"Kau bilang ini rumah sakit?" Dian melihat sekeliling, sama sekali tidak mengira kalau dia berada di rumah sakit.
Perawat wanita muda dan cantik itu tersenyum dan berkata, "Tempat ini adalah Rumah Sakit Swasta C di Kota L. Sedangkan ruang Nona sekarang ini adalah ruang pribadi VIP tingkat atas di rumah sakit kami. Kondisinya jelas berbeda dari rumah sakit biasa."
Rumah Sakit Swasta C?
Dian adalah seseorang dari Kota L, dan dia tentu mengetahui Rumah Sakit Swasta C ini. Awalnya, setelah ibunya mengalami kecelakaan mobil, dia juga ingin Ibunya dirawat di rumah sakit ini. Tetapi Ayahnya, Joko, menolak untuk membayar, dan akhirnya ibunya harus memilih rumah sakit umum.
Karena Dian tidak mampu membayar biaya perawatan yang mahal di Rumah Sakit Swasta C.
Tahukah kalian? Di rumah sakit ini, harga untuk menginap satu malam sudah melebihi harga hotel bintang lima di kota L. Oleh karena itu, mereka yang bisa datang ke Rumah Sakit Swasta C adalah orang kaya atau terpandang.
Ketika mendengar kalau dia berada di Rumah Sakit Swasta C, Dian segera membuka selimut dan turun dari tempat tidur.
Perawat muda dan cantik itu buru-buru menghentikan Dian, "Nona Dian, tubuhmu masih lemah, apa kau butuh sesuatu? Aku bisa membantumu. Atau kau ingin pergi ke kamar mandi?"
Dian memakai sepatunya. Dia melambaikan tangan. Meskipun kepalanya tidak terlalu pusing, wajahnya masih pucat.
"Tidak, tidak. Aku hanya flu dan demam. Aku mau pulang saja dan minum obat."
Hanya bercanda. Dia telah tinggal di sini selama semalam, dan Dian merasa pusing memikirkan biaya menginap yang mahal. Mungkinkah 'Tuan muda kedua Keluarga Adam' sengaja membuangnya ke sini?
Menghancurkan keberuntungannya jelas merupakan tindakan yang menyenangkan bagi si Tuan muda!
Setelah mendengar perkataan Dian, suster muda itu tiba-tiba menjadi sedikit cemas, "Nona Dian, jangan terlalu banyak bergerak. Suamimu akan datang sebentar lagi. Jika ingin pulang, kau harus melalui prosedur pemulangan. Kau masih harus menunggu suamimu kembali. Oke, bagaimana menurutmu? Minumlah obatnya dulu dan duduk di sini. Tunggulah sebentar lagi, ya?"
"Apa katamu tadi? Suamiku?" Dian tidak merespon untuk beberapa saat.
Perawat muda itu tiba-tiba tersenyum sedikit malu-malu. Jika diperhatikan lebih dekat, dia dapat melihat ada sedikit rona kemerahan di wajahnya.
"Suamimu. Kau dipeluk oleh suamimu kemarin. Suamimu benar-benar tampan dan beraura dingin serta mendominasi. Kau tidak tahu kalau banyak staf medis yang beristirahat di rumah sakit kami hari ini berinisiatif untuk bekerja lembur."
Urgh...
Dian segera bereaksi. Perawat ini pasti membicarakan si "Tuan muda kedua Keluarga Adam."
Benar saja. Ternyata pria itu memang yang mengantarnya ke rumah sakit. Tetapi ketika Dian mendengar perawat itu bilang Baim memeluknya sampai ke bangsal, dia merasakan perasaan yang tak terlukiskan di dalam hatinya.
Dia selalu merasa kalau itu bukan sesuatu yang bisa dilakukan Baim yang berhati dingin.
Dian juga tidak ingin mempermalukan perawat itu. Karena Baim akan berada di sini sebentar lagi, dia hanya akan duduk di sini dan menunggunya.
Jika ada sesuatu yang terjadi, bakal lebih baik jika dia bicara langsung dengan Baim.
Saat melihat Dian mendengarkannya, perawat itu menghela nafas lega dan mengobrol sambil memberikan obat pada Dian.
"Aku menemukan banyak pria tampan yang datang ke rumah sakit kita baru-baru ini. Kemarin, seorang pria yang sangat tampan datang ke rumah sakit kita. Tanpa diduga, suamimu juga datang pada malam hari. Banyak perawat muda di rumah sakit kita yang panik!"
Dian memperhatikan kalau perawat itu seumuran dengannya, dan juga sangat cerewet. Tapi dia tidak membencinya.
"Apa yang kamu lihat sebenarnya adalah penampilan luarnya saja." Dian menggelengkan kepalanya saat meminum obat.
Jika dia memberitahu mereka kalau pria tampan itu gay, mungkin dia akan membuat mereka patah hati.
"Tidak, kurasa suamimu dan pria tampan kemarin adalah yang terbaik di antara pria! Mereka berdua sangat mencintai dan merawat wanita mereka. Sayang sekali pria tampan itu milik orang lain."
Karena perawat itu menilai Dian adalah orang yang baik, dia memutuskan untuk bercanda dengannya. Perawat itu bahkan menjulurkan lidahnya pada, sikapnya sangat lucu.
Dian tidak terlalu memperdulikan ucapan perawat itu. Baim bersikap lembut dan hati-hati padanya? Ketika memikirkannya, dia merasa sekujur tubuhnya merinding.
"Aku sudah menghabiskan obatnya, boleh aku berjalan-jalan?"
Dian merasa ruangan itu agak membosankan, jadi dia ingin keluar jalan-jalan. Fasilitas di sekitar Rumah Sakit Swasta C ini bisa dianggap seperti spesifikasi hotel bintang lima internasional.
Perawat muda itu tidak menghentikan Dian, dan berkata sambil tersenyum, "Selama tidak pergi diam-diam, kau bisa berjalan-jalan semaumu. Bawalah pager kecil ini. Jika kau butuh sesuatu, kau bisa menekan pager itu kapanpun. Aku yang segera menemuimu."
Jadi, Rumah Sakit Swasta C memang mahal, dan layanannya benar-benar kelas satu.
Dian meninggalkan kamar dan melihat ke nomor kamar, tertulis 3101. Dia perlu mengingat nomor kamar sehingga dia dapat menemukannya lagi.
"Yichen, jangan terlalu menyalahkan dirimu sendiri. Rara sudah merasa tidak aman sejak dia masih kecil, dan dia terlalu mencintaimu. Kalau tidak, hal seperti ini tidak akan terjadi. Kau anak yang baik, dan Bibi selalu mengagumimu. Aku juga tahu kalau ada seseorang yang sengaja melakukan ini dan mengambil foto-foto itu ke Rara. Anak itu tidak dapat berpikir jernih untuk beberapa saat, dan hasilnya malah…"
Emi, ibu Rara, dan cinta pertama Joko, sekarang berhasil meraih posisi ibu di keluarga mereka. Saat ini, wanita yang sedang menghibur Oscar adalah Emi.
Dian berhenti ketika dia mendengar suara yang dikenalnya. Dia berdiri di sana, mendengarkan suara dua orang di belokan.
"Bibi, aku benar-benar tidak bisa menanganinya kali ini. Tapi aku tidak menyangka Rara begitu impulsif."
Suara itu masih terkesan tidak asing bagi Dian-suara Oscar.
Emi menghela nafas, "Hei! Sekarang masih masa-masa yang sulit bagi Rara. Bayinya sudah meninggal, dan dia belum bangun sampai sekarang. Aku benar-benar tidak tahu seperti apa nanti jika dia bangun dan tahu bayinya sudah tidak ada bersamanya."
Dian berdiri di belokan dan bisa mendengar percakapan mereka dengan jelas.
Rara bunuh diri, dan bayi di kandungannya meninggal.
Ketika mendengarnya, Dian tiba-tiba memiliki pikiran jahat di dalam hatinya. Jangan-jangan Ibu dan anak ini melakukannya lagi?
Rara jelas tahu kalau dia sedang mengandung, jadi mengapa dia mengambil resiko bunuh diri? Lagipula, Emi baru saja mengatakan kalau Rara menerima foto dari seseorang di pos-yang pastinya akan sangat menarik.
Samar-samar, Dian merasa masalah ini tidak sesederhana yang terlihat. Indra keenamnya yang tajam memberitahunya kalau hal-hal mungkin masih memiliki hubungan dengannya.
"Aku akan tinggal bersamanya. Ketika dia sudah pulih sedikit, kita akan mengadakan pernikahan.���
Untuk waktu yang lama, Dian mendengar suara Oscar, dan suara lembut itu mengandung sedikit beban.
Ucapannya tadi bisa dianggap sebagai sebuah janji.
Hatinya sangat sakit sampai dia tidak bisa bernapas.
Dian berpikir kalau dia tidak akan kesakitan lagi. Ternyata saat dia benar-benar menghadapinya, rasa sakitnya masih terasa jelas.
Kemarin, pria itu masih berkata padanya, 'ayo kita menikah.'
Hanya berselang satu malam kemudian, yang didengarnya lagi adalah janji pria itu pada wanita lain.
Haha, janji Oscar benar-benar tidak bisa diandalkan.