webnovel

4. Perlawanan

"Jangan bermain api jika tidak ingin kau terbakar." (Dira)

*****

Bel pulang sudah berbunyi 20 menit yang lalu tetapi Dira stay ditempat duduknya. Saat merasakan ponselnya bergetar, Dira membuka pesan yang masuk lalu menyimpan ponselnya kembali.

Dira menyambar tasnya dan salah satu tali tasnya bertengger di pundaknya. Dia berjalan santai menyusuri koridor sekolah yang sudah sepi. Setelah berbelok akhirnya Dira sampai di tempat yang dia tuju.

Ya, sekarang Dira sedang berada di taman belakang sekolah, tempat yang jarang dikunjungi oleh para siswa-siswi. Sembari menunggu seseorang, Dira duduk di salah satu kursi panjang yang ada di taman tersebut.

Dira memejamkan mata ketika merasakan semilir angin mengenai wajahnya. Dira membuka mata ketika mendengar langkah seseorang mendekat. Dia menoleh, kemudian berdiri dengan senyum miringnya.

"Datang juga, lo," ucap Dira sambil melipat kedua tangannya didepan dada.

"Iyalah. Gue mengira lo enggak datang karena merasa takut sama gue," jawab Eric dengan wajah songong. Ah, ingin sekali Dira melayangkan pukulan pada wajahnya.

"Takut sama lo?" Dira tertawa mengejek dengan sorot mata merendahkan. Dira melengos ke arah lain tanpa mau menatap Eric yang menurutnya eksistensi yang tak begitu penting di matanya.

"Dalam mimpi sekalipun gue enggak takut sama lo! Yang ada lo yang takut sama gue." Dira berdecih seolah perkataan Eric hanya bualan kosong. Tak ada artinya sama sekali.

Eric menggeram marah dan menatap murka pada Dira yang menatapnya santai dengan seringai andalannya.

"Cih, gue enggak takut sama lo, bitch! Ayo lawan gue kalau lo enggak takut!" Provokasi murahan. Tidak mungkin Dira terpancing begitu saja.

"Lawan lo? Gue enggak sudi mengotori tangan mulus gue buat mukul lo yang enggak guna!" sinis Dira dengan tatapan yang masih meremehkan Eric.

"BANGSAT!!!"

Bersamaan dengan teriakan penuh amarah, tangan Eric melayang ke udara untuk memberi bogeman pada Dira. Tapi Dira lebih gesit dalam membaca gerakan Eric sehingga kepalan tangan Eric berhasil ditangkap. Dira memelintir tangan Eric dengan satu tangan sekuat tenaga yang membuat Eric mengerang.

"ARRGHHH..."

Eric tidak tinggal diam. Dia mencoba menendang kepala Dira tapi lagi-lagi Dira berhasil menghindar.

"Ck ck, kasihan banget enggak kena gue!"

Tanpa diduga, Dira menendang perut Eric yang membuat Eric terpental dan jatuh terlentang di atas rumput.

"Makanya enggak usah main-main sama gue. Udah gue bilangin lo itu terlalu lembek, padahal lo juga anak dari Pemimpin Mafia Black Dragon. Tapi untuk ukuran lo, lo masih jauh di bawah gue karena level kita udah beda. Lo terlalu banyak main di tempat kecil ini, sampai lo lupa seluas apa dunia kami para Mafia." Dira menyayangkan status Eric sebagai orang yang akan menjadi Pemimpin Black Dragon di masa depan. Eric terlalu tidak berguna untuk melindungi kelompok yang sudah Ayah Eric kembangkan dengan susah payah. Penerusnya hanya bermain-main di sekolah yang hanya dihuni beberapa orang kuat saja.

Eric perlahan beringsut duduk sambil memegang perutnya yang sakit karena ditendang Dira. Eric menatap tajam Dira yang berdiri santai dengan sorot dinginnya sambil melipat kedua tangannya didepan dada dengan dagu terangkat.

"GUE ENGGAK AKAN MENYERAH, SIALAN!!" teriak Eric murka. Eric malu, kenapa dia selalu saja kalah dengan Dira yang hanya seorang perempuan. Namun, Eric melupakan bahwa tidak ada perbedaan antara perempuan dan laki-laki. Apalagi di antara Mafia tidak memandang jenis kelamin karena yang kuatlah yang berkuasa.

"TERSERAH!!"

Dira berbalik hendak meninggalkan Eric tapi baru beberapa langkah tulang keringnya ditendang dengan kuat yang membuatnya merintih kesakitan sambil berjinjit-jinjit.

"HAHA... RASAIN ITU, BITCH!!"

"ARGHH!!! ANJING!! BERANINYA NYERANG DARI BELAKANG!! ARRGHH!!" teriak Dira murka sambil masih merintih kesakitan.

Manik mata Dira menggelap dengan sorot yang dipenuhi kabut amarah yang membuat siapa saja yang melihatnya pasti takut. Dira berbalik menghadap ke arah Eric yang ternyata sudah berdiri di depannya.

Benar saja, Eric sedikit merasa takut melihat manik mata Dira yang menggelap, tapi sebisa mungkin Eric menutupinya supaya tidak terlihat begitu lemah di depan musuhnya. Yah, refleks yang cukup bagus untuk Eric yang sepertinya paham akan situasinya sekarang.

Seketika alarm berbahaya berbunyi di benaknya. Lari, kata itu terlintas di pikiran Eric. Namun, sudah tidak sempat bahkan untuk berlari dari hadapan Dira.

"Maksud lo apa hah nyerang gue dari belakang?!! Cih, kalau udah kalah tinggal ngaku aja sih enggak usah gengsi, bego!" geram Dira sambil melangkah pelan mendekati Eric yang perlahan mundur ketakutan.

"G-gak usah dekat-dekat gue!"

Dira menghentikan langkahnya sambil tersenyum miring pada Eric yang memandangnya takut.

"Oh, ya? Terus gue harus gimana dong? Gue kan pengin ngasih lo pelajaran."

Eric bergidik ngeri melihat seringai lebar Dira yang sudah semacam iblis yang menakutkan.

"JANGAN MENDEKAT!!" teriak Eric takut ketika Dira kembali melangkah.

Dira tidak memperdulikan teriakan Eric dan terus melangkah mengikis jarak antara dirinya dengan Eric. Eric berhenti melangkah mundur karena di belakangnya tanah becek yang terdapat banyak genangan air. Kesempatan itu diuntungkan untuk Dira yang terus melangkah mendekat.

"Ngapain lo mundur-mundur? Takut lo sama gue? Tenang aja kita cuma main sedikit lah jadi gak usah takut." Dira hampir saja tertawa ketika melihat wajah Eric pucat seketika.

Eric hanya pasrah kalau dirinya dipukul habis-habisan oleh Dira. Jujur, Eric sebenarnya takut dengan sosok Dira yang katanya kejam dan ganas jika ketenangannya diusik oleh orang.

Salah satunya Eric yang pastinya tidak akan diampuni oleh Dira. Tapi karena ego Eric dijunjung tinggi, dia berusaha memasang kuda-kuda untuk bersiap menerima pukulan Dira nanti.

Dira tertawa mengejek ketika Eric dengan gagahnya memasang kuda-kuda padahal dari sorot matanya jelas sekali terdapat sorot takut.

"Ngapain lo pasang kuda-kuda? Mau lawan gue, iya? Oke kita coba dulu ya tapi jangan salahin gue kalau kelepasan."

Tangan Dira sedari tadi sudah terkepal kuat di belakang tubuhnya. Dia menyeringai semakin lebar ketika tubuh Eric bergetar takut saat dirinya semakin mendekat dan berdiri di depannya.

"M-MAU APA LO, HAH?!! JAUH-JAUH DARI GUE!!" teriak Eric semakin ketakutan. Eric bahkan melupakan apa yang namanya gengsi dan rasa malu karena dirinya sudah terlampau takut.

"Owh, santai dulu. Gue cuma mau main-main sebentar kok. Tenang, gak bakal bikin lo mati kok."

"Lo sih pake main-main sama gue, lihat aja balesannya gue bakal bikin lo menyesal."

Tangan Dira yang terkepal melayang ke udara untuk menghadiahkan bogeman pada Eric yang sudah membuat tangkisan di depan wajahnya. Tiba-tiba tangan Dira berhenti di udara karena ada seseorang yang menahannya. Saat menoleh Dira semakin menggeram ketika mengetahui sosok itu ada disini.

"Shit!" umpat Dira kesal.

******

Kelima cowok tampan dengan kaos olahraganya sedang bermain basket di lapangan. Siapa lagi kalau bukan Azka dkk, ralat cuma empat orang yang bermain basket karena Dimas tidak bermain melainkan santai-santai dipinggir lapangan sebagai wasit.

Sekarang ada dua tim yang terdiri dari Azka dengan Andre, dan Rafka dengan Widi. Mereka bergerak gesit berebut bola, mendribble, menshoort, dan memasukkan bola pada ring lawan. Berkali-kali Azka mencetak poin, berkali-kali juga Rafka mengejar poin sehingga poin mereka seri.

Dan yang membuat mereka kesal yaitu Dimas yang terus saja menjerit-jerit mendukung keduanya ketika akan mencetak poin.

"TERUS, AZ! MASUKIN BOLANYA, NYET. JANGAN KASIH KESEMPATAN BUAT RAFKA," jerit Dimas yang membuat Azka dan Rafka mendengus kesal.

"RAFKA SEMANGAT!! TERUS KEJAR AZKA BIAR ENGGAK CETAK POIN!!" jerit Dimas kembali yang membuat mereka jengah sendiri.

Sebenarnya Dimas mendukung siapa. Beberapa saat lalu Azka yang disemangati supaya mencetak poin. Sekarang, Rafkalah yang disemangati supaya Azka tidak cetak poin.

"BERISIK, NYET!!" teriak Andre kesal karena fokusnya buyar akibat jeritan nyaring Dimas. Andre pria yang yang kalem itu bahkan tak menahan diri untuk tetap diam mendengarkan teriakan Dimas.

Entah apa yang membuat Dimas menjadi seperti ini. Mungkin Dimas melakukan hal tidak berguna selama ini untuk menghibur dirinya sendiri? Itu mungkin saja.

"SEMANG--"

"JANGAN MENDEKAT!!" Teriakan Dimas terhenti ketika dirinya menangkap jeritan lain.

Bahkan Azka, Rafka, Andre, dan Widi berhenti bermain.

"Eh, tadi dengar enggak ada suara teriakan orang lain?" tanya Dimas menatap keempat sahabatnya.

"Iya, tadi gue dengar sekilas pas tadi lo mau jerit bersamaan dengan teriakan itu muncul," jawab Rafka yang membuat semua saling memandang.

"Jangan-jangan--"

Bugh!!

"Aduhh..." erang Dimas ketika dirinya mendapat lemparan bola basket tepat di kepalanya.

"Enggak usah mikir macem-macem, bego!" kesal Azka yang tahu pasti Dimas berpikir yang aneh-aneh.

"Iya-iya." Dimas hanya menekuk wajahnya ketika para sahabatnya malah menertawakan kesengsaraannya.

"Terus aja ketawa! Mati lo semua sana!" kesal Dimas yang malah menjadi mereka tertawa terbahak-bahak.

"Anj--"

"M-MAU APA LO HAH?!! JAUH-JAUH DARI GUE!!"

"Eh, itu ada teriakan lagi. Kayaknya dari taman belakang, deh." Ucapan Dimas membuat semuanya terdiam.

"Yuk, samperin!"

Mereka bergegas berlari menuju taman belakang yang tidak jauh dari lapangan basket. Dari kejauhan mereka melihat ada sosok cewek dan cowok.

"Eh, kok gue gak asing ya sama mereka," ucap Dimas saat mereka berhenti sejenak untuk mengatur nafasnya.

"Wahh itu kan si mafia... Wah mau apa dia sama Eric, jangan-jangan..." Heboh Widi sambil menjeda ucapannya.

"Lo sih pake main-main sama gue, lihat aja balesannya gue bakal bikin lo menyesal."

Tiba-tiba Rafka menangkap suara hati cewek itu siapa lagi kalau bukan Dira.

"Cepat, woy!! Nanti tuh cewek bisa bikin Eric mati!!" pekik Rafka yang membuat mereka kembali berlari mendekati mereka.

Benar saja Dira mengangkat kepalan tangannya berniat menghantam Eric. Tapi, tangan itu terhenti ketika ada tangan lain yang mencegahnya.

Dira tampak menoleh ke samping dan dia menggeram sambil mengumpat.

"Shit!" umpat Dira dengan wajah kesal.

Dira menepis tangannya yang digenggam orang tersebut.

"Argh!! Lo lagi lo lagi!! Enggak bosen lo gangguin gue, hah?!!" geram Dira sambil menatap nyalang sosok di depannya yang menatapnya malas dengan wajah datarnya.

"Gue enggak ganggu kok."

"ARGH!! Rasanya pengin gue CEKIK SAMPAI MATI!!!"

Tipe yang agresif, fufufu:*

Apakah kamu menyukainya? Tambahkan ke koleksi!

LidiaCntys10creators' thoughts
ตอนถัดไป