webnovel

Chapter 18

Hai, Selamat hari Sabtu.

Yang katanya weekend tapi gak bisa kemana-mana kita satu server.

Disini penerapan sabtu minggu off gaes. Tidak keluar rumah.

Kalo di daerah kalian gimana?

Oke.

Selamat membaca.

~~~~

Suara tawa lucu nan menggemaskan memenuhi sebuah rumah asri yang ditumbuhi oleh berbagai macam bunga dan dedaunan. Suara tawa yang mengundang siapapun yang mendengarnya untuk tersenyum. Suara tawa dari batita kecil menggemaskan yang saat ini tengah di pangku oleh Mamanya.

Suara tawa Arjuna menggema hingga ke lantai tiga. Liana meniup-niup perut Arjuna membuat lelaki kecil itu kegelian dan tertawa terpingkal-pingkal. Seakan tidak ingin ketinggalan, Adelia pun segera menelentangkan tubuhnya dan menyingkap kaos dalamnya hingga perut berlemak bocah itu terlihat. Liana meniup perut mereka berdua secara bergantian dan hanya di saksikan dengan gelengan dari Mamanya.

"Nanti malam kalo bobo rewel loh, Li." Mamanya mengingatkan dengan garpu yang menunjuk ke arah Liana tetapi wanita itu tak menggubrisnya.

Liana menelungkupkan tubuhnya setelah di rasa cukup menggelitiki anak-anaknya. Kini Adel dan Arjuna menduduki punggung Liana dan mulai meloncat-loncat seolah sedang berkuda. Liana hanya asik tertawa dengan nafasnya yang tersengal akibat dadanya yang juga tertekan.

"Jangan gitu nanti Mamamu bengek." Mama Lulu kini mengangkat kedua anak yang sedang tertawa itu. Tetapi percuma, walaupun telah diingatkan yang namanya anak-anak tetaplah anak-anak. Di ulangi lagi dan lagi.

Mata Liana menatap lelaki yang saat ini sedang menuruni tangga dengan memegang pelipisnya.

"Husshhh diam," Liana menaruh telunjuknya di tengah bibirnya dan menunjuk Leon yang saat ini telah duduk bersantai di tangga terbawah, "Sekarang kuda-kudaan sama Abah ya." Liana mendorong pelan tubuh Adelia dan Juna membuat mereka teriak bahagia bukan kepalang melihat sasaran kuda baru mereka.

Leon berpura-pura tak sadarkan diri saat matanya menangkap dua sosok kecil sedang berlari ke arahnya.

"Abahhh anun," Adel menepuk-nepuk pipi Leon sedangkan Arjuna telah berada di atas perut Leon dan melompat kegirangan.

Adel hanya duduk termenung menatap mata Leon yang masih setia tertutup. Jari telunjuk Adel mulai aktif. Membuka mulut Leon dan menelusupkan jarinya di tengah gigi Leon. Tetap Abahnya tidak juga membuka mata. Jari Adel kembali masuk kedalam lobang hidung mancung Leon membuat lelaki itu sengaja mengerutkan hidungnya dan hal itu membuat Adel tertawa.

"Aduhhh! Junaaaa!" Leon teriak saat gigi Arjuna yang menggigit kulit perutnya.

Liana tertawa sambil matanya menatap smartphone yang berbunyi menandakan sebuah panggilan masuk.

'Bu Firah'

"Halo bu."

"Halo bu, maaf mengganggu. Sekarang bisa ke sekolah tidak bu?"

Liana melirik jam dinding dirumahnya yang masih menunjukan. pukul sembilan pagi.

"Ada apa bu?"

"Amel nendang anak yang punya sekolahan bu."

Eh?

Wanita cantik dengan penampilan santai itu mendaratkan kaki indahnya yang terbalut dengan sepatu di atas tanah. Dia menutup pintu mobilnya dengan dramatis kemudian melepaskan kaca mata hitamnya dengan pelan. Mata indah itu menatap ke seluruh bangunan sekolah baru anaknya dengan berdecak kagum. Sekolah dasar swasta yang bersisian langsung dengan jenjang Menengah dan Atas.

Wanita itu memperhatikan anak-anak yang kini tengah memenuhi halaman sekolah. Kaki wanita itu terus melangkah hingga ke sebuah ruangan yang bertuliskan R.Guru.

Terlihat di dalam sana, seorang anak perempuan mengenakan baju putih berlengan pendek dan rok merah panjang hingga ke mata kaki sedang duduk menundukkan kepala.

Liana sedikit menggeleng tidak suka, pasalnya dia selalu mengingatkan anaknya untuk tidak menunduk. Mengangkat wajah dan dagu adalah hal yang Liana ajarkan.

Liana mengusap pelan kepala anaknya, hingga anak itu menoleh dan menyengir? Liana mendudukkan dirinya di sebelah Amel dengan sikunya bertumpu di meja.

"Jadi, Bu?" Liana tersenyum dan memandang guru BK berjenis kelamin perempuan itu.

"Amel, Bu. Dia nendang tulang kering anak pemilik sekolahan."

"Ceritanya? How?"

Bu Firah hanya menggelengkan kepalanya sebab Amel tidak mau berbicara sama sekali. Dia hanya berkata 'tidak suka' dengan om-om itu.

Bibir Bu Firah berkedut ketika mengingat Amel mengatakan pemuda itu om-om.

"Sekarang, om-omnya mana?" Liana mengalihkan matanya menatap Amel yang sedang memainkan kukunya di atas pahanya.

"Gak tau. Tadi Amel langsung pergi." jawab Amel sambil tetap menunduk.

"Angkat wajahmu."

........

"Angkat wajahmu dan dagumu, Pitaloka."

Suasana tegang. Amel menegakkan kepalanya dan terpasang wajah angkuhnya untuk Mamanya. Jika Mamanya sudah menyebutkan 'Pitaloka' maka tidak ada perintah untuk menolak.

"Good," Liana menganggukkan kepalanya kecil melihat anaknya memasang wajah angkuhnya, "Sekarang cerita tanpa menundukkan kepala, ok?"

Bu Firah hanya menahan nafas saat tadi wali muridnya ini meninggikan suaranya satu oktaf membuat guru-guru yang sedang berada diruangan itu turut memperhatikan mereka.

"Tadi aku mau ke kantin bawa bekal dari Mama. Aku mau makan bareng Clara tadi, terus om-om itu lewat berhenti di depan kita. Terus dia sodorin uang lagi ke aku katanya buat ganti bekal yang waktu itu padahal sudah Amel bilang kalo Amel gak butuh uang. Kan uang Mama juga banyak. Eh tapi dia malah melotot terus ngerebut bekal Amel padahal Amel lapar jadi yaudah Amel tendang aja."

Bu Firah mengerjapkan matanya tak percaya jika anak pemilik sekolahan bisa melakukan hal tersebut. Sedangkan Liana sedang tersenyum bangga karena anaknya bisa mempertahankan diri.

"Sekarang Bu Firah, dimana om-om yang dimaksud oleh anak saya?"

Bu Firah membuka mulutnya dan menutupnya lagi. Telunjuknya mengarah ke pintu masuk dan keluar ruangan itu. Sosok laki-laki bertubuh tinggi dengan wajah yang sangat familiar mengusik kekesalan Liana.

"Oh. Jadi Anda om-om yang suka merebut bekal anak saya?" Liana berdiri dari duduknya dengan tangan yang tersilang didepan dada. Dagu Liana dengan sombongnya menunjuk om-om yang saat ini sedang berjalan menuju ke arahnya dengan senyum merekah.

Lelaki itu memeluk Liana sekilas dan kemudian berkata, "Rindu."

Liana menarik telinga lelaki itu menbuat sang empu mengaduh. Amelia cekikikan di tempat duduknya sementara guru-guru melongo melihat kejadian yang tak terorganisir itu.

"Ampunn Mbak, Ampuunn." lelaki itu menahan jemari Liana yang semakin mengeraskan putarannya pada telinga om-om itu.

"Tau gak kalo anak yang suka lo ganggu itu anak Mbak? Heh?"

Lelaki itu menggeleng. Kemudian matanya menatap Amel dengan tatapan memohon namun Amel tetaplah Amel. Dia hanya meletakkan telunjuknya di udara kemudian menggoyangkan ke bawah dengan arti 'kasian deh lo'.

"Maafin Al, Mbak. Maaff. Sakit Mbakk."

Bertambah lagi satu saingan Leon. Wkwkwkwwk.

Jangan lupa vote dan komen.

Salam

Putri Mataram.

Next chapter