webnovel

(10) Kepribadian ganda.

Mentari bersinar menerangi bumi. Hana mulai membuka kelopak mata nya perlahan. Ia terkejut saat mendapati diri nya tertidur di kamar nya. Padahal semalam ia begitu ingat, kalau diri nya di ganggu preman dan tiba- tiba jatuh pingsan.

Hati nya bertanya- tanya, apa yang sebenar nya terjadi? Siapa yang menolong, dan membawa nya pulang?

Hana bangkit keluar dari kamar nya, sunyi sepi, hanya ada dia seorang diri di rumah itu.

Ia pun kembali ke kamar untuk mengambil handuk dan hendak membersihkan diri.

Ia semakin terkejut saat kedua mata nya tertuju pada sebuah cermin, melihat pantulan diri nya disana.

Seluruh tubuh nya di penuhi darah.

"A_apa ini?" Hana melihat kedua tangan nya yang kini berwarna merah.

Mata Hana mulai berkaca- kaca, hati nya di penuhi rasa ketakutan.

Seluruh tubuh nya bergetar, air mata nya menetes perlahan.

"Tidak, tidaaak," Hana berteriak ketakutan.

Gadis itupun bergegas menuju kamar mandi, ia merendam tubuh nya selama satu jam. Satu botol sabun cair habis ia gunakan.

Setelah selasai dari ritual mandinya, ia pun bergegas menuju belakang rumah, ia membakar semua pakaian yang di penuhi darah tersebut.

Ia teringat pada kata- kata bibi nya semalam. Bahwa bibi nya meminta untuk di bawakan baju ganti. Ia pun bergegas menyiapkan apa yang sang Bibi perintah.

Dengan perasaan yang di penuhi ketakutan, Hana berangkat menuju rumah sakit.

Sesampai nya di sana, Hana langsung saja menuju kamar Nara. Disana sang Bibi dan Nara sedang menonton televisi yang memang di siapkan oleh rumah sakit.

"Kamu sudah datang sayang," sapa sang Bibi sembari mengambil sebuah tas yang Hana pegang.

"Iya Bi, nonton apa?" tanya Hana.

"Ah ini sayang, semalam di temukan segerombolan preman tewas di gang dekat sini, ngeri banget,"

"Preman Bi?" Hana melihat ke arah televisi dengan tatapan fokus.

Deeg...

Seketika dada Hana terasa sesak, wajah nya memucat. Preman- preman yang tewas itu adalah preman yang mengganggu nya semalam, dan kejadian nya juga di gang yang sama.

"Sayang kamu kenapa? Kamu sakit? Kok pucet banget," ucap sang Bibi khawatir sambil memegang kening Hana memeriksa.

"Tidak Bi, Hana sehat kok, kalo gitu Hana mau ke sekolah dulu,"

"Oh iya, hati- hati di jalan ya,"

"Iya Bi,"

"Hana," panggil Nara tiba-tiba.

"Iya Ra, kenapa?"

"Kalo nanti ketemu Indra, tolong bilangin ya, kalo aku masuk rumah sakit. Suruh dia ke sini, aku mau minta pertanggung jawaban sama dia," dengan suara lemah.

"Iya Ra. Kalo gitu aku berangkat dulu ya,"

"Iya Han,"

Gadis itu berangkat ke sekolah dengan bus, di perjalanan pikiran nya masih terus ia putar untuk mengingat apa yang sebenar nya terjadi semalam.

Tak terasa kini bus sudah terparkir di jalan dekat sekolah. Hana melangkah keluar dari bus, dengan langkah gontai ia langkahkan kaki memasuki halaman sekolah yang sangat begitu luas.

"Hana, kenapa?" Ia terkejut saat Alex tiba- tiba berdiri di depan nya.

"Ouh, Alex kapan kamu datang?"

"Baru saja, bagaimana keadaan Nara?"

"Alex ikut aku," Hana menarik tangan Alex menuju atap gedung sekolah.

"Ada apa Han?"

"Gini Lex, benar kata kamu. Ternyata Nara hamil, hush jangan bilang siapa- siapa ya,"

"Hah? Hamil beneran?"

"Iya, dia hamil anak Indra,"

"Apa? Indra?"

"Iya, bagaimana ini? Indra laki- laki brengsek itu, dia benar- benar_ huuuf entahlah," Hana mendengus kesal.

"Terus bagaimana reaksi Bibi kamu?"

"Bibi sangat marah, bagaimana pun Indra harus bertanggung jawab,"

"Benar, Indra memang harus bertanggung jawab,"

"Kalau begitu aku mau cari Indra dulu ya, aku mau ngomong baik- baik sama dia,"

"Aku akan menemanimu,"

"Tidak perlu, takut nanti malah ribet,"

"Oh ya udah, hati- hati ya,"

"Iya,"

Di sebuah ruang musik yang sepi, Hana mulai membicarakan masalah itu baik- baik dengan Indra.

"Ada apa kau ingin bicara empat mata dengan ku?" tanya Indra

"Itu, Nara_ Nara hamil,"

"Hamil?" Indra terlihat biasa- biasa saja.

"Iya, kamu harus bertanggung jawab Dra,"

"Hahahahaahaaaaaaa" Indra tertawa lepas.

"Kenapa kau tertawa?"

"Tidak apa- apa, tolong sampaikan pada Nara, aku yang akan menanggung semua biaya nya,"

"Apa maksud mu?" Hana memicingkan kedua mata nya.

"Suruh dia aborsi, aku yang akan membayar biaya, nya" dengan nada santai.

"Apa kamu sudah gila?"

"Kenapa? Ini hal biasa, dan ini sudah sering terjadi,"

"Maksud mu?"

"Semua gadis yang ku hamili selalu aku yang bayar biaya aborsi, kau tidak tau? Aku adalah putra dari seorang konglomerat,"

"Kamu benar- benar tidak waras. Kamu bilang pada Nara, kalo kamu bakalan tanggung jawab kalo dia hamil,"

"Ya, aku memang tanggung jawab, buktinya aku mau membayar biaya aborsi nya,"

"Hey, Indra, bagaimana bisa itu kau sebut dengan tanggung jawab? Kau tidak berpikir, kau mau membunuh bayimu sendiri,"

"Halah, gak usah baperan, cuma segumpal darah doang kok,"

Plaaaaaaaak...

Sebuah tamparan mendarat di pipi Indra.

"Kau berani menamparku?" Wajah Indra memerah.

"Ya, kau pantas mendapatkan nya," wajah Hana juga memerah.

"Dasar jalang," Indra mendorong Hana, hingga Hana terjatuh terhantam bangku.

Hana meringis kesakitan. Indra kembali mendekatinya, ia menarik kerah seragam Hana.

Plaaak plaaak...

Sebuah tamparan mendarat di kedua pipi Hana, hingga meninggalkan bekas disana. Darah segar mengalir di ujung bibir nya.

Hana terjatuh di lantai, ia mulai tak sadarkan diri.

"Begitulah jika berani macam- macam dengan ku," ujar Indra, sembari mulai melangkah kan kaki nya. Namun langkah nya terhenti saat ia mendengar nama nya di sebut.

"Hey, Indra," Hana bangkit dari pingsan nya, suara nya yang biasa nya terdengar lembut kini berubah berat. Mata Hana memerah.

Hana tersenyum evil ke arah Indra.

"Wah kau sangat kuat rupa nya," Indra dengan senyum merendahkan.

"Kau hanya seorang pecundang yang beraninya memukul perempuan. Jika kau berani hadapi aku," suara berat Hana menggema di ruang musik itu.

"Hahahahahaaa menghadapimu? Memang nya kau laki- laki? Jelas- jelas tadi kau sudah ka_"

Bug Bug Bug....

Indra tak dapat melanjutkan kata- kata nya, karna pukulan demi pukulan ia terima dari Hana.

Indra memohon ampun. Namun Hana tak menghiraukan nya, ia seperti orang kesetanan.

Indra sudah tak berdaya, ia hampir saja kehilangan nyawa nya. Untung saja Alex yang tiba- tiba datang, menghentikan Hana.

"Hana, sadarlah. Hentikan, kamu bisa saja membunuh nya," Alex berteriak sambil memeluk nya dari belakang dengan erat.

Tiba- tiba Hana pingsan, bersamaan dengan Indra yang kini juga kehilangan kesadaran.

Kedua nya di bawa ke UKS, Alex dengan setia menunggu Hana membuka mata nya.

"Alex apa yang terjadi?" Suara lembut Hana terdengar lemah.

"Syukur lah kamu sudah sadar, tadi kamu berkelahi dengan Indra,"

"Berkelahi dengan Indra? Tidak mungkin,"

"Kamu tidak mengingat nya?"

Hana menggelengkan kepala nya. Dan itu membuat Alex teringat dengan kata- kata teman sekelas nya, bahwa Hana kadang memang aneh.

Apa mungkin Hana mempunyai kepribadian ganda?

"Dimana Indra sekarang?" tanya Hana.

"Dia di bawa ke rumah sakit, karna luka nya cukup parah,"

"Apakah itu semua karna aku?"

Alex terdiam tak dapat berkata apa- apa, karna memang benar, Hana lah yang menyebabkan Indra masuk rumah sakit.

"Tidak mungkin, tadi aku cuma menampar nya sekali, itu semua karna dia gak mau tanggung jawab dan malah nyuruh Nara untuk gugurin kandungan nya. Tapi setelah itu dia nampar aku keras sekali, sampai aku tak sadarkan diri. Udah cuma itu doang yang terjadi tadi,"

Alex melongo, jelas- jelas tadi ia menyaksikan Hana memukuli Indra hingga babak belur.

"Eeeem sudahlah, jangan di pikirin dulu ya, kamu istirahat. Ini bibir kamu luka cukup parah, pasti sakit kan. bisa- bisa nya Indra menampar seorang gadis separah ini," Alex mengalihkan pembicaraan, tangan nya menyentuh bibir Hana yang kini sekarang membengkak karna tamparan Indra tadi.

"Iya, sakit sekali," ucap Hana.

"Ya udah kamu istirahat aja ya, aku ke kelas dulu, nanti pulang nya biar aku antar,"

"Tidak usah, aku bisa sendiri,"

"Jangan menolak, oke,"

"Emmm baiklah,"

Alex pun berlalu meninggalkan Hana.

Pikiran Alex masih di penuhi dengan ke anehan yang terjadi pada gadis yang ia sukai itu.

Bersambung...

ตอนถัดไป