Metropolis juga dikenal sebagai Kota Kebahagiaan.
Disebut sebagai Kota Kebahagiaan karena di sana merupakan pusat kebahagiaan dan hiburan kaum pria, namun dibalik itu semua, Kota Metropolis menjadi mimpi buruk bagi para wanita, terutama untuk wanita cantik.
Saat para wanita itu di bawa kesana, dengan sukarela atau dipaksa, tidak ada yang bisa keluar dengan selamat dari kota itu.
Walaupun merupakan salah satu kota terbesar, setelah Jakarta, Kota Metropolis juga terkenal dengan kejahatan dan hiburan malamnya.
Banyak bar, club, kasino, maupun tempat pelacuran di kota itu.
Perampokan, penembakan, pemerkosaan dan percabulan, merajalela dan sudah menjadi hal wajar yang terjadi di sana.
Bahkan, Presiden sendiri sudah lelah dan enggan berurusan dengan kota Metropolis karena sangking tidak bisa mengendalikan tingkat kejahatannya yang sungguh brutal.
Jika pergi ke sana, dirinya pasti akan mati. Anya sudah tahu itu, karena itulah dia memohon kepada pria itu untuk tidak dibawa ke sana.
Dia sekarang tahu betapa menakutkannya Galang saat pria itu marah, dan jika dia tahu akan seperti ini, Anya tidak akan pernah membuatnya kesal dan marah.
Galang tersenyum sinis kepadanya dan berkata, "Tidak mau pergi? Sudah terlambat! Bawa dia!"
Pria itu tidak akan mengampuni orang yang mengganggu dirinya dan telah menyakiti Lunanya.
Anya menangis dan meronta dalam seretan dua pengawal itu. Tiba-tiba dia memikirkan sesuatu, kemudian berteriak padanya, "Kau tidak bisa memperlakukanku seperti ini! Aku adalah teman Luna. Bukan, aku sahabat Luna! Jika dia tahu kau memperlakukanku begini, dia tidak akan memaafkanmu.
Galang masih diam sambil mengetuk-ngetukkan jarinya di kursi.
"Haah … sudah habis kesabaranku" ujarnya lalu bangkit berdiri dan berjalan menuju Anya.
Plakk
Pria itu menampar pipi Anya dengan keras dan menambah lebam di pipinya, sedangkan Galang memandangnya dengan wajah datar, lalu dia membungkuk dan berkata kepadanya dengan penuh penekanan, "Kau ingin memberitahu Luna soal ini? Jangan pikir kau bisa melakukannya. Jika kau berani, aku tidak segan-segan akan menghukummu dengan lebih kejam! Cepat, bawa dia pergi dari sini!"
Galang tidak mempedulikan gadis itu yang menangis, dan tetap menyuruh pengawalnya untuk menyeret Anya. Keduanya segera membawa dan menyeret Anya dari ruangan itu.
Pria itu memijat dahinya pelan, mengambil ponsel dari sakunya dan segera menelpon Zein, adik Anya.
"Jika kau tidak bisa mendisiplinkan kakakmu! Aku yang akan mendisiplinkanmu!" ujarnya langsung saat teleponnya diangkat dan langsung menutup teleponnya tanpa menunggu jawaban Zein.
Jika pria itu masih ingin hidup, Galang pastikan dirinya tidak akan berani macam-macam dengannya lagi dan menuruti perintahnya.
Tingkat kesabarannya juga terbatas, bahkan jika orang itu bersahabat dengan Luna, orang yang menyakiti gadisnya, tidak akan dia biarkan saja.
Saat memikirkan wajah tenang Luna yan tertidur tadi, dirinya kembali tenang dan kembali merindukan gadisnya. Sampai-sampai Galang ingin membawa gadis itu kemanapun dia pergi dan tidak akan melepaskannya.
Setelah pulang ke rumah, pria itu bergegas mandi. Kemudian, ke kamar Luna dan berjalan dengan pelan menuju sisi ranjangnya.
Saat sudah berada di sebelahnya, Galang perlahan mengangkat selimutnya dan berbaring di sebelah Luna.
Gadis itu yang merasakan sesuatu di sebelahnya, berbalik dan memeluk tubuh Galang.
Luna mengingatkan sesuatu tapi tetap tertidur dengan lelap yang membuat Galang terkekeh pelan dengan tingkah imutnya.
Kemudian, pria itu menyeringai saat menyadari sesuatu.
"Gadis kecil, kau sungguh nakal. Kenapa bisa memelukku seperti ini, hm?"
_______
Luna tidur dengan tidak nyaman saat ini karena selalu merasa bahwa sesuatu yang panas dan lembab sedang menjelajahi leher dan tubuhnya terus-menerus. Namun, entah kenapa dia tidak bisa terbangun.
Sampai keesokan paginya, Luna terbangun dengan tubuh yang lemas.
Saat merasakan seseorang berada di sebelahnya, dia menoleh dan melihat Galang yang masih tertidur pulas di sebelahnya.
Gadis itu mengulurkan tangannya dan menoel pipi pria itu dan berkata, "Paman, kenapa kau tidur di sini?"
Galang yang terbangun, menggenggam tangannya dan menjawab, "Aku khawatir kau tidak akan bisa tidur saat tidak sengaja menyentuh lukamu sendiri."
Luna hanya ber "oh" ria karena merasa ini memang bukan pertama kalinya mereka tidur bersama.
Awalnya dirinya memang agak terkejut melihat Galang yang tidur di sebelahnya karena kembali memikirkan ciuman malam itu, namun dia tepis pikiran kotornya dan segera bangkit, kemudian berjalan ke arah kamar mandi.
Saat berada di kamar mandi, kebiasan pertamanya adalah berkaca.
Tangannya memegang lehernya, saat melihat ada beberapa bekas merah keunguan kecil di sana. Matanya melotot saat dia membuka baju atasnya dan melihat banyak bekas yang sama di sana.
Apa ini? Kissmark?
Di leher, bahu, bahkan dadanya juga ada!
Dia terkejut dan merasa sangat kesal saat ini. Luna segera mengambil napas dan menghembuskannya, mencoba menenangkan dirinya.
Seberapa nyenyak tidurnya tadi malam? Bagaimana bisa dia berbuat seperti itu padanya! batinnya kesal.
"Hashh"
Dia tahu siapa pelakunya, orang yang membuat kissmark ini di tubuhnya.
Bajingan ini!
Luna memutuskan untuk mandi terlebih dahulu dan setelah setengah jam kemudian, dia keluar dari kamar mandi dan lega saat melihat tidak ada sosok Galang di kamarnya.
Gadis itu juga tidak tahu bagaimana menghadapi Galang nanti.
Saat berpakaian, dirinya khawatir bekas kissmark di lehernya itu akan terlihat oleh orang lain.
Bagaimana dia bisa menutupi lehernya?! batinnya kebingungan.
Dia kembali membuka lemari dan menemukan sebuah gaun dengan kerah yang lebih tinggi dan sebuah syal. Luna segera memakainya.
Saat melihat di cermin, dirinya memastikan tidak ada kissmark yang terlihat.
Dan saat keluar dari kamarnya, dirinya agak terkejut melihat Galang yang keluar dari kamar sebelahnya.
Pria itu memakai celana panjang hitam bermerek, dengan kemeja putih yang lengannya digulung hingga ke sikunya. Sangat terlihat tampan dan elegan.
Luna mendengus dan berjalan melewatinya tanpa mempedulikannya.
Namun, tubuhnya tiba-tiba digendong oleh Galang dengan gaya bridal.
Luna berseru, dan merangkul lehernya . "Turunkan aku! Paman!"
Ekspresi Luna kesal, namun terlihat imut di mata Galang.
"Kakimu sedang cedera. Kau tidak bisa jalan sendiri" ujar pria itu kemudian mengecup bibirnya.
Tidak bisakah dirinya tiba-tiba menciumnya?! batin Luna kesal.
Hilman melihat Luna yang digendong Galang menuruni tangga, memandang mereka dengan wajah biasa. Dia sudah terbiasa melihatnya.
Toh, mentalnya sudah terlatih kuat saat melihat keduanya yang berciuman di mobil kemarin.
Hilman berkata padanya saat Galang sudah berada di depannya, "Tuan, Tuan Aldo di sini."
Setelah itu, Galang mengalihkan pandangannya pada sosok pria yang mengenakan kemeja merah muda dan memakai kacamata yang duduk di meja makan.
Aldo yang menyadari kehadiran Galang, menoleh dan bersiul saat melihat Luna yang berada dalam gendongan pria itu.
"Sepertinya kalian bersenang-senang tadi malam. Bahkan, keponakan kecil sampai tidak bisa berjalan" godanya sambil melihat ke arah Luna.
Gadis itu tersipu malu, bahkan menjadi lebih malu saat kembali teringat kissmark yang ada di tubuhnya.
Kemudian, Luna berontak dan ingin turun dari gendongan, namun Galang malah semakin mengeratkan pelukannya.
Saat sampai di meja makan, Galang turun ke bawah, mendudukan perlahan Luna di kursi, kemudian menatap Aldo dengan wajah kakunya, "Apa kau tidak sibuk?"
Aldo tersenyum dan berkata, "Tidak peduli seberapa sibuknya diriku, aku harus meluangkan waktu untukmu." Dia berkedip pada Luna setelah mengatakannya.