webnovel

4. University day

Aku terbangun dari tidur panjangku. Tidak seperti kemarin ketika aku tidak sengaja begadang hanya karena isi kepalaku tidak mau berhenti memikirkan nama itu. Tapi sekarang semuanya berbeda. Aku tidur begitu nyenyak dari jam 8 malam hingga jam 5 pagi ini. Aku tidak lagi penasaran seperti apa Choi Jungkook itu, dan rasa penasaran yang sudah tidak menggebu itulah yang berhasil membuatku tidak begadang. Ini menyenangkan, akhirnya aku mendapatkan kualitas tidur yang baik tadi malam.

Pagi yang masih terlalu pagi bagiku yang lebih sering bangun jam 7. Ini baru jam 5 subuh dan aku sudah beranjak dari ranjang besarku. Aku berjalan kearah pintu dan menuruni tangga. Menuju dapur karena entah karena apa pagi-pagi sekali aku merasa sangat haus. Tadi malam aku tidak mengisi botol minumku. Lupa karena aku terlalu larut akan hujan yang seharian kemarin membasahi bumi kota Abel Red ini.

Langkahku tepat berhenti diambang pintu dapur. Dimana aku benar-benar melangkah menyamping hingga membuatku seperti bersembunyi dibalik tirai yang baru separuh tersingkap. Bibi Yoo harusnya belum mulai bekerja, tapi ia bisa mendengar bahkan melihat seseorang membuka lemari pendingin yang setahuku adalah; itu lemari tempatku menaruh semua camilan dan makananku. Tapi sejauh ini, tidak ada yang berani membukanya kecuali bibi Yoo yang selalu mengecek stok didalam sana. Termasuk nenek yang tak pernah membukanya. Itu privasiku.

Aku memutuskan untuk menghampiri orang itu. Berjalan perlahan kearah saklar, dan dengan cepat aku menekannya dan alhasil aku bisa menangkap siapa yang berada dibalik sana.

"Jungkook?" Aku memekik lirih, namun karena jarakku sudah tidak terlalu jauh darinya, kuyakin dia mampu mendengarku. Buktinya dia menoleh dan mempertemukan manik matanya denganku yang memandangnya dengan tatapan tidak percaya.

'Bukankah kemarin aku menyuruhnya pulang?'

Iya. Seingatku, aku menyuruhnya pulang dan jangan menggangguku. Tapi apa yang kulihat pagi ini tidaklah bisa dipercaya. Jungkook ada didapur dan dia ada di mansion sepagi ini? Apa dia menginap? Yang benar saja. Nenek menginjinkannya? Atau malah nenek yang menyuruhnya?

Menyebalkan!

"Sudah bangun noona?" celetuknya setelah mendapatiku masih berdiri tanpa melakukan apapun. Hanya menatapnya, bahkan tanganku belum sempat terlepas dari saklar lampu dapur.

Buru-buru aku menarik lenganku, berjalan pasti kearah Jungkook dan berhenti disana. Tepat didepannya.

"Aku haus. Minggirlah." ucapku ketus. Aku berusaha menyingkirkan tubuhnya besarnya yang terbalut kaus putih kebesaran yang tipis, berpadukan bokser hitam bergambar tengkorak dengan wajah bareface serta rambut acak-acakan khas bangun tidur.

Sejenak aku menahan napas. Dia pria yang tampan. Oh maksudku adik kecil yang tampan. Dia terlalu tampan jika aku memanggilnya 'Jungkookie', atau 'Kookie', seperti nenek memanggilnya begitu.

Kulihat tubuhnya menyingkir begitu saja, doronganku yang sedikit itu rupanya cukup membuat Jungkook enyah dari sana. Memberiku ruang agar aku bisa mengambil minuman dingin yang biasa ku minum saat sarapan pagi.

Lenganku terulur mengambil sebuah kotak berisi susu murni. Ini bukan susu murni biasa, aku membelinya setiap 2 hari sekali. Susu diet, ah bukan juga... Ini susu protein. Tinggi protein dan kalsium. Apa aku terdengar seperti bayi sekarang?

Aku membawanya ke atas konter, menggapai gelas dan menuangkannya perlahan hingga terisi separuh gelas. Aku meneguk dengan santai, tak peduli pun didapur tidak hanya ada aku dan bayanganku. Tapi masih ada Jungkook yang masih mematung disana. Aku tak tahu apa yang dia lakukan dibelakangku. Hanya saja, fakta bahwa dia sudah ada pagi-pagi sekali didalam mansion ini cukup membuatku sedikit tak nyaman.

'Bagaimana bisa aku memiliki teman yang satu atap? Apa nenek benar-benar akan membuatku seperti manusia tanpa privasi? Bahkan nenek sampai membuat 'teman baru' ku itu menginap didalam mansion besarnya.'

"Jika kau mau makan. Ambillah dilemari sebelah. Itu lemari makananku, mungkin saja selera kita berbeda, jadi alangkah lebih baiknya jangan pernah membukanya lagi."

Aku sungguhan memperingatinya. Ini kali pertama ada orang asing yang membuka lemari makananku. Aku sampai sekarang masih sangat belum terbiasa, seperti semua hal yang sebelumnya sangat privat hanya untukku. Sekarang semuanya seperti milik umum. Bahkan dengan santainya Jungkook mengambil beberapa coklat lalu berlalu begitu saja.

Jungkook berlalu begitu saja, meninggalkanku yang tadi memperingatinya. Aku mendengus kesal, sungguh menyebalkan memiliki teman satu atap. Terlebih dia itu bukanlah seseorang yang gampang dihindari, karena dia itu sangat mudah sekali menarik atensiku. Bahkan sekarang setelah dia berlalu begitu saja, aku masih memandangi punggungnya yang berjalan menjauhi pijakanku.

"Maaf noona. Lain kali aku akan membeli sendiri." ucapnya setelah berhenti diambang pintu dapur. Tidak menoleh sama sekali. Ais! menyebalkan sekali.

Setelah mengatakan itu, aku bisa melihat Jungkook melanjutkan langkahnya. Sungguhan sekarang dia meninggalkanku didapur dengan mood yang sudah hancur. Padahal kemarin aku berniat mempermudah tugas yang dia dapat dari nenek, tentang; aku akan membuat semuanya mudah. Aku akan menjadi temannya dan aku akan menunjukkan sesuatu yang berbeda saat didepan nenek. Aku boleh saja memainkan dramaku pagi ini, tapi Jungkook sudah membuatku menjadi malas melakukannya.

~~~

"Nona, nenek sudah menunggu."

Seperti biasa. Suara bibi Yoo adalah suara yang pertama kali aku dengar dipagi hari sebelum suara siapapun. Dia selalu membuatku seperti nona Kim yang sangat manja. Dan aku selalu membuat bibi Yoo menjadi merasa lebih dihargai. Aku bukan tipe pembentak yang akan bersuara dengan nada tinggi jika kesal. Bahkan aku tidak pernah membuka kata dengan nada yang melebihi lawan bicaraku. Dulu ibuku selalu membuat semuanya berlaku halus. Jadi, aku sampai sekarang tidak pernah bisa membentak orang lain.

Dan untuk kemarin aku membentak Jungkook, itu adalah kali pertama aku kesal dan aku tidak bisa mengendalikannya. Semuanya masih terasa asing bagiku. Semuanya terlalu tiba-tiba dan seperti mimpi saja. Mimpi mengerikan saat dihadapkan pada sebuah kenyataan bahwa aku harus membiasakan diri bersikap baik, setelah mengetahui sebelumnya bahwa aku memiliki sedikit anxiety. Ini berat, jujur saja aku masih sangat terbebani dengan semua ini. Mungkin karena baru dua hari, jadi aku masih belum terbiasa. Tapi mengingat Jungkook yang sungguh selalu seenaknya itu, membuatku berpikir 'apa dulu aku pernah mengenalnya dan aku lupa? atau memang dia itu orangnya memang seperti itu? Semaunya dan seenaknya?!

"Aku akan turun dalam 10 menit bi..." sahutku seperti biasa.

Hari ini memang hari yang bisa saja kusebut istimewa. Bisa jadi. Atau aku bisa menyebutnya sebagai hari dimana genderang perang telah ditabuh karena seperti yang sudah tertera dikertas yang kemarin Jungkook sampaikan pada bibi Yoo dan kemudian bibo Yoo menyerahkan padaku, disana tertera aku harus sampai di gedung universitas tepat jam 8.

Aku sudah siap hari ini. Sengaja sekali aku mandi sebelum jam 7, aku tak ingin hariku buruk karena aku terlambat bangun. Walau sebenarnya aku benar-benar takut setengah mati. Bahkan saat mendengar kata 'Universitas' pun sebenarnya itu sudah cukup membuatku merinding. Disana pasti ada ribuan orang. Dan ya... Aku sangat tidak terbiasa dengan kerumunan.

Berdiri didepan cermin dan memantaskan diri. Hari ni sengaja aku mengenakan setelan blazer bahan bermotif kotak-kotak berwarna cream berlengan pendek. Sudah satu setel dengan celana panjangnya. Serta ikat pinggangnya yang menambah sedikit kesan formal. Aku merasa belum percaya diri. Ini terlalu canggung karena mengingat hari ini pasti aku akan bertegur tatap dengan ribuan orang diluar sana. Aku ini manusia dari goa, dan hari ini adalah hari pertamaku untuk keluar setelah 6 tahun tak pernah menapakkan kakiku pada aspal jalanan. Apalagi menikmati udara malam dipusat kota, sekedar keluar gerbang dan berjalan menyusuri trotoar guna membeli susu pun aku sudah tidak pernah melakukannya lagi.

"Hai nenek."

Aku menyapa nenek seperti biasa, namun ini tidak terlalu nyaman saat aku mengenakan pakaian formal seperti ini. Dan alhasil nenek tersenyum begitu lebar saat menyambut lenganku dan memelukku kemudian mengecup kening dan pipiku. Untuk perihal menciumku, ini sudah biasa. Tapi untuk senyum yang melebar dan semakin terlihat sumringah membuat sebagian hatiku ikut menghangat. Hari ini nenek baru saja menunjukkan senyum yang aku rindukan. Terakhir kali aku melihatnya adalah saat dulu aku membawa piala karena mendapat juara 2 untuk lomba menyanyi. Sama persis seperti ini. Guratan disudut matanya begitu apik terukir, serta sedikit keriput dikedua ujung bibirnya pun turut serta menambah kecantikan nenekku terpancar sangat menawan.

"Kim Yerin. Nenek sangat bahagia hari ini. Cucu nenek sudah kembali." ucap nenekku begitu girang.

Yak! Sebentar. Nenek mengatakan 'cucuku sudah kembali'? Oh berarti sedari kemarin-kemarin aku bukan cucunya begitu? Baiklah nek, Kim Yerin sekarang sudah ada didepan nenek. Aku akan membiasakan diriku lagi. Aku sudah dewasa dan harusnya aku tidak seperti ini. Benar begitu kan nek?

Dan ya. Seperti biasa aku mengambil kursi dan menariknya. Duduk disamping nenek dan seperti pagi kemarin, aku berhadapan dengan Jungkook. Temanku. Teman baruku. Ah, sepertinya memang aku harus membiasakan diriku dulu tentang sarapan, dimana aku harus setiap hari menghadapi Jungkook yang akan selalu sarapan bersama. Dan juga menghadapi sikapnya yang terlalu banyak omong. Tapi itu kemarin, karena sekarang aku tidak melihat sisi Jungkook yang banyak omong itu. Bahkan ia hanya tersenyum simpul saja saat menyadari aku duduk didepannya. Kemudian melanjutkan makannya sambil terus menunduk.

Sesekali pria itu juga menyita atensiku. Bagaimana tatanan rambutnya begitu menawan dan selaras dengan garis rahang tegasnya yang meyiragkan sebuah ketegasan dan kewibawaan dalam satu tarikan garis. Serta setelan serba hitam yang malah membuatnya seperti seorang bodyguard sungguhan. Jaket kulit serta kaos dan jeans yang seluruhnya berwarna hitam. Serta topi baseball yang menggantung disisi kanan tas ranselnya. Tipe-tipe pacar idaman? Mungkin.

"Jungkook akan satu kampus denganmu. Dia mengambil studi seni dan nenek sudah mendaftarkanmu di studi bisnis." ucap nenek disela-sela tangannya mengoleskan selai coklat kesisi roti gandumnya. Sembari terus melirikku sedangkan aku tidak terlalu peduli. Apapun studi yang nenek ambil untukku, aku sudah percaya padanya bahwa aku memang disiapkan untuk menjadi penerusnya. Jadi saat nenek mengatakan dia sudah mendaftarkanku pada studi bisnis. Tentu aku tidak kaget sama sekali.

Aku hanya mengangguk-anggukan kepalaku. Sesekali menghadap kearah nenek dan tersenyum. Aku hanya ingin terua melihat senyum itu diwajah nenek. Aku sama sekali tidak berniat menghancurkan kebahagiaan nenek dengan aku yang tidak supportif dengan keputusannya. Kebahagiaan nenek saat ini adalah yang utama bagiku. Dia berhak bahagia juga, dan aku akan membuatnya selalu merasakan kebahagiaan itu. Nek... bantu aku ya...

[]

ตอนถัดไป