webnovel

Tahanan Raja HoWang

"Apa yang akan kau lakukan? Lepaskan Tao! Lepaskan anak buahku, aku ini pangeran, kau bisa menahan ku sebagai jaminan sampai kau puas, jangan habiskan waktumu untuk mengurus para pengawal muda yang tak ada harganya dan hanya akan mengotori tangan anda saja" KaiLe berusaha menawar, tapi pria muda itu sudah berhenti di depan Tao yang masih melihatnya dengan tatapan tajam, ia tak berhenti tersenyum bengis sejak tadi.

"He tanganku gatal, lagipula sudah lama benda kecil ini tidak beraksi, pasti seru saat ia bisa mencongkel mata pengawalmu ini dengan sekali putar, ini senjata yang hebat, kenalkan, ini si benda kecil kesayangan Duri Kecil berputar"

Tao tak gentar, walau pria yang sangat tinggi besar sendiri menahannya dan membuat ia tak bisa melarikan diri apalagi sampai mengeluarkan tenaga dalamnya, mereka memiliki sihir di udara sekitar hingga tenaga dalam mereka seolah terkunci, ia pasrah dengan apa yang akan terjadi.

"Tidak, ekh lepaskan dia!" Seru KaiLe, ia tidak bisa diam saja melihat benda kecil bulat dengan duri yang lalu berputar di atas telapak tangan pria itu, dengan sedikit menggerakkan jarinya benda kecil itu berubah menjadi bola kecil di mana beberapa koin utamanya terbuka membentuk sayap yang membuat ia melayang di atas telapak tangan HoWang, ia mengarahkan senjata kecil yang bisa menembus kulit dan tulang karena sangat tajamnya itu ke depan wajah Tao, tepatnya ke depan bola mata Tao, suara desingnya saat berputar dengan begitu cepat melampaui penglihatan manusia.

Tao mengepalkan tangannya, menelan ludahnya bulat, keringat dingin tanpa sadar menetes dari dahinya ini mungkin akhir untuknya, ia mungkin tidak akan bisa melindungi pangerannya lagi, sebelum semua berakhir ia melihat wajah pangerannya yang terus meronta untuk mendekatinya.

"Tao!"

Suara tawa pria itu keras.

"Hahahaha, ini menyenangkan sekali, sudah lama tidak mengetesnya"

Benda kecil itu duri berputar melesat dengan cepat ke arah wajah Tao.

"Tidak Tao!" Seru KaiLe keras sambil terus meronta.

Suara tawa HoWang lebih keras daripada teriakannya.

"Hahahahaha!"

..........................

Fei berdiri di samping kereta, langit sudah pagi dan rombongan sudah akan berangkat tapi pangeran muda Hong butuh semua waktu untuk membersihkan diri di danau, mengenakan pakaiannya, menata rambutnya, semua Sun yang melakukannya untuknya, tuan muda itu, bahkan dulu di lembah Jie juga ada pelayan kecil aLiu yang selalu membantu ia berpakaian kalau tidak ia akan terlihat sangat berantakan.

Fei yang kesal akhirnya maju, mendekati Hong yang masih duduk di atas batu dengan rambut yang disisir Sun dan menarik tangannya bangun.

"Ayo cepat masuk ke dalam kereta, kita sudah mau berangkat"

Hong tak bisa menolak saat tangan besar kakaknya itu menariknya.

"Kakak, Hong lapar, kita makan ubi bakar dulu yah"

Fei membantu Hong naik ke atas kereta dan Sun menyusulnya,

"Makan saja di dalam kereta kita tak ada waktu membakar ubi"

Tangan Fei menepuk pundak pengawal yang membawa kereta.

"Hati-hati bawanya"

Pengawal muda itu mengangguk.

"Siap Tuan muda"

Hong mengeluarkan kepalanya dari dalam kereta melalui jendela kecil di sisi kereta, Fei sudah naik ke atas kuda dan berjalan di sampingnya, mereka mempercepat laju hingga Hong agak kesulitan untuk bicara pada kakaknya.

"Kak temani Hong di dalam"

Drap drap drap!

Suara tapak kuda dan debu yang berterbangan membuat Hong terpaksa menarik kepalanya masuk kembali.

Sun membersihkan debu yang menempel di pakaian pangerannya, keduanya sudah mengenakan pakaian mereka sendiri, pakaian yang jauh lebih manusiawi dibanding pakaian pengawal muda, Sun yang sangat telaten membawa beberapa pasang pakaian untuk berkuda dan berburu milik pangerannya, dengan desain dan bentuknya jelas lebih memudahkan jalan dan lari dibanding pakaian istananya sehari-hari, walau begitu tidak bisa menyembunyi rambut merah ikal dan panjang milik Hong, yang kini masih sempat dikepang oleh Sun.

"Ini belum selesai Yang Mulia tahan sebentar"

Hong mengerutkan dahinya, walau isi dalam kereta sengaja dikosongnya dan dipindahkan semua ke dalam kereta satunya lagi tetap saja kereta itu sempit, itu bukan kereta milik istana, dan ia sangat ingin berada di luar bersama lainnya.

"Yang mulia setelah ini kita makan sedikit yah, hamba masih banyak kue dan roti bekal kita di dalam tas, cukup untuk beberapa hari"

Hong mengangguk, ia tidak pilih-pilih makan tapi semalam ia melihat salah seorang pengawal kecil membakar ubi dan memakannya saat asap panasnya masih keluar, dan ia ingin sekali makan itu sekarang, tapi mereka memang harus cepat-cepat, nyawa kak KaiLenya semakin terancam semakin lama mereka mengukur waktu, harus secepatnya tiba ke tujuan, pikir Hong.

.............................

Klop klop klop klop.

Menjelang sore.

Rombongan yang dipimpin FeiEr berhenti di perbatasan masuk ke dalam hutan, siapapun akan tahu perbatasan itu karena ada baru besar dengan tulisan sangat jelas.

Fei dan lainnya menghentikan kuda mereka, ia melirik AhLei, ingat beberapa puluh hari lalu ia, DaHuang dan AhLei pernah melintasi perbatasan itu keluar dari hutan arwah yang penuh bahaya, dan kini, menurut AhLei mereka tidak akan menempuh jalur yang kemarin mereka gunakan untuk keluar dari hutan, untuk mencapai kota lama Suku Mistis BaYau mereka harus melintasi jalan lain, menurut AhLei dari informasi yang didapatkannya dari penduduk desa Terbuang kemungkinan besar pangeran itu memang ditangkap oleh suku BaYau, salah satu suku petarung garis keras suku mistis, karena menurut penduduk desa Terbuang beberapa petani yang mencari daun di tengah hutan melihat banyaknya suku BaYau yang berpatroli akhir-akhir ini.

"AhLei" Fei memanggil AhLei mendekat,

"Yah Tuan muda"

"Berapa lama perjalanan menuju ke kota BaYau?" Tanya Fei

AhLei mengerutkan dahinya berpikir,

"Em, kurang lebih dua hari perjalanan dengan kecepatan sedang, kita harus memotong sungai untuk tiba di pinggir kota, dengan musim kemarau saat ini sungai tidak akan susah untuk dilewati jadi tidak perlu memutar, tapi, Medan menuju ke sana, akan jauh lebih sulit dibandingkan menuju ke desa Terbuang, kita, harus melewati kota kecil ErShan untuk tiba di sana"

BuAn mendekat dengan kudanya.

"Tuan muda, kota ErShan adalah kota mati, dulu, itu adalah tempat para pengawal istana menangkap dan membunuh para suku pemberontak di tempat, entah apakah sekarang kota itu masih ada penghuninya atau tidak, kita bisa bermalam di sana" saran BuAn.

Fei mengangguk.

"Itu ide yang bagus, setidaknya kita bisa bersiap untuk mengumpulkan energi kita kembali setelah perjalanan jauh"

Tapi AhLei menoleh pada Fei, menatapnya dengan cemas.

"Ada apa AhLei?" Tanya FeiEr.

"Hamba, tidak pernah lewat kota itu, tapi, menurut berita, kota itu mungkin berhantu"

BuAn memutar kepala kudanya menuju posisinya tadi, dipikir anak muda itu akan bicara apa, kota hantu apanya, di dunia ini mana ada hantu? Pikir BuAn meremehkan AhLei.

Tak lama berhenti perjalanan akhirnya dilanjutkan kembali, Medan yang dilalui memang lebih sulit, banyak tanaman hidup yang turun dari pohon dan hendak menyerang rombongan, tapi AhLei mengeluarkan buntut rubahnya, setidaknya bisa membuat beberapa tanaman yang masih jinak menyingkir dari jalan.

########

Next chapter