webnovel

Sedingin Salju

Happy Reading

Felicia masuk ke dalam ruang kelasnya yang terdengar sangat gaduh dan banyak murid berhamburan kesana-kemari. Gadis itu berjalan menuju tempat duduknya sambil memandangi jam dinding di kelasnya. "Di mana guru pengajarnya?" tanya gadis itu pada seorang teman yang kebetulan duduk di sampingnya.

"Sebenarnya ini jam pelajaran Biologi ... namun Pak James mendadak ada urusan sebentar," jawab teman sekelas Felicia.

Jantung Felicia seolah berhenti sejenak, sebuah perasaan yang menyesakan dada tiba-tiba menghimpit hatinya. "Jadi Pak James sengaja datang untuk membantuku," gumamnya lirih. Gadis itu merasa sangat tidak enak telah merepotkan wali kelasnya itu. Dia pun bangkit dari tempat duduknya dan bermaksud untuk memanggil wali kelasnya yang masih berada di UKS. Setengah berlari Felicia menuju pintu kelasnya. Namun saat dia membuka pintu ....

"Mau kemana kamu Felicia?" Tanpa diduga sang wali kelas sudah berdiri di depan pintu. Lelaki itu menatap wajah anak didiknya penuh arti dan juga rasa semakin penasaran. "Apakah hukuman tadi masih belum cukup bagimu?" lanjut James dengan wajah cukup serius. Mendadak kebisingan di dalam kelas tadi sirna sudah. Tak ada satu pun dari mereka yang berani membuka mulutnya. Aura dingin yang terpancar dalam dirinya seolah telah membekukan seluruh isi ruangan. Semua murid mendadak iba pada murid baru yang harus berurusan dengan wali kelasnya yang sangat dingin itu. "Cepat kembali ke tempat dudukmu!" seru James pada Felicia yang masih mematung dan juga kehilangan kata-katanya.

Felicia yang baru saja mendengar seruan dari gurunya langsung membalikkan badan lalu berjalan menuju kursinya. Seolah tanpa daya dan juga merasa sangat malu, mau tak mau gadis itu hanya bisa pasrah menerima nasibnya.

"Apa kamu baik-baik saja? Abaikan saja Pak James, beliau memang seperti itu," cemas Maya, salah satu teman sekelas Felicia yang sering memperhatikan murid baru di kelasnya.

Felicia memandang teman sekelasnya itu lalu tersenyum lembut kepadanya. "Terima kasih, Maya. Kamu satu-satunya teman yang peduli denganku selama masuk ke sekolah ini," ucapnya lirih agar tidak di dengar oleh sang guru.

"Felicia! Jangan mengobrol! Apa kamu belum puas dengan hukumanmu tadi?" seru James dari depan kelas. Lelaki itu menatap Felicia dengan tatapan dingin dengan seulas kehangatan yang sengaja ditutupinya. Dia tak ingin ada orang lain yang menyadari perhatiannya yang lebih pada murid barunya itu.

Felicia langsung membeku tanpa suara, seakan lidahnya kelu tak mampu berkata-kata. Mulutnya telah terkunci dan terasa sangat berat untuk berucap. Gadis itu hanya bisa duduk diam sambil menundukkan kepalanya. Selama pelajaran berlangsung, Felicia sama sekali tak berkonsentrasi dalam pelajaran. Gadis itu merasa sangat malu karena sudah berulangkali dalam sehari dia mendapatkan teguran dari wali kelasnya.

Tanpa terasa bel jam istirahat berdering, Pak James langsung keluar kelas sambil melirik murid barunya sebentar. Dia tahu jika Felicia sedikit tidak nyaman pada beberapa teguran yang sudah dilontarkannya. Namun James melakukan hal itu juga untuk kebaikannya. Sebagai seorang wali kelas dia bertugas untuk mengarahkan anak didiknya menjadi lebih disiplin. Sang guru biologi itu akhirnya merelakan diri untuk meninggalkan kelas itu.

Felicia sama sekali tak beranjak dari tempat duduknya. Maya yang melihat teman barunya tak bersemangat langsung menghampirinya. "Felicia. Daripada melamun di sini, ayo kita ke kantin saja." Maya menggenggam tangan teman barunya itu dan mengajaknya ke kantin di belakang sekolah. "Duduklah. Sebagai salam perkenalan kita, aku akan mentraktirmu," ucap Maya sambil berjalan ke meja pemesanan. Setelah memesan beberapa makanan dan minuman, Maya kembali duduk di samping teman barunya itu. "Apa perkataan Pak James telah melukai hatimu?" tanyanya dengan wajah yang terlihat cukup penasaran.

Felicia langsung menatap Maya yang sejak tadi memandangi dirinya sangat penasaran. "Sebelum ku jawab pertanyaanmu, aku ingin menanyakan sesuatu hal. Apa kamu mau berteman denganku?" tanyanya penuh harap. Gadis itu merasa tak mengenal siapapun di sekolah barunya itu. Sedangkan teman-teman di kelasnya hanya sekedar menyapa dirinya saja tanpa berniat untuk mengenalnya. Felicia berpikir jika Maya bisa menjadi teman yang baik untuk dirinya.

Maya justru terkekeh mendengar pertanyaan dari teman barunya itu. "Mengapa harus kamu tanyakan hal itu? Aku sedang berusaha untuk mencoba menjadi temanmu. Seharusnya aku yang menanyakan hal itu padamu," balasnya sambil senyum-senyum memandangi Felicia. Mereka berdua lalu tertawa bersama seolah dua gadis cantik itu sudah cukup bersahabat sangat lama. "Sekarang ... jawab pertanyaanku yang tadi!" cetus Maya pada gadis cantik yang duduk di sampingnya.

Sebelum menjawab pertanyaan itu, Felicia terlihat sangat malu pada teman dekatnya yang baru itu. Dia sedikit ragu untuk mengatakan jawabannya. "Aku merasa ... sebenarnya Pak James tak sedingin yang kalian semua pikirkan itu. Bahkan sikapnya cukup hangat menurutku," terangnya sedikit ragu.

"Apa! Lelaki model salju abadi kamu bilang hangat? Ada yang salah dengan matamu," sindir Maya pada teman dekatnya itu. "Sekali-sekali tatap matanya, pasti kamu akan membeku seketika," lanjutnya sambil tertawa terbahak-bahak membayangkan wajah dingin wali kelasnya yang begitu menakutkan. Namun tiba-tiba saja, wajah Maya memucat seketika. Suara gelak tawanya hilang tak bersisa sedikit pun. Gadis itu kehilangan kata-katanya begitu melihat James berdiri tak jauh dari tempat duduknya. "Apakah Pak James mendengar ucapanku tadi?" tanyanya pada Felicia dengan suara yang lirih. Maya terlihat sangat ketakutan jika wali kelasnya itu mendengar percakapan mereka yang baru saja.

"Aku tak tahu, Maya. Tapi ... Kenapa Pak James melihat ke arah kita?" tanya Felicia yang juga takut jika lelaki tampan yang menjadi wali kelasnya itu mendengar candaan mereka tadi.

Namun yang terjadi selanjutnya di luar dugaan mereka berdua. James justru berjalan menghampiri dua gadis yang sedang memandang dirinya dengan tatapan aneh. Lelaki itu berjalan penuh kharisma tanpa ekspresi apapun yang berarti.

Maya yang terlihat semakin panik, langsung menarik tangan Felicia dan mengajaknya kabur dari sang wali kelas dingin di depan. "Ayo kita kabur!" teriak Maya sambil mengajak gadis di sebelahnya itu untuk berlari bersamanya. Mereka berdua benar-benar kabur dari wali kelasnya. Rasa takut dan juga cemas telah menghilangkan akal sehatnya.

Bahkan dengan bodohnya, Felicia langsung mengikuti Maya yang menariknya sambil berlari. Padahal dia sama sekali tak bersalah pada wali kelasnya itu. Ingin rasanya dia menertawakan dirinya sendiri. "Kenapa aku harus ikut kabur bersamamu? Aku tak ada salah juga sama Pak James," gerutu Felicia setelah mereka berdua lelah berlari dan berhenti di bawah pohon yang cukup rindang di depan kelasnya.

"Masak kamu tega melihatku berlari sendiri seperti pencopet," kesal Maya sambil memandang Felicia yang sedikit ngos-ngosan karena berlari bersamanya.

Next chapter