webnovel

BAB 19 CAHAYA DI KOTA SEOUL

Di tempat perhentian bus terlihat Hye Bin dan Shahib berdiri bersama para calon penumpang lain. Hye Bin memakai rok dan blus motif bunga kecil, dengan jaket kasual serta memakai syal. Rambutnya diikat ke belakang memperlihatkan antingnya yang mungil bewarna merah.

Dia membutuhkan waktu satu jam untuk berdandan di rumah sebelum bertemu Shahib. Hari ini, seperti yang dijanjikannya kepada Shahib, mereka akan pergi jalan-jalan. Shahib memakai celana jeans berkaos biasa dan mengenakan jaket. Tas ransel disandang di punggungnya.

Tak lama kemudian bus datang. Hye Bin menjelaskan sedikit dalam bahasa Inggris tentang jalur bus dan bagaimana mereka bisa menggunakan angkutan umum. Mereka akan ke tempat kursus dulu untuk mendaftarkan Shahib, lalu lanjut ke Islamic Center di Itaewon. Mereka sudah merencanakan banyak tempat untuk dikunjungi. Shahib benar-benar terbantu dan merasa bersemangat untuk lebih mengenal Korea.

Pandangan Shahib tak lepas melihat sekeliling. Orang-orang dalam bus, gedung-gedung, orang-orang di jalanan dan juga bunga-bunga cherry blossom yang sedang bermekaran.

Hye Bin tersenyum penuh arti merasa bersyukur bisa membantu dan bermanfaat untuk orang lain. Sekitar 15 menit, mereka turun di sebuah perhentian bus. Mereka turun bersama penumpang lain. Tak jauh berjalan kaki, mereka memasuki gedung berlantai dua tempat kursus bahasa.

Di lobi mereka disambut ramah. Hye Bin membantu Shahib berkomunikasi dengan pihak resepsionis. Setelah mengisi formulir, mereka diberi jadwal kursus selama empat bulan.

"Hmm ... hampir semua bertuliskan huruf Hangeul,"gumam Shahib.

Hye Bin tersenyum lalu menjelaskan isi brosur jadwal pelajaran yang diberikan.

Mereka melanjutkan perjalanan ke Itaewon. Dengan menggunakan jalur kereta api bawah tanah. Hye Bin membantu Shahib membeli karcis dan menjelaskan arah-arah jalur kereta. Mereka cukup berdesakan dalam kereta, karena sudah masuk jam makan siang.

Dalam budaya Korea ada yang namanya pale-pale, yang diartikan cepat-cepat. Orang Korea suka melakukan semua aktifitasnya dengan cepat. Bahkan ketika di jalur kereta sekalipun. Waktu adalah uang dan kesempatan takkan terulang. Itu prinsip mereka.

Hye Bin dan shahib sampai di Itaewon. Sebentar berjalan kaki melalui jalur yang menanjak, mereka sampai di sebuah masjid tempat komunitas muslim Seoul berkumpul. Masjid Pusat Seoul dibuka tahun 1976 sebagai pusat kegiatan ibadah dan keagamaan muslim di Korea Selatan. Masjid ini terletak di Hannam-dong, Yongsan-gu, Seoul.

Masjidnya terletak di tempat yang tinggi sehingga pengunjung harus menaiki tangga terlebih dahulu. Shahib menelepon seseorang, lalu berjalan masuk ke masjid. Seorang laki-laki bermata sipit dan berjenggot menyalami dan memeluk Shahib. Hye Bin memasang kain syalnya sebagai penutup kepala. Shahib minta izin pada Hye Bin untuk masuk ke dalam bersama laki-laki itu.

Hye Bin sendirian di teras masjid. Dia penasaran ingin tahu bagaimana di dalam masjid. Dia masuk ke dalam. Ini pengalaman pertamanya masuk ke masjid tempat ibadah muslim. Terhampar karpet berjajar dan di pojok ada sebuah ruang dengan pintu terbuka. Diintipnya kegiatan di dalam, ternyata ada sekumpulan perempuan sedang diskusi. Merasa ada yang berdiri di depan pintu, seorang perempuan berwajah Timur Tengah yang sedang berbicara memberi kode agar Hye Bin masuk. Merasa ketahuan, Hye Bin tersenyum lalu masuk dan ikut duduk dalam lingkaran mereka. Hye Bin mendengarkan dengan seksama dan larut dalam diskusi mereka.

"Seperti itulah saudariku sekalian, kita diciptakan oleh Allah utuk beribadah kepada-Nya. Dunia diciptakan oleh Allah untuk kita sebagai ujian hidup agar kita bisa melakukan amalan-amalan yang baik yaitu amalan-amalan yang sesuai dengan sunnah Rasulullah dan ikhlas karena-Nya. Di Korea saat ini semua ditakar dengan materi dunia, sehingga banyak orang yang merasa tertekan dan mudah stress. Tak mengherankan jika saat ini banyak orang yang memutuskan untuk bunuh diri karena tertekan. Hidup bukan untuk mengambil materi dunia sebanyak-banyaknya. Tapi jadikan materi dunia untuk meraih akhirat kita," terang perempuan itu dalam bahasa Korea fasih di akhir pembicaraannya.

Tak terasa, waktu salat Zuhur tiba. Terdengar azan menggema dalam gedung. Pertemuan mereka bubar. Hye Bin keluar menuju teras menunggu Shahib di luar. Sambil sesekali ekor matanya melihat para muslim itu beribadah di dalam masjid. Terlihat olehnya Shahib ikut dalam barisan itu. Entah ada getar lain dalam diri Hye Bin melihat mereka beribadah. Ketenangan, itu yang dia rasakan. Apalagi mendengar penjelasan perempuan dalam ruang tadi memberikan pengalaman dan pandangan baru dalam diri Hye Bin.

"Kita makan siang?" suara Shahib tiba-tiba mengejutkan Hye Bin yang sedang melamun.

"Ya ... aku sudah lapar," jawab Hye Bin.

***

Mereka berjalan di kawasan Itaewon. Ada sebuah restoran makanan khas Korea yang halal di sana. Mereka duduk berhadapan. Hye Bin meminta wefie berdua dengan Shahib sebagai kenang-kenangan.

"Cuaca hari ini lumayan panas. Apakah di Indonesia sepanas ini?" tanya Hye Bin.

"Indonesia lebih panas ketika musim kemarau. Ada baiknya Anda berkunjung ke Indonesia," terang Shahib.

"Bagaimana Anda bisa berkenalan dengan Dokter Hyun?" tanya Hye Bin.

"Beliau pernah ke Indonesia beberapa waktu lalu. Beliau kawan dosen saya ketika kuliah. Beliau orang yang baik."

"Ya, beliau orang yang murah hati. Di saat saya lulus tingkat menengah dan membutuhkan pekerjaan, hanya di Kafe PM yang menerima tenaga saya. Saya harap saya juga bisa melanjutkan kuliah di kedokteran seperti beliau."

Pelayan datang membawakan makanan.

"Anda pernah dengar Namsan Tower? Setelah makan, apakah Anda mau kuantar pergi ke sana?" tawar Hye Bin.

"Boleh. Hari ini memang tak ada agenda khusus ke kampus atau ke rumah sakit. Tapi mungkin mulai minggu depan saya akan sering-sering pulang pergi Seoul-Hadong. Anda tahu itu di mana?

"Owh ... itu sentra perkebunan teh di Korea Selatan. Anda pasti akan menyukainya. Tidakkah di Indonesia juga banyak perkebunan teh?" tanya Hye Bin.

Shahib menganggukkan kepala, mulutnya sudah sibuk menikmati makanan halal khas Korea.

***

Setelah makan mereka berjalan menyusuri trotoar menuju perhentian bus. Mata Shahib tertarik dengan sebuah mesin permainan menangkap boneka. Sahib mengajak Hye Bin mencoba permainan itu. Berkali-kali Hye Bin mencoba menangkap boneka kelinci tapi tak berhasil juga.

Shahib merasa gemas, kemudian mengambil alih. Setelah dua kali gagal, akhirnya Shahib berhasil mendapatkan sebuah boneka sapi. Mereka berteriak kegirangan hingga membuat orang-orang yang berlalu lalang menoleh ke arah mereka. Shahib memberikan boneka itu kepada Hye Bin. Hye Gadis itu membungkukkan badan berterima kasih dan dengan canggung Shahib membalas hormat dengan cara yang sama. Mereka tertawa bersama-sama.

***

Perjalanan mereka lanjut ke Namsan Tower. Mereka membeli karcis dan naik sebuah kereta gantung, melihat kota dari ketinggian. Shahib merasa agak pusing. Dia menyerah dan akhirnya terduduk ingin muntah, tapi ditahannya.

Hye Bin menahan tawa melihat wajah Shahib yang pucat pasi karena takut ketinggian. Satu jam berlalu dan mereka akhirnya kebagian tower yang penuh dengan gembok-gembok.

Hye Bin menjelaskan tentang kumpulan gembok-gembok cinta. Orang Korea percaya bahwa pasangan yang memasang gembok dan namanya di Namsan Tower, maka cinta mereka takkan terpisahkan. Shahib hanya mengangguk, dan memahami kebudayaan orang Korea yang masih percaya dengan hal-hal tahayul seperti itu. Mereka mengakhiri perjalanan ketika sore sudah menjelang.

"Sampai jumpa Hye Bin-ssi," ucap Shahib mengulas senyum.

"Sampai ketemu lagi Shahib-ssi," jawab Hye Bin membalas dengan senyuman yang manis.

Mereka berpisah di depan Kafe PM. Dari dalam Kafe, Hyeo Jin melihat keakraban keduanya. Mata Hyeo Jin menatap mereka dengan tajam.

***

Hye Bin mengganti baju di ruang loker. Hae Won datang sambil senyum-senyum.

"Bagaimana perjalananmu dengan Mr. Shahib?" tanya Hae Won.

"Dia laki-laki yang sopan dan manis," jawab Hye Bin sambil tersenyum.

"Kulihat Bos memandang kalian tadi dari dalam kafe. Apakah menurutmu Bos cemburu?" tanya Hae Won.

Hye Bin hanya nyengir sambil mengangkat bahu menandakan tak tahu dan tak peduli. Hye Bin keluar kamar ganti, tapi di lorong Hyeo Jin sudah menunggu sambil bersandar di dinding.

"Hye Bin-ssi, kamu tahu ini sudah jam berapa?" tanya Hyeo Jin menegur Hye Bin.

"Ya Boss, maafkan keterlambatan saya," ucap Hye Bin acuh sambil membungkukkan badan untuk meminta maaf lalu pergi ngeloyor meninggalkan Hyeo Jin.

"Hei ... tunggu," panggil Hyeo Jin.

Hye Bin menoleh tanpa senyum ke arah Hyeo Jin, lalu berjalan pergi lagi.

"Hei .., mau kupotong gajimu? Bersikaplah sopan santun," ucap Hyeo Jin.

Hye Bin menghentikan langkahnya dan menoleh.

"Terserah Anda," jawab Hye Bin sambil membungkukkan badan menghormat, lalu berjalan pergi.

"Hei!" panggil Hyeo Jin.

Hye Bin merasa kesal lalu berhenti dan menoleh kembali.

"Apa sih mau Anda? Saya harus bekerja," jawab Hye Bin ketus lalu pergi begitu saja.

Hyeo Jin speechless. Dia berjalan ke ruangannya. Di depan pintu dia bertemu Shahib yang menyapanya dengan ramah. Tapi Hyeo Jin hanya diam dengan wajah tanpa senyum, sehingga membuat Shahib bertanya-tanya dalam hati. Ada apa dengan Hyeo Jin?

Next chapter