Tak terasa, waktu sudah menunjukkan pukul tengah hari, sudah dua jam lamanya Roki terdiam sembari menikmati nuansa damai seorang diri. Gadis kecil itu tertidur, melepas lelah pada sebuah sofa tak jauh dari tempat Jhon tidur. Namun dia pun sadar, bahwa cepat atau lambat perjalanan pun harus di lanjutkan. Persediaan makanan milik Sang Penghuni rumah sebelumnya, hanya cukup untuk tiga hari kedepan. Juga berbagai macam marabahaya yang selalu mengintai di luar sana.
Beruntung rumah ini, dilengkapi oleh pagar yang terbuat dari beton dan besi juga dilengkapi oleh perisal elektro magnetik transparan, berbentuk seperti sebuah kubah yang melindungi rumah ini selama 24 jam. Jadi rumah ini aman untuk sementara waktu, dari situ dia pun mengetahui bahwa apa yang dikatakan Sang Psikopat bukanlah bualan belaka. Sementara itu Profesor pun terdiam, sembari menatap ke bawah memikirkan objek penelitiannya yang bisa mengeluarkan tentakel pada salah satu pergelangan tangannya, saat menyelamatkan Jhon yang hampir terbang terbawa angin.
Kini sudah saatnya, bagi sang profesor untuk melatih kemampuan Roki. Sebab waktu yang terbuang tak akan bisa kembali, di luar sana akan ada banyak musuh berkemampuan khusus menanti dirinya. Setidaknya dengan latihan hari ini, Profesor pun berharap menangkal kemungkinan terburuk yang akan terjadi.
"Dari pada melamun tidak jelas, bagaimana kalau kamu melatih kemampuanmu?"
"Boleh sejak tadi aku memang sedang memikirkannya, mengenai kemampuanku di luar nalar yang terjadi padaku akhir-akhir ini," ucapnya sembari menatap profesor dalam wujud hologram dewasa duduk tepat di sampingnya.
"Baiklah, sekarang kamu coba keluarkan tentakel pada salah satu pergelangan tanganmu. Dan keluarkan sepanjang yang kamu bisa," perintahnya pada Roki.
Roki pun menjulurkan tangan kirinya, sedikit demi sedikit kulitnya mengupas lalu keluarlah lima tentakel berlendir, terbentuk dari struktur otot, daging dan tulang lunak memiliki diameter 4 cm. Rasa sakit, ketika tentakel itu ketika keluar dari kulitnya tidak sesakit seperti sebelumnya. Secara perlahan tentakel itu memanjang hingga mencapai batasnya.
"Rupanya hanya 2,5 m, hasil yang lemayan untuk saat ini. Sekarang coba kamu angkat beberapa ember, di atas tanah dengan satu persatu dengan tentakelmu pada setiap ember," perintah Sang Profesor.
Satu persatu tentakelnya melilit setiap ember yang ada di depan matanya, lalu sebagai permulaan dia mengangkat satu persatu. Dia kesulitan mengangkatnya, tentakel itu terlalu rapuh untuk mengangkat sebuah ember tanpa di isi beban. Tapi ketika dia menariknya, tarikan tentakel itu sangatlah kuat dan cepat sehingga membuat dirinya sedikit terkejut, sedangkan Profesor terdiam sembari menganalisa yang ada di depan matanya.
"Bagaimana rasanya, ketika kamu menggerakkan tentakelmu sendiri?" Tanya Sang Profesor.
"Seperti menggerakkan tangan dan kakiku sendiri," jawab Roki.
"Kalau begitu coba, aku potong salah satu tentakelmu sendiri," perintahnya pada Roki.
Pemuda itu memasukkan tentakelnya kembali, ke dalam pergelangan tangan kanannya lalu masuk ke dalam dapur dan kembali membawa sebuah pisau dapur yang sangat tajam. Kemudian dengan rasa ragu, dia mengeluarkan salah satu tentakel lalu memotong salah satu ujung tentakel tersebut dengan pisau. Roki pun tidak merasakan sakit, ketika ujung tentakel itu putus dan dalam sekejap saja, ujung tentakel tersebut kembali seperti semula. Bagian ujung yang terpotong, bergerak bergelimpangan bagaikan cacing kepanasan.
"Kemampuanmu dalam menggunakan tentakel, harus banyak berlatih lagi. Kuyakin secara bertahap, kamu bisa menguasainya sebab di dunia ini tidak ada yang mustahil jika kamu berkerja keras," ucapnya memberi semangat.
"Terimakasih Profesor, aku pasti akan berlatih Tapi jika tidak sempat, aku pasti akan menggunakannya agar bisa beradaptasi," timbalnya dengan penuh semangat.
"Roki ada satu hal yang ingin aku beritahu padamu."
"Apa itu?"
"Cepat atau lambat, kuyakin pengikutmu akan bertambah. Tapi apa kamu sudah siap dengan pengkhianatan yang akan segera kau hadapi?"
Roki pun terdiam, ia menatap ke bawah dengan sayu memikirkan apa yang dikatakan oleh Sang Profesor. Mengenai pengkhianatan, yang suatu saat akan terjadi. Sejak awal dia tidak mempercayai, siapapun termasuk gadis kecil itu saat pertama kali bertemu. Apalagi teknologi canggih di masa depan, yang di penuhi oleh keajaiban serta tipu daya. Seketika dia teringat dengan oleh sebuah tutur kata bijak, dari salah satu tokoh terkenal yaitu Rangga. Dia berkata bahwa, tahun semakin bertambah keadaannya bukan membaik malah semakin buruk.
Entah seberapa buruk dunia ini di zaman sekarang, yang jelas dirinya berada di alam liar. Alam yang di penuhi oleh misteri yang belum terjamah, oleh siapapun kecuali dirinya. Tapi setelah semua yang terjadi, Roki mulai mempercayai mereka bertiga. Mungkin sebelum pengikutnya bertambah, secara perlahan dia akan memberitahu siapa dirinya yang sebenarnya. Percuma jika dia terlalu lama menyembunyikannya, suatu saat pasti akan terungkap. Dan siapa tau, diantara orang-orang yang dia percaya ada yang berkhianat, dengan penuh keyakinan serta keberanian dia siap menghadapi.
"Aku siap menghadapinya," jawab Roki.
"Syukurlah nak, aku sempat khawatir jika kamu belum siap. Bisa-bisa rencanaku mengubah sejarah menjadi berantakan, sebab hanya kamu harapan satu-satunya. Meskipun suatu saat, diriku mendapatkan hasil yang tidak sesuai harapan. Setidaknya aku sudah mencoba," ucapnya.
"Sebenarnya siapa dalang dari semua mimpi buruk ini?" Tanya Roki dengan penasaran.
"Kamu akan mengetahuinya, setelah datang di laboratoriumku. Itu pun jika aku masih ingat dimana aku menyimpan datanya ha.ha.ha," ucapnya sembari cengar-cengir.
"Dasar pria aneh," ucap Roki.
"Tapi yang terpenting dari itu semua, kamu harus mendapatkan battrey untuk mengisi daya Genix. Maka kamu bisa mengetahui, kemampuan tersembunyi dari ciptaanku. Juga kamu bisa melakukan perjalanan lintas waktu, sesuai yang aku janjikan," ucapnya sembari menatap Roki.
"Ya ampun, kenapa semua ini bisa terjadi?" Tanya Roki dengan raut wajah agak sedih.
"Selama manusia memikirkan perut sendiri, kedamaian serta kesejahteraan hanyalah mitos. Dan itu kenyataan pahit yang harus kita terima hingga sekarang," ucapnya.
"Sial," timbalnya dengan singkat.
"Sudahlah ayo kita lanjutkan latihannya, kamu tidak bisa menguasai satu kemampuan saja bukan?"
"Iyah, kamu benar Profesor," jawab Roki sembari beranjak dari tempat duduknya.
Latihan berikutnya pun di mulai, Profesor meminta Roki untuk membuka mulut, taring, serta melebar ruas rahangnya dua kali lipat. Mendengar perintahnya Roki pun kebingungan, lalu ia diminta untuk berkonsentrasi sembari membayangkan prosesnya. Berbicara memanglah mudah, tapi melakukan hal itu sangatlah sulit. Meskipun begitu, Roki memutuskan untuk mencobanya. Lambat laun taringnya memanjang, mulut serta rahangnya melebar, tak di sangka struktur wajahnya mulai terbelah. Kulit serta tengkoraknya mulai membelah menjadi empat bagian, bola matanya mulai terlihat dengan sangat jelas, penglihatan berubah menjadi inframerah. Dia pun melihat gadis kecil itu, berdiri menatapnya dengan mata dan mulutnya yang terbuka. Mengetahui akan keberadaan gadis kecil itu, spontan struktur wajahnya kembali seperti semula.
"Angela aku bisa jelaskan," ucapnya menatap gadis kecil itu dengan khawatir.
"Kya! Kak Roki keren banget bisa melakukannya," ucapnya dengan rasa kagum pada dirinya.
Mereka berdua pun bernafas lega, mereka kita gadis kecil itu akan kabur ketika melihatnya. Namun gadis kecil itu, malah merespon di luar ekspektasi mereka berdua. Roki dan Profesor saling berpandangan, dalam hati dengan kompak mereka berkata bahwa gadis kecil itu adalah gadis yang aneh, lalu mereka berdua pun tersenyum lega melihatnya. Kemudian gadis kecil itu berjalan mendekati mereka berdua, lalu dia duduk tepat di samping Roki.
Gadis kecil itu memeluk tangan Roki, sembari menggesekkan kepalanya seperti seekor kucing yang ingin meminta makan. Pemuda itu tersenyum, dia mengusap tempurung kepala gadis itu dengan sangat lembut sembari menatap langit biru yang cerah. Sedangkan Profesor hanya terdiam, membiarkan Roki untuk beristirahat sejenak.
"Baju kakak sudah aku cuci," kata gadis kecil itu.
"Wah terimasih, sebagai tanda terimakasih kuberi satu permintaan. Cepat katakan, apa permintaanmu?"
"Angela ingin ikut berlatih bersama kakak," ucapnya dengan semangat.
"Semangat yang bagus gadis kecil, Profesormu ini akan ikut membantu melatihmu," kata Profesor Xenom.
"Siap Profesor!"
Roki dan gadis kecil itu berdiri saling berhadapan, lalu dia memimpin pemanasan seperti apa yang dirinya lakukan semasa sekolah. Selesai melakukan pemanasan, gadis kecil itu diminta berlari mengelilingi halaman rumah sekuat yang dia bisa. Namun sebelum itu Roki sempat memindahkan beberapa ember di atas tanah menggunakan tentakel miliknya. Gadis kecil itu mulai melangkahkan kakinya, mengelilingi halaman rumah sekuat yang dia bisa. Kedua kaki gadis kecil itu terasa sakit, keringat pun mulai bercucuran serta nafas yang ngos-ngosan.
Semangat membara yang ada pada dirinya, memaksa tubuhnya untuk terus melangkah hingga kedua kakinya tak bisa bergerak. Dan akhirnya, dua puluh dua keliling telah dia dapatkan. Kemudian dia pun duduk di samping Roki, beristirahat sembari meluruskan kedua kakinya. Setelah lima belas menit lamanya dia beristirahat, gadis kecil itu diminta melakukan push up. Kedua tangannya gemetar, ketika gadis kecil itu melakukan dua puluh kali push up. Keringat menetes membasahi tanah, urat-uratnya mulai terlihat mendorong penuh dengan kedua tangannya. Hingga akhirnya dia berhasil memperoleh dua puluh lima kali push up. Selesai melakukan push up, Roki meminta gadis kecil itu menyerangnya dengan tangan kosong. Dengan semangat Angela mengerahkan seluruh kekuatannya untuk menyerang Roki, namun dengan sangat mudah Roki dapat menangkisnya. Latihan itu terus berlanjut hingga sore hari.