webnovel

Kunjungan KaiLe

Burung kecil hinggap di atas dahan bersiul dengan indahnya. Beberapa ekor lainnya ikut hinggap dan seakan bernyanyi bersama, semilir angin menambah romantis suasana hingga nyanyian burung terdengar begitu merdu.

YangLe duduk di teras depan kolam ikannya menikmati teh hangat dan kudapan kecilnya setelah sarapan pagi itu, beberapa pelayan terlihat melayaninya dengan seksama.

Pintu ruangan kerja yang memiliki kolam koi di halaman belakangnya itu dibuka dari luar, terdengar pengawal berseru.

"Penasehat tiba!"

YangLe masih sibuk meniup asap yang masih sedikit mengepul dari cangkir tehnya saat penasehat yang tak lain adalah PaoTu mendekat.

"Hormat hamba Yang Mulia" PaoTu menurunkan tubuhnya dengan dua tangan mengepal di depan dadanya memberi hormat.

YangLe mengangkat tangannya.

"Silahkan guru"

PaoTu memindahkan posisinya ke samping YangLe, perlahan YangLe berdiri dari duduknya mendekati kolam, mengibaskan tangannya meminta para pelayannya agar keluar ruangannya.

"Siap Yang Mulia" semua menundukkan tubuhnya berjalan mundur ke arah pintu dan keluar.

YangLe meraih sebuah kantung kecil yang tergantung di tiang dekat kolam yang berisi pellet untuk ikan-ikan indah yang muncul ke permukaan seakan tahu YangLe akan menebarkan makanannya untuk mereka.

"Bagaimana dengan kondisi Ibunda?" tanya YangLe, PaoTu menurunkan kepalanya.

"Yang Mulia Ratu baik-baik saja, beliau hanya migrain seperti biasanya, Yang Mulia tidak usah terlalu khawatir akan hal itu"

YangLe menebarkan pellet ke atas permukaan air yang segera menarik banyak ikan beraneka bentuk dan warna berebut mengambilnya, YangLe menebarnya kembali ke tempat lain dan membuat kelompok lainnya, gemericik air yang dipenuhi ikan terdengar jelas.

"Itulah kenapa aku meminta guru selalu menemani Ibunda, beliau sendirian di sana, entah apa yang akan dilakukan orang-orang itu padanya setelah terakhir tidak berhasil membunuh Ibunda"

### Beberapa bulan lalu terjadi pembunuhan terhadap adik Ratu yang diduga dilakukan oleh kelompok pemberontak saat Ratu bepergian keluar istana bersama adik dan keluarga lainnya, adik Ratu terbunuh saat tengah mengenakan jubah milik Ratu, diduga pembunuh memang mengincar Ratu sejak awal.

PaoTu membuka kipas lebarnya.

"Apa yang akan Yang Mulia rencanakan? Dengan kondisi saat ini kemungkinan besar pemberontak yang bersembunyi di dalam istana akan dengan mudah menggunakan Baginda Ratu untuk mengancam anda, apa kita perlu mengambil tindakan terlebih dahulu? Hamba rasa, salah satu caranya adalah anak itu, Yang Mulia.." Pria itu menghentikan ucapannya saat melihat YangLe menoleh padanya dengan tatapan tajam.

"Eh maksud hamba"

"Hong bukan benda mati guru, aku tidak bisa memaksakan kehendaknya, dan saat ini, mengambil hati adik Hong adalah hal yang terpenting"

"Yang Mulia, kita memiliki belati merak, dan cara lain yang bisa kita lakukan adalah.."

"Jangan pernah terpikirkan akan hal itu guru, aku tidak akan mau melukai adik Hong bagaimanapun, dulu mungkin aku tidak akan ragu melakukannya, tapi kini semua sudah berbeda, adik Hong, mungkin sudah mengisi ruang kosong di dalam hatiku, dan itu, hal yang sangat sulit bisa kurasakan hingga kemarin, Guru pikir, aku bisa mengorbankan adik dengan cara seperti itu?"

PaoTu menelan ludahnya, melirik wajah serius putra mahkota di depannya saat mengatakan hal itu.

"Em maksud hamba, mungkin tidak perlu diadakan pengorbanan, kita hanya butuh darah Tuan muda Hong untuk memenuhi altar"

YangLe meghentikan gerakan tangannya, PaoTu bersiap untuk menerima amarah Putra Mahkotanya saat YangLe kembali membalikkan tubuh ke arahnya.

"Maafkan hamba Yang Mulia, hamba lancang"

YangLe meneruskan gerakan tangannya, menebar kembali pellet dan meletakkan kantung kecil kembali ke tiang.

Ia berjalan pelan mendekati kursinya, duduk menikmati tehnya yang masih hangat.

"Jangan pernah terpikirkan akan hal itu Guru, heh, sebaiknya Guru segera kembali ke istana, awasi setiap gerak gerik orang-orang di sekitar Ibunda Ratu, bahkan paman Kaisar bisa menjadi orang yang dicurigai saat ini"

PaoTu menurunkan tubuhnya memberi hormat.

"Siap Yang Mulia"

Saat keduanya masih serius berbicara terdengar keributan dari luar ruangan.

"Yang Mulia mohon tunggu sebentar" suara pengawal yang seakan berusaha mencegah seseorang untuk masuk, YangLe menoleh, siapa orang yang sudah berani membuat keributan di ruang kerjanya.

PaoTu hendak memeriksa tapi belum sampai ke pintu seseorang sudah membuka pintu.

"Yang Mulia Pangeran Kai, anda kemari" PaoTu menurunkan tubuhnya melihat orang yang ternyata adalah KaiLe sudah berdiri di depan pintu bersama dengan pengawal pribadinya Tao, KaiLe seorang pangeran muda, tapi ia juga seorang kepala divisi penyelidik istana FaHua yang memiliki plakat khusus yang diberikan oleh Kaisar sendiri hingga ia bisa menggunakannya bahkan untuk menemui Putra Mahkota sekaligus, dan kali itu, melihat dari raut wajah KaiLe sepertinya urusannya cukup serius.

"Maafkan hamba Kak tapi, hamba perlu bicara penting"

YangLe mengibaskan tangannya meminta para pengawalnya yang tidak berhasil menghadang KaiLe dan pengawal pribadinya merangsek masuk istana, ia juga melirik para PaoTu agar segera mundur. Pria tua itu menurunkan tubuhnya dan mundur ke arah pintu keluar.

Tak lama kemudian.

YangLe menarik bibirnya, sedikit tersenyum melihat apa benda yang diletakkan KaiLe di atas meja di depannya. Sementara KaiLe masih menatapnya dengan tajam.

"He ini lucu, hanya karena plakat perintahku ini ada di tubuh para penyerang jadi kau menuduhku terlibat penyerangan atas dirimu? Adik Kai, apa, kau tidak merasa ini sangat mudah?"

KaiLe gagap, ia pikir juga benar, semua sangat mudah dan rapih, tapi ia juga tidak bisa menghiraukan kemungkinan kalau kakak sepupunya itu mungkin juga terlibat secara tidak langsung, ia mengambil plakat yang menjadi bukti itu kembali menyerahkannya pada Tao yang berdiri di belakangnya.

"Lalu, kakak bisa jelaskan kenapa plakat ini bisa ada di tubuh salah satu penyerang? Jika kakak tidak ada hubungannya dengan orang-orang ini, hamba, tidak tahu apa yang bisa hamba pikirkan"

YangLe mengangkat cangkir tehnya yang mulai kosong, Tao mendekat dan menuangkannya ke dalam cangkir milik YangLe dan KaiLe.

YangLe melihat KaiLe lama, bagaimanapun pangeran muda di depannya memang terlihat polos walau sebenarnya ia cukup pintar, hanya kurang berpengalaman, menjadi salah seorang kepercayaan Kaisar bisa menjadikan KaiLe salah seorang yang patut dicurigai juga, ia tidak bisa mempercayai sepupunya itu sepenuhnya.

#####

Next chapter