webnovel

BAB 15

"Kalau gue menang, lo harus beliin gue kosmetik kemarin, Gar!" kata Sasa sambil mengibaskan rambutnya yang wangi.

Sasa memang selalu begitu di mata Dinda, selalu tampak cantik, dan wangi. Bahkan, bibirnya nyaris tak pernah kering, dan wajahnya nyaris tak pernah berkeringat. Dan dia menantang lari dengan Regar, bukanlah hal yang main-main bagi Dinda. Rupanya, cewek sefeminim Sasa, suka olahraga juga.

"Lha kalau elo, Sel?" kini Benny bertanya kepada Gisel.

"Gue mau tas, ntar gue kirim gambarnya," imbuh Gisel.

Yang tampak tak acuh sambil bersedekap, seolah-olah ia enggan untuk berkeringat. Dinda mencari-cari di mana gerangan Selly, dia ingin lari berdua dengan Selly. Sebab kata Benny, latihan ini adalah latihan pasangan, jadi larinya harus berdua-dua atau nyari pasangan sendiri.

"Gue mau pasangan ama Dinda," suara itu langsung mengagetkan Dinda, Sasa, Gisal, Regar, dan Benny. Mereka langsung menoleh ke arah Nathan. Yang saat ini, sudah memasukkan kedua tangannya di celana olahraganya, berjalan santai menuju ke arah Dinda.

Sepasang sepatu kets warna putih itu berhenti, tepat di depan sepatu kets warna abu-abu milik Dinda, kemudian dengan tatapan dinginnya itu, Nathan memandang Dinda lekat-lekat.

"Sekarang gue mau nantangin elo...," katanya, dengan seringaian licik di matanya. "Gue akan lari tiga kali mengelilingi lapangan ini, tapi jika gue menang ngelawan elo, gue minta ciuman dari elo,"

Cukup jelas ucapan Nathan, sampai Dinda mendongak menatapnya tanpa aba-aba, Dinda hendak pergi. Tapi lagi-lagi tangan Nathan menahannya.

"Lo nggak bisa nolak, Din. Di sini yang belum punya pasangan lari itu elo. Jadi, lo harus terima tantangan dari gue."

Lagi, Dinda hanya diam mendengar ucapan Nathan. Tapi, dia tak pergi dari sana. Berdiri sambil bersedekap, meski hatinya gusar ia tak sudi menunjukkannya kepada Nathan.

Jujur, di SMAnya dulu, bahkan sering kali dia menjadi pelari paling payah. Selalu mendapatkan nomor paling akhir saat perlombaan. Jadi, bagaimana caranya ia bisa menang melawan Nathan?

Tapi, Nathan sedang tidak enak badan, kan? Batin Dinda, memandang Nathan yang tampaknya flunya benar-benar sangat parah.

Dinda melihat anak-anak lain sudah latihan lari, bahkan pasangan Sasa-Benny, Regar-Gisel pun sudah. Untuk pasangan Sasa-Benny dimenangkan oleh Sasa, lompat bahagia Sasa tak terbendung, ia lantas memeluk tubuh Benny karena sebentar lagi kosmetik yang ia impikan akan didapat. Sementara Gisel-Regar, keduanya berakhir adu mulut. Sebab Gisel merasa telah dicurangi oleh Regar.

"Sekarang, giliran kita," kata Nathan. Berjalan mendahului Dinda menuju garis start.

Dinda mengekori langkah Nathan, berdiri di samping Nathan yang sudah berjongkok. Seharusnya dia bisa mengalahkan Nathan sekarang, bukan... ia harus bisa.

Anak-anak semua berkumpul mengerumuni mereka, sebab mulut bocor Benny sudah berteriak ke seluruh penjuru lapangan jika nanti Dinda kalah akan berciuman dengan Nathan. Setelah itu peluit dibunyikan oleh Benny kuat-kuat, membuat Dinda, dan Nathan berlari sekuat tenaga.

Awalnya, Dinda percaya diri, dia lari mendahului Nathan yang tampak masih sibuk membenarkan tali sepatunya. Untuk selanjutnta, dilintasan kedua, dia tak bisa berkata apa-apa karena Nathan telah mendahuluinya. Di lintasan kedua Dinda sudah tampak terengah, lari yang awalnya kencang perlahan hanya berupa jalan yang pincang. Untuk kemudian, di putaran ketiga Nathan sudah menyamainya, berlari di tempat sambil melihat Dinda yang sudah kelelahan.

"Wah, lumayan nih, bakal dapet ciuman dari elo," sindir Nathan. Berlari sekuat tenaga sampai dia berada di garis finish. Sementara Dinda, butuh waktu satu menit untuk menyelesaikannya.

Dinda membungkuk, kedua tangannya menggenggam erat-erat kedua lututnya. Untuk kemudian, ia dipaksa berdiri oleh siempunya kets putih yang sudah ada di depannya. Lagi, anak-anak sudah berkumpul. Seolah mereka ingin menyaksikan sebuah pertunjukan yang amat dinanti-nanti.

Dengan percaya diri, dengan seringainya, Nathan tersenyum ke arah Dinda. Seolah-olah, Dinda sudah kalah telak darinya.

"Jadi, gue tagih hadiah gue," kata Nathan. Menarik gadu Dinda untuk menciumnya.

Tapi, belum sempat Nathan menempelkan bibirinya pada bibir Dinda, lagi-lagi Dinda menamparnya dengan sangat kasar.

"Gue nggak sudi, ya, dicium ama elo. Cowok yang bibirnya sudah terinveksi banyak virus karena berganti-ganti ciuman ama cewek di luar sana. Lagi pula, elo kena flu. Gue nggak sudi dicium ama mulut kotor elo!" bentaknya.

Membuat teman-temannya memekik, suasanya menjadi hening. Dinda pergi dengan langkah lebar-lebar menjauhi Nathan. Namun sebelum itu, Gisel memandang Dinda dengan amarah yang membuncah. Dia harus membuat perhitungan kepada Dinda.

Dinda duduk di ujung lapangan sendiri, kemudian Selly mendekat ke arahnya dengan takut-takut, melirik cewek itu yang tampak amat marah.

"Din, kayaknya elo udah keterlaluan deh ama Nathan. Apa elo nggak mau minta maaf apa dia?" tanya Selly.

Dinda langsung menoleh. "Gue harus minta maaf ama dia? Elo sadar nggak, Sel, dia itu udah ngelecehin gue di depan banyak anak."

"Dan lo ngelakuin hal yang sama kan, tadi?" kata Selly, berhasil membuat Dinda terdiam.

Kemudian dia memandang Nathan, yang sudah bergabung dengan Rendra bermain basket. Keduanya tampak menjadi lawan, bermain dengan sangat sengit dan alot.

Nathan tampak terjatuh, saat adu bola dengan Rendra. Tapi, saat Rendra hendak menolong dengan uluran tangannya. Dengan kasar Nathan menepis tangan Rendra, kemudian mendorong tubuh Rendra sampai jatuh.

"Anjing, apa-apaan sih lo!" bentak Rendra. Meski tak sekelas, hari ini kelas Rendra jam kosong, itu sebabnya ia dan teman-temannya main basket di sini.

Nathan mengabaikan ucapan Rendra, kemudian ia melompat, memasukkan bola ke dalam ring. Lagi, Nathan memandang Rendra dengan tajam. Untuk kemudian, ia pergi dari lapangan dan menghilang.

"Kayaknya mereka bertengkar," ujar Selly. Dinda memandang Selly dengan tatapan bingung. "Tiga pilar SMA Airlangga itu temenan, mereka menjadi geng solid dari cara mereka masing-masing. Meski Rendra, dan Nathan selalu berseberangan pendapat, dan adu mulut. Gue nggak pernah liat dia sekasar itu kepada Rendra. Sebab kata temen-temen, Nathan bukan tipikal cowok yang suka main kasar. Meski, ia adalah otak dalam setiap pertempuran SMA Airlangga melawan SMA-SMA di luaran sana. Itu sebabnya SMA Airlangga selalu menang. Gue rasa mereka sedang bertengkar."

Dinda tak menjawabi ucapan Selly, sebab ia sendiri tak tahu kalau Nathan, dan Rendra rupanya adalah satu kubu meski tidak terlihat terlalu dekat. Lagi pula, Dinda tahu mungkin mood Nathan sudah jelek. Karena ulahnya tadi.

Bel pergantian jam pun berbunyi, Dinda dan Selly lekas beranjak dari tempatnya duduk. Selly menyamai langkah pelan Dinda, kemudian memandang ke arah cewek tinggi di sampingnya itu. Ya, Dinda cukup tinggi sebagai cewek, bahkan Selly hanya setelinganya. Jika pun Dinda ingin, Selly yakin cewek di sampingnya ini bisa menjadi seorang model top nusantara. Karena, bukan hanya postur tubuhnya, wajahnya juga sangat mumpuni untuk hal itu.

Next chapter