Sudah begitu banyak joker yang aku habisi setelah pertemuan konyol itu. Akhir-akhir ini aku sering tertawa sendiri mengingat si kelinci pirang. Lebih tepatnya merasa bodoh dan malu karena dengan hebatnya dia bisa membuatku kalah telak.
Sekarang aku masih berada di sebuah tepian sungai, sesosok mayat sudah tergeletak di sisi sungai masih terduduk diatas kursi lipat. Didepannya terpasang sebuah joran yang talinya melintang ke dalam air. Pria paruh baya itu adalah Jokerku hari ini.
Murata Takeda 42 tahun. Sudah.
Aku mencoret fotonya yang terpasang di halaman The Book of Joker dengan spidol merah. Rasa-rasanya jika aku tinggalkan pria ini, akan ada karma buruk padaku. Bisa saja, tidak ada orang yang akan menyadari kematiannya. Atau bahkan ada hewan liar disekitar sungai ini yang membawanya. Eh tunggu! Tempat ini jauh dari hutan.
Ah.. sudahlah, yang penting tugasku sudah selesai hari ini. Bagaimana nasib jasad ini bukan urusanku. Lalu aku kembali teringat wajah Naoki. Wajah merahnya. Wajah jahatnya ketika dia berkata 'tidak ada yang menggoda sama sekali'!
'Bagaimana jika sekarang kita bermain-main sedikit dengannya?'
Aku hanya memerlukan beberapa detik untuk bisa bertemu dengannya. Dia ada disana, terduduk diam di kursi taman. Ada apa? Dia tampak berbeda, muram. Aku hanya 3 meter darinya, langkahku pelan mendekatinya. Tapi, dia tetap menyadarinya.
"Ah.. gadis suram, sekarang pakaianmu cocok dengan musimnya. Ah.. ya sekarang sudah awal musim dingin ya. berapa lama kita tidak bertemu?" katanya pelan sambil menerawang ke arah langit.
'Tidak seperti yang seharusnya.. tidak seperti yang aku harapkan.'
"Kau tidak kedinginan duduk disini?" aku melihatnya, buku-buku jarinya mengepal disisi tubuhnya, sedangkan lengannya pasrah terkulai. Kukunya putih seakan kepalan itu tak sanggup meredam dingin.
"Aku hanya merasa sejuk sedikit" bibirnya rapat kembali, seakan tidak ada hal yang ingin ia ucapkan kembali. Mata coklatnya terus melihat langit yang berawan sore ini, beban berat itu menggumpal di pundaknya, terduduk sambil tertawa.
"Hei" ia menoleh kearahku. Matanya ... hal indah pertama yang pernah kulihat pada manusia, melihatku. Seakan berbisik, lalu kalimat yang sudah tersusun di otakku menghilang begitu saja. "Tidak jadi" aku bangkit dari duduk "Sudah ya" rasa tidak nyaman mulai datang padaku. Dia sedang tidak baik-baik saja, bukan saatnya mengajaknya bermain.
"Kenapa pergi?" katanya pelan "Sebenarnya banyak yang ingin aku tanyakan padamu, jika ternyata itu membuatmu tidak nyaman aku akan diam. Tapi, bisakah kau disini sebentar lagi saja. Orang yang biasa menemaniku sedang sibuk sekarang" tangannya menunjuk tempat kosong disebelahnya, matanya.. lagi-lagi! Kenapa bisa ada bocah laki-laki semanis ini?! Aku tak bisa menolaknya. Tentu saja kan?
Dengan tenang aku duduk disisinya dan mulai mengamati, rambutnya mulai tumbuh sehingga cat rambut dengan pangkal rambutnya tidak sama, warna asli rambutnya terlihat jelas dimataku, hitam kecoklatan. Telinganya mungil, dan ada tanda lahir di bawah matanya, samar sekali sehingga aku baru menyadarinya. Kenapa itu tidak tertulis di Book of Joker yaa, bahaya sekali kalau aku menghabisi orang yang salah hanya karena tanda lahir, misalnya saudara kembarnya.
"Kau melihat apa?" kepalanya sedikit miring melihatku dengan tatapan bingung. Jujur saja aku terkejut.
"Kau punya tanda lahir dibawah mata kirimu, dan kau punya warna rambut yang indah" tangannya menyentuh setiap bagian yang aku sebutkan, dan itu lucu sekali.
"Haa... itulah kenapa setiap orang tertarik padaku, karena aku tampan" seketika tawaku menyembur, narsis sekali dia ini. Walau itu benar.
"Jangan tertawa, kau tidak sopan" dia kembali terdiam.
"Kenapa kau mewarnai rambutmu? Bukankah warna alaminya saja sudah bagus?" dia terlihat seakan berfikir, tapi aku yakin tanpa berfikirpun dia tahu jawabannya. Yah.. aku bukan cenayang yang bisa membaca pikiran tapi aku selalu bisa membaca ekspresi, karena aku Karasu.
"Aku ingin mudah di kenali saat berjalan di kerumunan." Naoki menoleh padaku lalu kembali melihat langit "Hari itu saat festival aku berjalan bersama ibuku. Jalananya ramai sekali, lalu aku terpisah dari ibuku. Ibuku tidak bisa menemukanku, aku juga tidak bisa menemukannya. Aku terdorong gelombang manusia, sampai akhirnya berada di tempat sepi dekat kuil, aku duduk berjongkok sambil menangis"
"Lalu"
"Ada seorang gadis kecil yang sepertinya lebih tua dariku beberapa tahun.. Aku masih ingat, ia pakai kimono motif kupu-kupu berwarna biru langit. Dia menepuk kepalaku dan bilang 'apa kau tersesat?' lalu dia menarik tanganku menuju pos tidak jauh dari kuil, sambil berjalan dia menoleh padaku dan bilang 'kau harus mencolok agar mudah dikenali'. Hal itu yang selalu aku ingat"
"Hmmm"
"4 jam ibuku akhirnya datang sambil menangis" dia tertawa pelan sambil bergumam "Lama juga yaa mama" air matanya mengalir, tapi dengan cepat dia mengusapnya lalu menunduk. Aku melihatnya, itu akan sangat tidak nyaman baginya. Jadi aku menoleh kearah lain.
"Apa kau kedinginan?" aku bertanya tanpa melihat kearahnya "Hajime-kun?"
"ah?! Itu... jangan panggil begitu!!!" dia mendengus "Panggil Naoki saja, aku tidak suka jika ada orang yang memanggiku dengan nama belakangku"
"Kenapa? bukankah itu memang nama margamu?"
"Ya, itu nama marga ayahku. tapi aku tidak pernah mau bermaksud menjadi bagian keluarga itu lagi" katanya, masih tidak menoleh padaku.
"dan kenapa kau selalu bertanya begitu?"
"Bertanya apa?"
"'Apa kau tidak kedinginan' begitu!" akhirnya di melihatku
"Kata orang-orang musim dingin itu dingin, salju turun orang-orang memakai mantel tebal dan syal"
"Kata orang?" dia terdiam sejenak "Memangnya kau tidak merasakanya sendiri?"
"Tidak" aku tersenyum "Aku tidak merasakan apapun"
Ya, aku tidak terpengaruh musim di dunia manusia. Aku tidak akan merasa gerah di musim panas, atau kedinginan di musim dingin ini. Tentu saja karena aku Karasu.
"Bagaimana mungkin?!" matanya membulat melihatku, ada rasa tidak percaya disana. lalu dia meraih tanganku "Waaaah! dingin sekali!! tanganmu sedingin ini tapi kau biasa saja. kau harus menggunakan sarung tangan!" dia mengangguk pelan lalu melepaskannya.
Naoki kembali melihat langit dan terdiam. "Kau benar-benar orang yang aneh. Aku tidak yakin kau berasal dari dunia yang sama denganku"
'Ya Naoki, dunia kita memang berbeda'
"Itu lebih baik.." katanya samar "Kau tak perlu merasakan hal-hal yang tidak menyenangkan. Aku iri.."
"Itu tidak benar.. kau tidak akan mengerti apa itu hangat, jika kau tidak pernah merasa dingin. Iyakan?" dia sedang tidak baik-baik saja, ada apa?
"Benar juga" dia menunduk lalu menangis lagi
Ada apa dengannya?
"Maaf aku jadi melankolis, terimakasih banyak yaa"
Tunggu kau belum menjelaskan apa yang terjadi.
Dia tersenyum tapi airmatanya mengalir. Senyum apa itu? Sebelum aku mengerti, dia sudah beranjak pergi.
***