webnovel

[Bonus Chapter] Perbedaan Kecil

Keseharian Adelin

Setelah sekian lama bekerja sebagai asisten pribadi Rigma, Adelin akhirnya mendapatkan jatah liburan. Sudah tujuh hari berlalu, Rigma belum kunjung mengabari markas pusat. Line sudah menginformasikan soal waktu 1 bulan yang diminta oleh Rigma. Sebelum satu bulan berlalu, tidak boleh ada anggota tim raksha yang mencarinya. 

Adelin menjalani aktivitas seperti biasa. Ia menyewa sebuah apartemen yang ada di dekat markas utama. Pesawat induk milik Tim Raksha bersiaga di teluk jakarta. Mereka tidak ingin terlalu jauh dari tempat menghilangnya Rigma. Adelin sekarang menggunakan pakaian santai dengan celana jeans pendek, tanktop ungu dan jaket jeans. Ia berjalan keluar rumah sambil membaca catatan kecil. 

'Pertama-tama aku harus mencoba menyesuaikan diri dengan orang sekitar… aku bukan orang yang pandai bergaul. Jadi minimal aku tidak boleh berbuat kasar pada orang lain.'

Buku catatan kecil itu adalah sebuah buku yang berisi saran dari Rigma. Rigma membuatkan catatan khusus untuk Adelin agar ia bisa berkembang. Catatan itu berisi hal-hal yang harus dilakukan Adelin ketika memiliki waktu kosong. 

'Kedua… cobalah mencari pekerjaan paruh waktu yang cocok untukmu. Kamu bisa menemui berbagai macam orang bila membaur sambil melakukan pekerjaan normal.'

Adelin berdiri di depan sebuah toko buku yang cukup besar. Ia pun masuk dan menyapa penjaga di meja depan toko tersebut. 

"Adelin…! Akhirnya kamu memulai pekerjaan pertamamu di sini."

"Ya… terima kasih sudah menerimaku bos…"

"Aku yang harusnya berterima kasih… berkatmu aku bisa beristirahat bebera jam. Kamu akan bekerja bersama Rufian dia akan mengawasi bagian dewasa. Bila kamu membutuhkan sesuatu atau ada pertanyaan kamu bisa bertanya padanya. Deni juga ada di ruang cctv, dia akan mengawasi gudang dan toko dari pencurian. Jadi kamu tidak perlu terlalu khawatir… oh iya… di atas juga ada Filana yang menjaga cafe."

"Baik bos…"

Adelin bekerja sebagai pengganti wanita tua yang barusan menjaga kasir di meja depan. Toko buku itu memiliki cafe di lantai dua yang dilayani oleh robot. Toko buku tempat Adelin bekerja paruh waktu bukanlah tempat yang ramai dikunjungi. Toko itu berhasil bertahan karena adanya cafe di lantai dua dan juga wilayah buku dewasa. Namun toko itu masih memiliki banyak buku cetak dan buku digital lain selayaknya toko buku biasa. 

"Hei Adelin… bisa kamu jaga bagian dewasa untukku…?"

"Bukannya itu tugasmu?"

Adelin kembali mengingat pesan Rigma dimana ia harus bisa beradaptasi dengan perubahan situasi. Niat Adelin untuk protes lebih lanjut pun hilang. 

"Ayolah… akhir-akhir ini jarang pengunjung di bagian umum. Aku butuh sedikit istirahat… nanti biar si Deni yang jaga bagian umum sampai jam 3."

"Baiklah… selama tidak terjadi masalah aku tidak keberatan."

Adelin menjawab perkataan Deni dengan santai. Ia pun memasuki area dewasa yang berada di bagian belakang toko. Di sana ada beberapa pria yang sedang asyik memiliki buku. Bagian dewasa memang memiliki dua jalan masuk sehingga para pelanggan lama tidak perlu lewat pintu depan. 

Beberapa pelanggan yang sedang memilih buku digital terus melirik ke adelin. Mereka terus menerus mencuri kesempatan untuk melihat payudara Adelin yang menonjol di balik seragam kerjanya. Adelin menyadari hal tersebut, tapi ia hanya menghela nafas dan tetap diam. 

Pelanggan datang pergi dan silih berganti. Semakin banyak mata yang melirik ke arah Adelin. Terutama pada kedua payudaranya yang begitu menonjol. Meski begitu, tidak ada satupun pelanggan yang berani menggodanya. 

Mereka takut karena postur tubuh Adelin yang terlihat seperti mantan anggota militer. Ditambah ada banyak cctv di setiap sudut toko. Tak terasa jam kerja Adelin pun selesai, Ia melewati hari pertamanya dengan aman tanpa ada masalah. Namun Adelin berjalan menuju apartemennya, ia dibuntuti beberapa pria. 

'Situasi ini sungguh kacau… aku tidak mengira tindakan mereka akan sejauh ini.'

Di sebuah jalan sepi Adelin pun disergap oleh para pria tak ia kenal. Lebih tepatnya pria-pria yang menyergapnya adalah pelanggan zona dewasa di toko buku. Teluk Jakarta memang dalam proses pemulihan dimana sebagian besar warganya masih di wilayah pengungsian. Kepolisian juga tidak beroperasi seperti biasanya. Dampak dari pertarungan di Pulau Succubus masih terasa sampai sekarang. 

"Hehehe… nona… kamu seharusnya tidak berjalan sendiri di bagian kota yang masih sepi ini… keamanan kota ini sekarang belum pulih sepenuhnya."

"Itu benar… bagaimana kalau ada orang jahat yang berniat mencelakaimu nona?"

Dua dari lima pria yang mengepung Adelin berbicara sambil memasang wajah mesum. Mereka terlihat seperti ingin menelan Adelin hidup-hidup. 

"Ha… sungguh hari yang menyusahkan."

Adelin hanya menghela nafas sambil memejamkan matanya. Senyum menyeringai muncul di wajah para pria yang mengepungnya. Dua orang terdekat mulai mencoba menyentuh tubuh Adelin. Satu tangan menyentuh payudara dan tangan lain menyentuh paha Adelin. Mereka terlihat sangat bernafsu. Adelin pun membuka mata ketika merasakan sentuhan di tubuhnya. Mata hijau yang menyala dalam kegelapan menjadi ciri khasnya ketika marah. 

*Patah*

Suara tulang yang hancur terdengar oleh para pria yang mengepung Adelin. Dua pria yang menyentuh tubuhnya pun melihat ke arah tangan mereka. Mereka sangat terkejut melihat kondisi tangan mereka yang sudah hancur. Tangan yang menyentuh payudara Adelin tertekuk secara zig zag. Sedangkan tangan yang menyentuh pahanya terpelintir. 

"AAAAAAAARRRGGGGGGGGG…!!!"

Keduanya berteriak kesakitan karena tangan mereka telah hancur. Gerakan Adelin terlalu cepat sehingga rasa sakitnya baru muncul. 

"A-apaan dia…!?"

"Melakukan pelecehan seksual adalah kejahatan yang sangat buruk. Aku sebenarnya tidak keberatan kalian melakukan hal mesum padaku. Tapi sepertinya… kalian ini sudah sering melakukan hal mesum ke berbagai wanita."

"Si-sialan… dia sepertinya seorang etranger…!!"

Adelin langsung membereskan para penjahat yang mencoba melarikan diri. Para pelaku diserahkan ke kantor polisi terdekat dalam keadaan babak belur. Mereka berlima memanglah pelaku kejahatan seksual yang akhir-akhir ini muncul di jakarta. Mereka memanfaatkan celah longgarnya keamanan Teluk Jakarta untuk melakukan aksinya. 

Raja pertama yang memantau semua kegiatan anak buah Rigma pun tersenyum melihatnya. Rigma yang masih mempersiapkan mentalnya untuk ritual khusus memintanya mengawasi anggota tim raksha. 

"Mereka sungguh orang-orang yang menarik… takdir dunia ini sungguh baik padanya sampai bisa bertemu dengan Rigma."

Raja pertama melihat kembali area distorsi waktu dimana takdir tidak mempertemukan Adelin dengan Rigma. Adelin memang berhasil bertahan hidup dan menjalani hidup normal. Ia mengalami jatuh bangun ketika berusaha bertahan hidup sebagai manusia normal. Ia juga tidak menjadi gadis kuat yang bisa membela dirinya sendiri. Sifatnya yang dingin tetaplah sama, itu sebabnya ia menjadi korban pelecehan seksual. 

Tidak hanya sekali, tapi berkali-kali karena banyak lelaki mesum yang mengetahui kelemahan Adelin. Adelin yang kehilangan emosinya tidak bisa melawan perbuatan mesum para lelaki. Ia bahkan sampai memiliki anak dari hasil pelecehan seksual. 

"Sungguh nasib yang sangat ironis… bahkan anak-anak lainnya juga akan mengalami nasib buruk serupa bila tidak bertemu dengan Rigma."

Line menjadi seorang peneliti karena tidak bertemu dengan Rigma. Ia berhasil lulus dengan baik di perkuliahannya. Bahkan Line menjadi lulusan terbaik seangkatannya. Ia menjalani karir sebagai ahli mekanik dan penelitian teknologi terbaru. Namun tanpa adanya bantuan Rigma, Line kehilangan tangan kirinya karena kecelakaan. 

Line mengganti tangannya dengan mesin. Ia pun masih berusaha melanjutkan penelitian di Indonesia. Sayangnya Taring Kaliya menjadikan dirinya target karena dianggap menghalangi mereka. Taring Kaliya yang tidak dibasmi oleh Rigma memiliki pengaruh yang sangat kuat di Indonesia. Line pun terpaksa kehilangan tangan dan kakinya. Otaknya yang sangat jenius digunakan peneliti Taring Kaliya untuk membantu penelitian mereka. 

"Gadis ini dibuat menjadi komputer hidup… sungguh manusia yang kejam. Mereka memperlakukan sesamanya seperti itu. Tapi bagian paling mengerikan adalah kedua gadis ini…"

Ling nai dan Aisha yang tidak bertemu dengan Rigma. Aisha tetap terkena kontaminasi energi jiwa. Sementara Ling nai tetap menjadi homunculus karena ambisi Taring Kaliya. Aisha yang tidak mendapatkan pengobatan terapi akan berubah menjadi monster dimensi pembawa bencana. Ia akan menjadi satu-satunya monster dimensi yang dianggap sebagai monster dimensi peringkat SSS+. 

Kemampuannya untuk memperlambat waktu di sekitarnya. Ditambah ia juga bisa melemahkan musuh yang memasuki wilayahnya. Aisha akan menjadi monster dimensi yang paling di takuti di Indonesia. Ia juga akan menjadi sosok yang menguasai seluruh pulau Jawa. 

Sementara itu di sisi lain, ada Ling nai yang menjadi senjata pembunuh massal. Ling nai sebagai homunculus terkuat digunakan untuk menghabisi pahlawan militer satu persatu. Tubuhnya hancur ketika berhadapan dengan bencana berjalan. Ling nai tewas bersama salah satu bencana berjalan di dalam distorsi waktu tersebut. 

Ledakan akibat teknik bunuh diri yang dilakukan Ling nai menyebabkan pulau Bali rata dengan tanah. Keruntuhan militer Indonesia tinggal menunggu waktu karena pahlawan militer mereka sudah tewas. Kekacauan terjadi dimana-mana dan pihak luar juga ikut ambil bagian. Dunia tanpa adanya Rigma dan Tim Raksha akan menjadi kehancuran bagi Indonesia. 

"Sungguh sebuah cerita yang mengerikan… untungnya takdir dunia ini berkata lain. Bahkan dengan kekuatanku… aku tidak yakin bisa mengatasi semua masalah yang timbul bila bocah bernama Rigma tidak ada di dunia ini…"

Raja pertama pun menutup semua lintasan distorsi waktu yang mungkin terjadi bila Rigma tidak ada di dunia ini. Ia kembali menyerahkan kendali tubuhnya pada Ryan ketika bermain game bersama Rigma. 

End Of Special Chapter~

Next chapter