirnya yang bergetar. "Hey, Honey! Kamu kenapa, hm?"
Azka panik ketika air mata Dira turun disertai isakannya. "Hiks, g-gue cacat, Az! Gue penyakitan, hiks..."
Jemari Azka menghapus air mata Dira, matanya menatap teduh Dira lalu membawa Dira ke dalam pelukannya. "Sssttt... Jangan berkata seperti itu, Honey! Bagiku kamulah yang paling sempurna. Kamu gadis yang pemberani. Aku beruntung memilikimu, Honey."
Dira meronta dalam pelukan Azka, dia memukuli dada Azka yang membuat Azka meringis tapi tetap tak melepaskan pelukannya. "Enggak! Lo enggak beruntung, Az! LO SIAL! GUE ITU CACAT, AZ! GUE CACAT!!!" Dira berteriak histeris, gerakannya bahkan semakin brutal membuat Azka kuwalahan.
"Honey, tenanglah! Jangan seperti ini! Kamu tidak cacat. Kamu istimewa, Honey! Jangan menyakiti dirimu sendiri, karena aku ikut merasakan sakitnya." Mata Azka memanas melihat Dira meremas rambutnya frustrasi. Dia mendongakkan kepalanya. Tidak! Bukan saatnya dia ikut bersedih ketika Dira membutuhkan dukungan darinya. Gadisnya itu harus bangkit dan menjadi kuat kembali.
Jika Azka lemah, bagaimana dia akan melindungi Dira dari orang lain yang berisiko membuat Dira celaka dengan memanfaatkan Alter ego yang dimiliki oleh Dira. Gadisnya bisa jatuh terpuruk jika Azka yang dijadikan sebagai sandaran tidak mendukung Dira dari sisinya.
Dira berhenti menangis ketika Azka mengatakan kata-kata yang membuat hatinya tenang, dia mendongakkan wajahnya yang dibasahi air mata. Pipinya memerah karena perkataan Azka, hatinya perlahan menghangat. Jantungnya bahkan berdetak kencang, kali ini dia tidak bisa mengelak lagi. Dira mencintai Azka, dan dia membutuhkannya untuk selalu berada di sisinya.
"Aku mencintaimu, Azka. Aku begitu mencintaimu." Dira memeluk Azka untuk menyembunyikan rona merah di pipinya yang semakin memerah. Jantung Dira berdetak dengan irama yang menyenangkan. Perut Dira terasa tergelitik mendengar pengakuan cintanya pada Azka yang beberapa waktu yang lalu selalu dia tolak mentah-mentah.
Akan tetapi, saat ini Dira sudah menyadari perasaannya sendiri pada Azka. Dira memang awalnya ragu pada Azka, karena cinta pertamanya gagal. Dave mengkhianati Dira dan Black Angel. Oleh karena itu, Dira berpikir Azka hanya ingin mempermainkan perasaannya.
Lambat laun, Dira merasakan ketulusan dalam setiap rasa suka yang diungkapkan oleh Azka dari mulutnya. Azka memanggilnya dengan sebutan sayang, perkataan yang lembut, tatapan hangat, memperlakukan Dira berbeda dari yang lain, bahkan Azka menolak dengan tegas gadis lain yang mendekatinya atau berusaha menyakiti Dira.
Dira tak bisa menutup mata ketika mendapatkan perlakuan istimewa tersebut. Azka tulus, perasaannya benar-benar tulus tanpa diragukan lagi kebenarannya. Hati yang ingin Dira tutup rapat akibat pengkhianatan yang Dira rasakan, kembali terbuka dengan paksa karena menyadari ada seseorang yang tulus berada di sisinya. Azka... benar-benar orang yang sangat dibutuhkan oleh Dira. Dira... benar-benar mencintai Azka.
Azka mematung dengan jantung yang berdetak kencang membuatnya sulit bernapas. Dia... tidak salah mendengar, 'kan? Dira... mencintainya? Ini berarti cinta Azka terbalaskan dan tak bertepuk sebelah tangan.
Azka tak ingin membebani Dira dengan perasaannya yang meluap-luap. Namun, tetap saja balasan akan perasaan cintanya dari Dira selalu Azka nantikan. Azka juga membutuhkan kepastian akan perasaannya. Bukannya memaksa, hanya saja Azka ingin perasaannya dihargai bukannya dibiarkan layaknya sesuatu yang tak berharga.
Tolaklah seseorang dengan tegas namun masih tetap menghargainya jika kau tidak mencintainya dan terimalah seseorang tanpa ragu jika kau memang mencintainya juga. Rasa gengsi tidaklah penting, karena mungkin perasaanmu akan tenggelam ke dasar jika tak segera diungkapkan. Semuanya masalah waktu sampai orang yang mencintaimu akan berpaling pada yang lain jika cinta yang dia berikan tidak segera kau balas.
"Aku juga mencintaimu, Honey. Bahkan sangat-sangat mencintaimu lebih besar dari rasa cintamu padaku." Azka membalas pelukan Dira dengan erat sambil mengecup kening Dira beberapa kali. Dia merasa sangat bahagia, hatinya bahkan berbunga-bunga dan perutnya seperti dipenuhi kupu-kupu yang membuatnya tergelitik.
Mereka tak menyadari ada sepasang mata yang sedang mengamati mereka sedari tadi. Dia tadi mendengar suara teriakan yang membuatnya berada di tempatnya sekarang. Hatinya menyuruhnya untuk menghampiri mereka. Matanya menatap menyelisik berusaha melihat wajah yang di penglihatannya terasa familier.
"Dira." Suaranya mengintrupsi kedua sejoli yang sedang meresapi rasa cinta mereka. Keduanya tampak tersentak dan segera melepaskan pelukan namun sang pria masih melingkarkan tangannya di pinggang gadisnya dengan posesif seolah ingin menunjukkan kepemilikannya.
Dira menoleh dan terkejut mendapati Adinda yang menatapnya sejenak lalu beralih menatap Azka dengan tatapan terkejut. Tangan Adinda terkepal erat dengan tubuhnya yang perlahan bergetar.
"Sayang, d-dia siapa?" Mata Adinda memanas, wajah Azka mengingatkannya pada sosok sahabatnya yang selalu membayanginya. Sahabat yang begitu Adinda hargai bahkan sudah Adinda anggap sebagai keluarga sendiri. Namun, semuanya hancur hanya karena kesalahan seseorang yang membuat sahabatnya sangat terpuruk.
Dira mengerutkan keningnya heran, Adinda memang tidak pernah marah. Tapi, jika ada pria asing yang mendekatinya, maka Adindalah yang paling protective melebihi Aditya. Sekarang... kenapa Adinda biasa saja?
Dira menatap Azka yang menatapnya hangat lalu beralih menatap Adinda. Dengan ragu-ragu, Dira menjawab, "Dia Azka, Ma. Pacar Dira."
"Azka?" Perkataan terkejut itu spontan keluar dari mulut Adinda. Apa? Kebetulan macam apa ini? Adinda menelan ludahnya kasar, namanya bahkan begitu mirip dengan sosok yang dia cari selama ini. Tak menutup kemungkinan seseorang yang selama ini Adinda cari sebenarnya ada di sekitarnya. "Siapa nama lengkapnya?"
"Nama saya Azkara Ranendra, Tante." Azka yang menjawabnya, dia begitu bingung ketika Adinda menutup mulutnya dengan telapak tangannya.
Adinda begitu terkejut sekaligus tak percaya, dia menangis bahagia. Bibir Adinda bergetar seolah ingin mengungkapkan banyak kata yang tak mampu untuk dia katakan. Kemungkinan yang Adinda pikirkan ternyata benar-benar terjadi. Sosok yang selama ini Adinda cari ternyata ada di depannya. Bagaimana Adinda tidak senang mengetahui hal tersebut?
"A-Azka, T-tante sudah mencarimu bertahun-tahun. A-akhirnya sekarang kita bertemu." Dira menghampiri Adinda, dia mengelus punggung Adinda berusaha menenangkan isakannya. Walaupun diliputi rasa bingung, Dira juga mengkhawatirkan Adinda.
"Mama, kenapa? Kenapa Mama mencari Azka? Memangnya ada apa?"
"Iya, Tante, memangnya ada apa?" Azka ikut menimpali, entah kenapa perasaannya mengatakan bahwa akan terjadi sesuatu yang besar yang akan membuat hidupnya berubah.
"A-Azka, se-sebenarnya kamu itu p-putra dari---"
"CUKUP ADINDA!!"