"Hah?" Setelah melihat boneka beruang berwarna merah muda itu di tangan Andre, Pak Hasan terpana. Sepertinya dia tidak menyangka bahwa setelah Andre mencari-cari hadiah yang ingin dia ambil dalam waktu yang lama, pada akhirnya dia menemukan boneka beruang tersebut.
Anak laki-laki di sebelahnya juga terkejut setelah melihat apa yang dipegang Andre, dan menatapnya dengan ekspresi takjub.
"Berapa poin biayanya?" Andre mengayunkan boneka beruang merah muda di tangannya ke arah Pak Hasan dengan tidak sabar, dan bertanya sekali lagi.
"Oh, lima belas poin." Pak Hasan tersadar kembali dan menatap Nayla yang berdiri di samping Andre, sebelum menjawab dengan pasti.
"Kalau begitu aku ambil ini." Andre meraih boneka beruang itu dan melirik ke dalam kantong hadiah lagi, setelah dia menyelipkan boneka tersebut ke tangan Nayla.
Nayla tertegun sejenak, dan melirik ke arah boneka beruang berwarna merah muda pink di tangannya. Bulunya terasa lembut dan halus, dan kain bonekanya terasa sangat nyaman, tapi ...
Dia mengangkat kepalanya dan menatap Andre dengan takjub sambil bertanya, "Kakak ingin memberikan boneka ini padaku?"
"Memangnya aku mengambil boneka itu untuk siapa? Untukku sendiri?" Andre menatapnya dengan heran dan berkata, "Aku tidak suka boneka beruang."
"Tapi kan seharusnya Kakak mengambil hadiah untuk Kakak sendiri." Meskipun nada suara Nayla sedikit terkejut, perasaan bahagia membuncah di dalam hatinya.
"Memang, tapi sebagian besar isinya hanyalah beberapa buku, pensil dan sejenisnya. Aku sudah memiliki barang-barang itu." Andre melirik kantong hadiah di depannya dengan sedikit jijik.
"..."
Saat mendengar komentar Andre, Pak Hasan tidak bisa menahan diri untuk menyipitkan matanya dengan tidak senang.
Apakah kau pikir aku salah dengan menyiapkan hadiah-hadiah ini? Asal kau tahu saja, semua hadiah ini dibeli dengan uang dari kantongku sendiri, oke!? Pikir Pak Hasan dengan getir.
Hanya karena kau telah bekerja keras untuk berpartisipasi dalam pertemuan olahraga ini, bukan berarti hanya kau saja yang ingin kuberikan hadiah!
Kelas lain bahkan tidak memiliki buku dan pensil yang cukup, kau tahu!?
Tapi bagaimanapun juga, Pak Hasan yang telah tersiksa dalam mendidik Andre selama lima tahun dan sedang menjalani tahun keenam penyiksaannya, hanya bisa menarik napas dalam-dalam dan tetap tersenyum pada Andre, "Kau masih memiliki lima belas poin, jadi kau bisa memilih satu hadiah lagi. Silakan pilih hadiah apa lagi yang kau inginkan. "
"Tidak ada lagi yang saya inginkan..." Andre berkata sambil menundukkan kepalanya dan melihat ke dalam kantong hadiah. Setelah itu dia memberi isyarat kepada Nayla dan berkata, "Nayla, kemari dan lihatlah. Apakah ada hadiah yang kau inginkan lagi?"
Nayla berjalan mendekati Andre dengan patuh, dan melihat ke dalam kantong hadiah Pak Hasan.
Pak Hasan terus tersenyum.
Setelah melihat-lihat ke dalam sebentar, Nayla mengulurkan tangan kecilnya, dan mengeluarkan boneka beruang berwarna krem dari sakunya.
"Kau mau ini?" Andre memandang beruang kecil di tangannya sejenak, lalu dengan santai berkata, "Bukankah beruang ini sama dengan yang barusan? Yah, meskipun warnanya yang berbeda. Bukankah kamu suka warna merah muda?"
"Ya." Nayla mengangguk dan berkata sambil tersenyum: "Tapi itu tadi adiknya, dan ini adalah kakaknya!"
"..."
Mendengar jawaban Nayla, Andre hanya bisa tersenyum.
Baiklah, kau menang.
Setelah melihat pilihan Nayla, Pak Hasan akhirnya berkata, "Apakah kalian ingin mengambil dua boneka beruang ini? Gadis kecil, apakah kau yakin tidak ingin mengambil hadiah lainnya seperti buku, pensil, atau payung?"
"Tidak." Nayla meraih dua boneka beruang itu dan berkata dengan suara yang tegas kepada Pak Hasan, "Saya suka dua boneka beruang ini."
Dia...
Memang benar-benar adik Andre...
Bahkan cara mereka menatap orang dengan tajam pun sama...
Pak Hasan menarik napas dalam-dalam dengan pasrah. Setelah itu dia berbicara dengan lembut ke arah mereka berdua, "Nah, sekarang kalian telah memilih hadiah yang kalian inginkan, kalian berdua bisa pergi sekarang."
Andre menunduk dan melirik Nayla, yang sedang bermain dengan dua boneka beruang itu dengan gembira. Kemudian dia mengulurkan tangannya untuk menggandeng Nayla dan membawanya pergi.
Anak laki-laki yang berdiri di dekatnya melihat Andre dan Nayla pergi, dan kemudian mereka berjalan mendekati Pak Hasan.
Mereka melihat ke bawah pada hadiah-hadiah yang ada di dalam kantong hadiah. Tapi bahkan sebelum mereka mulai mengambilnya, mereka mendengar suara Pak Hasan yang berasal dari depan mereka, "Kenapa, menurutmu buku catatan, pensil dan penghapus tidak ada gunanya juga?"
"Tidak, tidak, tidak!" Setelah mendengar apa yang dikatakan Pak Hasan, anak-anak lelaki itu dengan cepat menggelengkan kepala mereka dengan panik dan berkata, "Kami...Kami suka penghapus dan pensil..."
"Huh, hampir sama saja." Pak Hasan mendengus dan kemudian membiarkan anak-anak laki-laki di depannya memilih-milih hadiah.
Anak laki-laki itu diam-diam menundukkan kepala dan mengambil penghapus dan pensil dari kantong hadiah itu sambil menangis dalam hati mereka.
Tentu saja mereka berbohong. Kalau bisa memilih, mereka tidak akan mengambil hadiah-hadiah seperti ini. Memangnya murid mana yang tidak memiliki benda-benda ini saat bersekolah?
Kalau bukan karena poin mereka yang tidak cukup, mereka tidak akan memilih barang-barang ini ...
Namun, meskipun mereka berpikir demikian dalam hati mereka, mereka berusaha untuk memandang Pak Hasan dengan ekspresi bahagia sebaik mungkin, "Terima kasih, Pak Hasan, kami telah memilih hadiah kami!"
"Kalau begitu cepat pergi!" Pak Hasan melambai pada mereka. Kemudian dia menoleh dan melirik Andre yang sedang menarik Nayla ke tepi lapangan olahraga, dan kembali menghela napas dalam-dalam.
Lupakan, lupakan. Sabarlah, masih ada lebih dari setengah tahun lagi, dan bocah ini akan lulus.
Ngomong-ngomong, Pak Hasan sebenarnya merasa cukup teraniaya.
Dalam beberapa tahun terakhir, Andre telah mencatatkan banyak nilai buruk dalam sekolah ini. Entah kenapa dia tidak mau belajar dengan baik, dan akibatnya dia mendapat nilai yang buruk dalam ujian. Bahkan setelah Pak Andre memanggil ibunya berkali-kali, perilaku dan nilai Andre tetap buruk.
Saat itu, Pak Hasan merasa lelah dengan tingkah laku Andre.
Namun, tanpa diduga, anak itu tiba-tiba mulai belajar dengan giat. Dia berkata bahwa itu adalah hasil kerja kerasnya. Tidak terlalu sulit, katanya. Dia hanya mendengarkan dengan cermat selama kelas berlangsung dan tidak banyak bertengkar setelah sekolah berakhir. Namun, nilainya meningkat dengan pesar pesat. Dia sering mendapat peringkat sepuluh besar di kelas, dan bahkan mendapat tempat pertama di kelas berkali-kali.
Awalnya Pak Hasan berpikir bahwa setelah nilai Andre menjadi bagus, dia akhirnya bisa berhenti mengkhawatirkan anak itu, tetapi dia tidak menyangka bahwa perilaku anak ini tidak berubah dan sama seperti biasanya. Singkatnya, dia tetap direpotkan oleh Andre.
Dulu, Pak Hasan sering menegur Andre karena dia tidak mengerjakan ujian dengan baik, bertengkar tanpa pandang bulu dengan anak-anak lain, dan mengajarinya dengan keras kepala. Dan sekarang Andre memiliki nilai yang bagus, kemampuan olahraga yang baik, dan dia juga sudah tidak pernah memancing masalah dengan siswa lain. Pak Hasan terpana. Tidak ada alasan untuk memarahinya lagi.
Hei... Kalau dipikir-pikir, ini adalah air mata pahit.
Namun, Andre tidak mengetahui pikiran batian Pak Hasan saat ini.
Pada saat ini, dia sedang berjalan sambil menggandeng tangan Nayla dan melihat ke langit biru sambil berkata dengan depresi, "Ah...Aku sangat lapar setelah mengikuti beberapa lomba. Bagaimanapun, tidak ada pelajaran apa-apa di sore hari. Kelas sudah selesai, jadi ayo kita pergi ke kelas dan mengambil tas sekolah kita. Setelah itu ayo kita keluar dan bermain ke suatu tempat sambil membeli sesuatu untuk dimakan di tengah jalan. "
"Eh, bermain? Di mana kita mau bermain?" Mata Nayla berbinar-binar ketika dia mendengar bahwa Andre mengajaknya keluar untuk bermain.
"Terserah. Aku dengar dari Ibu bahwa sebuah pusat perbelanjaan baru dibuka di dekat rumah kita, dan ada begitu banyak toko makanan enak di dalamnya."