DEG
"A-Apa?"
"Atau 1000 kali. Kau harus mencicil 100 selama 10 hari."
Aleta pun terdesak di sana dan tak bisa bergerak. Dia berkedip-kedip bingung saat merasakan hembusan nafas hangat itu menerpa wajahnya. Kedua tangannya yang tenggelam di bawah selimut dan ditimpa tubuh Lucas tidak bisa dikeluarkan. Dan meski ini sangat sulit, dia tetap menatap Lucas dengan keinginan mengancam.
"Tidak mau! Aku tidak mau melakukan apapun denganmu!"
"Aleta, aku sudah terlalu lelah hari ini. Jangan membuatku marah."
DEG
"A-Aku tidak peduli! Kau pergi! Pergi!"
Aleta bilang begitu, tapi wajahnya semakin memerah. Bagaimana pun Lucas sudah menyentuhnya beberapa kali sejak terakhir kali berciuman. Untuk Aleta yang tidak tahu apa-apa, itu benar-benar membingungkan. Namun Lucas ternyata tidak mudah melepaskannya kali ini. Lelaki itu tak puas hanya dengan sekali dua kali melumat bibirnya.
"Ahhh… mnn… P-Paman—"
"Sssh… diam."
"Tidak, aku tidak mau!"
"Panggil Lucas. Panggil namaku saja."
DEG
"A-Apa?"
Detik itu, Lucas melepaskan ciumannya sebentar dan menahan wajah gadis itu untuk menatap matanya meski mereka tak bisa melihat satu sama lain.
"Kenapa? Kau tidak suka?" tanya Lucas. Tapi lelaki itu tidak terlihat membutuhkan jawaban. "Kau bilang ingin mati. Tapi siapa yang mengizinkanmu begitu, hm? Kau sekarang hidup di tanganku. Jadi menurut saja dengan kata-kataku."
Aleta sungguh tak bisa berkata-kata. Dia gugup. Sungguh. Karena sebelumnya Lucas tidak pernah seperti ini. Lelaki itu tidak pernah menyentuhnya hingga selancang ini.
"L-Lucas..."
Dengan jantung berdebar-debar gila, Aleta pun diam dan menahan sensasi tak karuan disentuh tangan hangat itu. Di bawah selimut. Lucas tetap menahannya, tapi juga menelusupkan jari jemari ke dalam piama bermotif boneka-boneka kelinci itu. Di sana dia menemukan kelembutan kulit yang tiada tara. Dan rintihan Aleta mulai terdengar kala dadanya dipijat-pijat dengan kecepatan bervariasi.
"Khh... Hmmhn... Nnggh..."
Bola mata Aleta berkaca-kaca, dan Lucas mengecup pelupuk yang mulai basah itu perlahan. "Di sini nikmat? Bagaimana rasanya?"
"J-Jangan..." pinta Aleta takut. "Jangan, Paman. A-Aku... Aku... Ini tidak boleh kan?"
"Kenapa? Kau tidak sedarah denganku," kata Lucas. "Kau adalah anak angkat. Bukan kandung. Kau dan aku tidak memiliki ikatan apapun."
"T-Tapi..."
"Kau sudah terbiasa kucium selama ini. Jadi kenapa hal seperti ini menjadi masalah?"
"Ugh... B-Bukan begitu."
Tak mengindahkan ucapan Aleta, Lucas justru membuka selimut gadis 18 tahun itu. Segera mengambil kedua tangannya yang ingin mendorong. Menyatukannya di atas ranjang sebelum menciumnya dengan ganas.
Lucas tak lupa melepas kancing piama gadis itu satu per satu dengan tangan kirinya.
Aleta pun berdebar luar biasa. Dia tak bisa melihat apa-apa. Dia hanya bisa menendang beberapa kali di bawah selimut, namun perlahan melemas ketika tenggelam dalam sensasi berbeda yang ditinggalkan sentuhan Lucas di bibirnya.
"Ahh... Hhhh... Hahh..."
Aleta tersentak ketika merasakan tubuhnya ditimpa beban yang semakin berat.
"P-Paman?"
Lucas sudah menindihnya sempurna saat ini.
Lelaki itu menggosok bibir bawahnya yang sudah lembab dengan ibu jari. Aleta mungkin tak bisa melihat pemandangan di luar sana, tapi dia yakin lelaki itu sedang menatap wajahnya saat ini. Dari wajah ... Kini Aleta merasa sangat malu karana mata itu sepertinya sudah menatap hal yang lain.
Dadanya. Yang kini terbuka perlahan karena Lucas melepasi kancing bra-nya dari belakang punggung dan melepas benda kecil itu hingga jatuh di atas lantai.
"L-Lucas...!" jerit Aleta takut.
"Bagus, seperti itu. Panggil aku dengan namaku," kata Lucas.
Kini kecupan lelaki itu hinggap di belahan dada Aleta. Aleta pun tertegun. Dia meneguk ludah kesulitan beberapa kali sebelum menggigit bibir karena ngilu perih tak tertahankan yang mendadak hadir di tonjolan mungil bagian kirinya.
"Ah!"