"Apa kamu mau makan siang bersama besok? Aku masih punya pertanyaan yang tidak aku mengerti."
"Aku aku pergi ke kampus untuk menjemputmu."
"Oke!"
Intan mengangguk sambil tersenyum.
...
Keesokan harinya, Intan datang ke kampus dan berhasil menyerahkan tugas-tugasnya.
Ketika kelas Intan sudah selesai saat siang hari, Kemal menemui Intan. "Aku melihat hasil tugasmu di kantor dosen, tulisanmu sangat rapi dan bagus. Aku tidak menyangka ternyata kamu begitu pintar, kamu bisa mengerjakan semuanya."
Kemal mengulurkan tangan dan menyentuh kepala Intan.
Intan yang dipuji tersenyum bahagia.Tentu saja, dia tidak lupa bahwa itu semua adalah kontribusi dari Irwan Wijaya.
"Hee hee, itu karena aku menemukan dewa yang agung!"
Kemal tersenyum, dia hanya mengira Intan sedang membicarakan dirinya sendiri.
Intan melirik jamnya sudah pukul 12 siang, Irwan hampir sampai.
Intan ingin menunggunya di persimpangan depan.
Dia mengucapkan selamat tinggal pada Kemal, tetapi Intan tidak mengira bahwa Kemal pergi ke arah yang sama juga.
Keduanya sedang berjalan sambil mengobrol di persimpangan jalan ketika mobil Irwan sudah berhenti di situ.
Irwan melihat sepasang orang yang berbicara dan tertawa di seberang jalan. Dia tidak bisa mengalihkan tatapan matanya yang tajam ke arah mereka.
Intan mengerutkan kening lalu langsung turun dari mobil.
Ketika Intan melihat Irwan datang, dia melambaikan tangan untuk memberi isyarat keberadaannya lalu berkata kepada Kemal, "Aku akan memperkenalkanmu kepada seseorang. Namanya Irwan Wijaya."
"Irwan Wijaya?"
Semua orang mengenal bahwa putra ketiga keluarga Wijaya memiliki sifat yang aneh. Menurut kabar yang beredar, dia memiliki wajah yang jelek. Tetapi Kemal tidak menyangka bahwa kabar itu benar.
Kemal melihat Irwan untuk pertama kalinya dan langsung terkejut dengan bekas luka di wajahnya.
Mungkin karena penampilan Irwan yang buruk, Kemal tidak pernah punya pikiran bahwa Intan dan Irwan adalah pasangan yang sudah bertunangan. Reaksi pertama Kemal adalah ...
"Halo paman."
Wajah Irwan langsung menjadi dingin, suaranya menjadi gelap, "Apa katamu?"
"Seperti yang diketahui semua orang, saudara perempuan Intan, Renata akan menikah dengan keluarga Wijaya. Kamu adalah paman Roy Wijaya, yang berarti juga paman Intan. Saya dan juga teman-teman Intan, menurut silsilahnya, saya bisa memanggilmu paman."
Intan tidak bisa menahan ketawanya ketika dia mendengar ini.
"Halo Paman Irwan."
Dia memanggil Irwan dengan nada jahil, alisnya menari-nari, matanya bersinar, seperti bintang paling terang.
Irwan merasa sedikit patah hati saat mendengar ini.
Mungkin memiliki umur yang lebih tua bukanlah hal baik.
Istri kecilnya juga ikutan memanggilnya paman, mengapa dia merasa sangat tidak suka?
Dia sangat berharap Intan bisa memanggilnya suami.
"Apa pantatnya masih sakit?"
Irwan bertanya dengan wajah datar.
Intan tiba-tiba mengerutkan bibirnya. Ketika Irwan menyinggung tentangpantatnya, Intan sepertinya merasakan sedikit sakit.
"Kau sendiri dari keluarga mana?"
"Ayahku Adya, dan keluarga kami membuat kosmetik."
Irwan baru ingat bahwa perusahaan kosmetik terbesar di ibu kota Jakarta adalah milik keluarga Adya.
Dengan cara ini, Kemal bisa dianggap sebagai orang yang berasal dari keluarga kaya.
Intan juga sedikit terkejut, hanya ada satu orang di ibukota jakarta yang membuat nama keluarganya sebagai merk kosmetik.
Intan tidak pernah tahu bahwa janji itu sangat kaya!
"Apakah kamu anak generasi kedua yang kaya?"
"Ini semua berkat ayahku. Apakah paman datang menemui Intan untuk makan siang? Aku sangat hafal dengan daerah ini, jadi aku akan mengajak paman untuk mencicipi makanan lezat di dekat Universitas Adhiguna?"
Kemal itu rendah hati dan logis, jadi Irwan tidak bisa menyangkalnya.
Dalam hal kekayaan, Kemal bisa membuat Irwan menghadapi dirinya sendiri.
Seseorang yang lebih muda dengan jujur mengekspresikan dirinya di depan orang yang lebih tua, apa lagi yang bisa Irwan lakukan?
Kemal seperti Intan.
Irwan mendesah sedikit kesal, bisakah Intan yang bodoh ini tidak melihatnya yang tak berdaya menghadapi bocah ini?
Alis Irwan mengkerut seakan bisa menghancurkan gerombolan lalat. Dia merasakan krisis harga diri di sini, tetapi gadis kecil ini malah menatapnya dengan mata besar dan terus mengangguk, "Paman, ajak Intan ke tempat makan dengan makanan lezat!"
Paman Paman! Huh, Irwan semakin kesal.
Yang hanya di pikiran Intan hanya makan, apakah dia tahu bahwa suaminya sedang diprovokasi?
Irwan menarik napas dalam-dalam, dia tidak mau melawan bocah itu.
Irwan dianggap sebagai orang yang lebih tua, jadi dia harus "meyakinkan orang lain dengan akal" dan tidak bisa berbicara kasar.
"Baiklah."
"Masuk ke dalam mobil, biarkan paman yang mengemudi."
Intan berpikir menggoda Irwan dengan panggilan paman sangat menyenangkan, karena dia sama sekali belum pernah memanggil Irwan dengan sebutan seperti itu. Oh ya, Intan juga sepertinya sudah melupakan rasa sakit di pantatnya.
Intan membuka pintu belakang, tentu saja dia akan duduk. Kemal pun mengikuti Intan duduk di belakang.
Irwan langsung tidak senang melihatnya.
"Intan, kamu duduk di depan. Aku dan Kemal yang duduk di belakang."
"Hah? Kalian berdua baru kenal, apakah tidak akan canggung?"
"Intan?"
Irwan melihat Intan dengan dingin seperti mengancam. Irwan mendengus pelan tapi dengan wajah serius.
Intan tiba-tiba menciut karena ketakutan ketika tahu bahwa Irwan tidak senang. Intan segera keluar dari mobil dan membuka pintu depan dengan cemberut.
Sekretaris Hamdani memasang ekspresi "mencari tahu", lalu dia mendapati wajah Intan terlihat cemberut.
Sekretaris Hamdani sedikit gugup, apakah Nona Intan melakukan sesuatu yang salah?
Kemudian, Irwan dan Kemal mengobrol satu sama lain, tetapi mereka tidak menyangka obrolan mereka mengarah tentang Intan.
Kemal tersenyum sambil memandang Intan di depannya lalu berkata, "Intan adalah gadis yang sangat baik dan pintar, dia juga sangat populer di kampus. Dosen dan konselor memiliki kesan yang baik tentang dia."
"Benarkah? Kenapa menurutku dia bodoh seperti babi."
"Paman mungkin belum mengenalnya. Lagipula, keluarga Surya dan Wijaya akan menjadi kerabat baru-baru ini. Menurut saya, paman harus memperlakukan Intan dengan sangat baik. Tidakkah paman menyukai wanita muda ini? Memang, Intan sangat menyenangkan bagi orang yang lebih tua, Ayah saya juga sangat memuji dia. "
"Ayahmu? Apakah Intan pernah melihat orang tuamu?" Suara Irwan yang dingin samar-samar keluar dari bibir tipisnya, seketika itu juga udara di dalam mobil sepertinya agak membeku.
Ini jelas hari musim panas yang terik, tetapi Intan merasa kedinginan di dalam mobil ini ...
Sudah tamat. Pria ini menatap Intan seperti ingin membunuhnya. Kapan dia pernah melihat ayah seniornya itu?
"Senior ... kamu melakukan kesalahan, kapan aku bertemu ayahmu?"
"Saat ayahku datang ke kampus dan tersesat, dia memintamu untuk menunjukkan jalannya. Dia juga bertanya kepadamu tentang aku, ingat?"
"Emm..."
Intan berpikir mengingat-ingat, sepertinya waktu itu memang ada pria paruh baya yang bertanya padanya dan sering tersenyum. Orang yang bisa memberi kesan ramah.
Intan tidak menduga, orang itu ternyata adalah ayah senior?
"Paman, tunjukkan saja jalannya." Intan berkata dengan getir dalam hatinya "Irwan, kamu tahu, aku tidak melakukan hal buruk, kan?"
Intan melihat ke cermin untuk melihat Irwan yang ada di belakangnya. Intan berniat ingin menyampaikan pesan lewat tatapan matanya, tetapi Irwan bahkan tidak melihatnya.
"Jadi, ayahmu sangat menyukai Intan karena sikapnya yang hangat?"
"Iya."
Kemal mengatakannya dengan agak malu-malu. Pipinya agak merah, matanya menunduk, sedikit tersipu malu. Intan juga telah menghangatkan hatinya.
Ekspresi macam apa senior ini?
Kemal, mengapa dia tersipu malu?
Mobil Irwan segera tiba di tempat tujuan. Itu adalah restoran organik mewah yang lokasinya dekat dengan kampus. Makanannya ternyata sangat mahal, Intan juga kaget saat pertama kali datang ke sini. Lagi pula, dia tidak punya uang sebanyak itu hanya untuk makan di restoran ini.
"Paman, masuklah dan coba sendiri makannya. Rasa makanan di sini sangat enak, bahan-bahan organiknya juga sangat segar."
"Kamu sangat pandai memilih tempat."
"Karena mulut Intan pilih-pilih, dia tidak bisa makan makanan yang dimasak dengan minyak sisa. Selama makanannya sehat, dia bisa langsung memakannya."
"Apa kau sangat mengenalnya?"
"Saya kurang tahu. Tapi saya dulu pernah ada di departemen yang sama dengannya, saya sering membawa makanan ke Intan. Makanan dari restoran ini yang saya bawa."
Intan tercengang setelah mendengarkan karena makanan yang dia makan sebelumnya sangat mahal? Duh, senior, langsung kirim uang saja, kenapa kirim makanan!