webnovel

Terlahir Kembali

Luna menarik napasnya banyak-banyak, tangan dan kakinya terus dia gerakkan seirama dengan bunyi kecipak air danau. Sementara beberapa gadis terlihat berdebat di depannya.

Setelah berjuang untuk bertahan beberapa kali, Luna tenggelam ke dasar danau.

Hening, tidak ada tanda-tanda dari danau dalam beberapa saat.

Beberapa gadis berseragam sekolah yang mendorongnya ke danau tadi ketakutan.

"Dia tidak akan mati, kan?" ujar seorang gadis sambil memegang tangannya yang gemetar saat menyaksikan air di danau menjadi sedikit lebih tenang pasca tenggelamnya Luna.

Seseorang balik balik berkata dengan nada mencibir, "Baiklah jika memang dia mati, jadi tidak ada yang akan mendekati Rangga lagi! Dia sudah terlalu percaya diri untuk mendekatinya seperti itu! Dasar jelek!"

Dia melihat temannya dan melanjutkan, "Dia tersandung dan jatuh sendiri. Kalian mengerti?"

Beberapa gadis mengangguk panik. Jika mereka tidak menurutinya, maka tamatlah riwayat mereka.

"Hmm …"

Sebelum gadis itu dapat berbicara lagi, dia mendengar bunyi kecipak air dan menoleh. Sialan! Jalang itu masih hidup ternyata!

Terlihat sosok yang tak asing baginya.

Luna berenang kembali ke sisi mereka.

Segera setelah sampai di hadapan mereka, gadis-gadis itu memandangnya dengan tatapan tajam.

"Ternyata kau bisa berenang juga" ujar seorang gadis kemudian memegang tangannya kuat. "Luna, aku peringatkan kau! Jangan mengganggu Rangga lagi, kalau tidak aku akan membuatmu merasakan yang lebih dari sekedar tenggelam di danau, mengerti?!"

"Brengsek!"

Gisella melepaskan tangannya dengan kasar.

"Kau! Dasar jalang brengsek!"

Saat gadis itu akan menamparnya , Gisella menahan lengan gadis itu dengan kuat.

Dengan satu dorongan, gadis itu menjerit, dan terlempar ke dalam danau dalam sekejap.

"T-tidak!"

"Tidak!!"

Gadis itu mencoba untuk bertahan dengan menggerak-gerakkan kedua tangan dan kakinya dengan cepat.

Para gadis berteriak saat melihat salah satu temannya yang tercebur ke danau, kemudian bergegas mendekati sisi danau dengan wajah panik.

Sheila tiba-tiba berkata kepada teman-temannya, "Apa yang kalian lakukan itu? Cepat bereskan jalang brengsek itu!"

Mendengar itu mereka melihat Luna lagi, kemudian saat mereka akan mendorongnya kembali ke danau, satu persatu dari mereka berhasil Gisella ceburkan ke danau.

Byurr

Hanya tersisa satu gadis di sana dan melihatnya dengan wajah ketakutan.

Saat gadis itu akan pergi, dia segera meraih kerah bajunya.

Gisella dengan panik berkata, "Katakan padaku, siapa namaku?" Sedangkan yang ditanya tidak mengerti kenapa gadis itu bertanya namanya sendiri, kemudian dia hanya menjawab dengan suara pelan, "Luna."

Gisella menatapnya agak lama dan berkata "Bagus."

Setelah berbicara seperti itu, dia melepaskan pegangan di kerah bajunya.

__________

Gisella memandang dirinya sendiri melalui cermin di sampingnya.

Sebuah wajah penuh dengan riasan tebal, ala gothic, dan membuat wajahnya yang asli tidak lagi terlihat.

Itu terlihat mengerikan, batinnya.

Rambutnya juga berantakan dan juga basah. Mirip seperti rambutnya dulu, namun rambut ini lebih panjang.

Gadis itu tertegun. Dia sudah mati, kan?

Saat ini dia masih belum yakin jika seorang gadis yang dia lihat di cermin adalah dirinya sendiri. Kemudian, tiba-tiba mengangkat pergelangan tangannya, dan melihat gelang perak yang asing baginya.

Tangan itu putih dan kulitnya halus. Tidak ada tanda lahir kupu-kupu yang dia miliki sebelumnya.

Dia menggaruk rambutnya dan cemberut.

Jadi, dia sudah mati?

Apakah jiwanya terlahir kembali dalam tubuh orang lain, tubuh gadis ini? batinnya bertanya-tanya.

Gisella kemudian menatap pakaian mewah warna-warni yang dikenakannya, kemudian menyeringai geli.

Hah! Seleranya rendahan sekali!

Tapi kenapa dia tidak memiliki ingatan tentang pemilik tubuh ini?

Bagaimana dia akan mulai hidup selanjutnya?

Kemudian sebuah pemikiran terlintas. Gisella meraba-raba tubuhnya untuk mencari ponsel, namun yang dia temukan malah sebuah ponsel yang sudah mati.

Dengan menggerutu, dia pergi ke arah gerbang sekolah dan keluar dari sana.

Seorang pria paruh baya berjalan ke arahnya, dan terlihat sedang menelepon seseorang.

"Baik, Tuan. Saya akan menunggu, Nona Muda."

Ketika pria paruh baya itu berdiri tepat di depannya, ekspresinya berubah menjadi ekspresi cemas. Dia berkata dengan marah padanya, "Nona, kenapa Anda basah kuyup begini? Apa ada yang mengganggumu di sekolah?"

Gisella menunduk untuk menenangkan dirinya. Hanya ada sedikit orang di dunia ini yang bisa menggertaknya seperti itu.

Dia tidak ingin mengatakan bahwa dirinya bukanlah 'Si Nona Muda' karena 'Nona Muda' itu sudah mati tenggelam di dasar danau.

Mulai sekarang pemilik tubuh ini adalah dirinya, Gisella.

Tidak ada yang boleh menggertaknya seperti ini!

Lalu dengan lemah dia berkata, "Ponselku jatuh ke danau, dan aku pergi untuk mengambilnya kembali. Namun, ternyata sudah rusak."

Dia mengeluarkan ponselnya yang basah dan menunjukkannya ke pria itu.

Hilman menghela napas lega ketika mendengar kata-kata itu, dan mengambil ponsel itu dari tangannya. "Nona, sebaiknya kita pulang dulu dan Anda harus segera berganti pakaian. Jika tidak, bisa masuk angin. Saya akan meminta seseorang untuk memperbaiki ponsel Anda."

Kemudian pria itu berjalan ke arah mobil yang terparkir di pinggir jalan. Gisella mengikutinya.

Saat mereka sampai, Gisella dengan segera membuka pintu mobilnya.

Setelah Gisella duduk, dia berbicara dengan pria itu sepanjang perjalanan mereka dan bertanya tentang gadis pemilik tubuh aslinya. Ternyata gadis ini, pemilik tubuhnya, tinggal bersama pamannya.

Dan baru kemarin, gadis ini bertengkar hebat karena pergi ke club, dan keduanya sedang dalam perang dingin.

Setelah beberapa saat, mereka sampai di sebuah rumah yang besar dan tampak mewah.

Begitu Gisella masuk rumah itu, dia melihat seseorang berdiri di samping sofa di ruang tamu.

Pria itu mengenakan kemeja putih yang dipadukan dengan celana panjang hitam. Bahunya lebar dengan tubuh agak kurus. Rambutnya pendek tersisir rapi. Tingginya mungkin sekitar 180-an sentimeter.

Pria itu berdiri membelakangi dirinya.

Gisella berpikir, mungkin pria yang berdiri di depannya adalah 'Si Paman'.

Untuk dapat menyesuaikan diri dengan cepat, langkah pertama adalah membangun hubungan yang baik! batin Gisella

Dia harus bisa terlihat ramah dan tidak ingin dicurigai.

Kemudian gadis itu tersenyum, melambaikan tangannya, dan berseru dengan antusias, "Halo, Paman!"

Hilman yang berada di belakang Gisella hampir jatuh saat mendengarnya berseru begitu.

Sedangkan, Aldo berbalik ketika dia mendengar suara itu, dan melihat sebuah ... wajah yang sulit untuk dijelaskan.

Gisella bahkan tidak merasakan Aldo yang memandangnya dengan wajah ngeri, dan gadis itu terkejut.

Pria itu tampan dengan kulitnya yang putih, kedua matanya yang agak sipit, dan itu membuatnya terlihat mempesona.

Gisella berpikir, bahwa pria ini cukup tampan.

Pria itu melihatnya agak lama, kemudian berkata, "Ini keponakan yang biasa kau bicarakan padaku, Galang?" namun tidak terlihat jika pria itu sedang berbicara padanya, namun kepada seseorang yang berada di belakangnya.

Hah? Apa maksudnya? batinnya.

Gisella bingung, dan berbalik untuk melihat arah pandangan pria tadi. Gadis itu kemudian melihat seorang pria tampan berjalan menuruni tangga dengan kedua tangan di saku celananya. Sosok tinggi tegap itu dengan gerakan elegan menuruni tangga.

Gisella terpaku menatap pria di depannya dengan tidak percaya, dan untuk sesaat dia terkejut.

Bukan hanya karena wajahnya yang bisa dibilang mendekati sempurna, dengan alisnya yang rapi dan lumayan tebal, dan kedua matanya yang mempesona itu! Lebih karena, Gisella mengenali pria itu!

Dan dia adalah orang yang tidak akan pernah Gisella lupakan seumur hidupnya!

Galang memandang gadis di depannya yang terlihat berantakan. Makeup tebal itu terlihat agak luntur dan juga tubuhnya yang basah kuyup.

Pria itu memegang kepalanya dan mengerutkan keningnya. Gisella berpikir bahwa situasi di antara mereka sudah sering terjadi.

"Bagaimana bisa kau seperti ini?" tanya pria itu dengan nada kesal. Wajah tampan itu memandangnya dengan kedua matanya yang menyipit.

Next chapter