Tubuh Nayla terasa benar-benar kurus. Hampir tidak ada daging di punggungnya, dan Andre bisa merasakan tulangnya dengan satu tusukan saja.
Mungkin karena Andre sedang mengangkat selimutnya dan dia merasa kedinginan, Nayla mengerang dua kali, berbalik dan terus tertidur dengan boneka di pelukannya.
Andre segera membetulkan piyama Nayla dengan cepat, dan kembali menyelimutinya.
Dia benar-benar tidak tahu kehidupan seperti apa yang Nayla jalani sebelum dia datang ke rumahnya di bawah tuntunan ibunya.
Andre berbaring di tempat tidur sambil menopang dagunya dengan kedua tangan Dia menatap Nayla, yang sedang memunggunginya sambil tertidur pulas. Entah kenapa, pikiran ini membuat Andre merasakan rasa sakit di hatinya yang tidak bisa dia jelaskan.
Dia mengulurkan tangannya dan menepuk selimut yang terhampar di atas tubuh Nayla dengan lembut. Andre bertekad di dalam hatinya bahwa mulai sekarang, dia akan menjalani tugasnya sebagai kakak laki-laki dengan serius untuk melindungi Nayla.
——
Tiga tahun berlalu dalam sekejap.
Pada suatu hari di bulan September, langit di atas kota Surabaya terlihat cerah dan udaranya terasa sejuk. Angin musim panas yang hangat bertiup, dan gerombolan awan putih di langit biru melayang-layang dengan pelan.
Saat ini Andre sudah menjadi siswa kelas enam, dan dia sekarang sedang mempersiapkan ujian akhir sekolah dasar. Sementara itu Nayla juga sudah duduk di kelas dua sekolah dasar dan bersekolah di tempat yang sama dengan kakaknya.
Hanya dalam tiga tahun, Andre telah berubah dari murid banyak masalah yang paling diwaspadai oleh para guru di kelasnya menjadi siswa nomor satu di kelasnya. Singkatnya, Andre telah berubah menjadi apa yang ibunya sebut sebagai "anak idaman".
Tapi hanya ada satu alasan di balik semua perubahan Andre, dan dia adalah Nayla.
Sejak Nayla duduk di kelas satu sekolah dasar, dia telah mengajukan berbagai macam pertanyaan pada Andre setiap hari:
"Kakak, bagaimana cara kita mengucapkan kata ini?"
"Kakak, bagaimana caranya memecahkan pertanyaan ini?"
"Kakak, apakah kau tahu seberapa tinggi langit di atas kita? Dan ada berapa bintang yang ada di langit?"
"Kakak, berapa banyak bahasa yang ada di dunia ini? Dan berapa banyak bahasa yang Kakak kuasai?"
Untuk memuaskan dahaga adiknya akan ilmu, selama tiga tahun terakhir, Andre membaca berbagai macam buku pengetahuan serta membaca sejumlah buku dongeng dalam bahasa Inggris.
Entah bagaimana, gara-gara itu Andre menjadi juara pertama dalam lomba komposisi, juara pertama pidato bahasa Inggris, juara pertama olimpiade matematika sekolah dasar, dan seterusnya.
Bahkan setelah mendapat begitu banyak hadiah pertama dalam berbagai macam lomba, guru-guru Andre hanya bisa menggeleng-geleng dan berpikir bahwa dia adalah anak ajaib.
Dan mengingat bahwa pada dasarnya Andre merupakan anak yang tampan, dan sekarang dengan tambahan predikat anak pintar, secara alami dia menjadi sasaran taksir utama bagi gadis-gadis di kelas mereka.
Tapi sayangnya dari segi sifat Andre tidak terlalu banyak berubah sehingga gadis-gadis itu hanya bisa menyukainya secara diam-diam.
Tapi sepertinya beberapa dari mereka masih belum berniat untuk menyerah sepenuhnya.
Ketika sekolah usai hari ini, Andre segera pergi ke kelas Nayla untuk menjemputnya seperti biasa.
Ketika dia masih jauh dari kelas adiknya, dia sudah bisa melihat wajah putih Nayla dan pipinya yang berwarna merah muda ketika dia hendak meninggalkan kelasnya dan keluar dari pintu belakang kelas.
"Kakak!!" Begitu dia melihat sosok Andre, Nayla segera melambaikan tangan kecilnya ke arah Andre dan berlari ke arahnya bagaikan anak burung yang bahagia.
"Bagus." Andre memandang Nayla yang langsung terjun ke dalam pelukannya. Dia tersenyum pada Nayla dan membelai kepalanya sambil bertanya, "Apakah kamu punya banyak pekerjaan rumah hari ini?"
"Tidak banyak." Nayla menggelengkan kepalanya dan dengan patuh memasukkan tangan kecilnya ke dalam tangan Andre. Kemudian mereka berjalan berdampingan, "Guru berkata bahwa minggu depan, pertemuan olahraga akan dimulai, kak. Berapa banyak lomba yang akan kakak ikuti dalam acara tahun ini?"
"Ah, aku belum memikirkannya. Biarkan guruku saja yang mengaturnya." Andre berpikir sejenak dan menjawab dengan santai.
"Hmm… Pokoknya, aku yakin kakak dapat berpartisipasi dalam lomba apapun dan mendapatkan juara pertama!" Nayla mengedipkan sepasang mata hitam dan putih yang besar sambil menatap Andre dengan kagum.
"..."
Andre sudah biasa mendengarkan pujian dari orang lain, tetapi dia tidak tahu kenapa ketika Nayla memujinya, dia merasa sangat senang.
Mungkin karena ekspresi bahagia di wajahnya? Apapun yang membuat Nayla senang, Andre juga akan merasa senang.
Andre tersenyum dan tidak mengatakan apa-apa, tetapi ketika dia memegang tangan Nayla dan hendak menuruni tangga, sebuah suara yang nyaring namun malu-malu tiba-tiba memanggilnya dari belakang.
"Itu...Andre...Tunggu dulu."
Siapa?
Andre berbalik dan melihat salah satu siswi yang merupakan teman di kelasnya berdiri di belakang mereka berdua.
Kalau tidak salah dia...Namanya adalah Sally, kan?
Apakah Sally atau Sena? Aku lupa….
Andre sedikit tidak yakin, jadi dia terdiam sejenak sebelum menatap siswi itu dan bertanya, "Ada yang bisa aku bantu, Sally?"
Gadis itu langsung berubah pucat, dan tersenyum canggung pada Andre, "Aku ... namaku bukan Sally...Namaku Hana."
"Uh ..." Andre menggerakkan mulutnya dan ikut tersenyum dengan canggung, "Maaf. Jadi Hana, ada apa? Apa ada yang bisa aku bantu?"
"Itu ..." Dua rona merah muncul di pipi Hana. Dia meremas tangannya sebentar, lalu memberikan sebuah amplop berwarna merah pada Andre.
Apa ini?
Andre menatap amplop itu dengan ragu.
"Ini untuk Andre." Hana tersipu dan menundukkan kepalanya. Suaranya terdengar sangat pelan.
"Apa ini? Undangan?" Andre mengambil amplop merah di tangan Hana dan menatapnya.
Ketika seseorang di kelas mereka berulang tahun yang kesepuluh, mereka mengirim undangan dalam amplo berwarna merah ke semua teman sekelasnya, mengundang mereka semua untuk datang ke pesta ulang tahunnya.
Jadi ketika Andre melihat amplop merah itu, reaksi pertamanya adalah Hana hendak mengundangnya ke pesta ulang tahunnya.
"Tidak ... Tidak ..." Hana menatapnya dengan canggung dan menggelengkan kepala. Kemudian dia menjelaskan, "Ini adalah surat untukmu."
"Surat untukku?" Andre terkejut saat mendengar ucapan Hana, lalu dia menatapnya dan bertanya, "Kau yang menulisnya?"
"Um..." Hana mengangguk malu, dan kemudian dengan cepat melanjutkan, "Yah, jangan baca isinya sekarang, tunggu sampai kamu pulang."
"Oh," Andre menjawab dengan lemah.
"Um, aku… aku akan pulang dulu, dan selamat tinggal Andre!" Setelah Hana selesai berbicara, dia segera berlari kabur.
Andre dan Nayla berdiri diam dan melihat sosok Hana menghilang dengan cepat ke ujung tangga. Mereka berduatidak bisa menahan diri untuk saling bertukar pandang.
"Kakak." Nayla berkedip, menatapnya dan berkata dengan suara yang jelas, "Wajah gadis terlihat sangat merah tadi."
"Ya." Andre mengangguk tanpa mengatakan apapun.
"Mengapa dia begitu tersipu saat berbicara dengan Kakak?" Nayla langsung bertanya dengan penasaran pada kakaknya, "Terakhir kali aku pergi ke kelas kakak, aku juga melihat gadis lain yang duduk di depan Kakak menoleh ke belakang untuk mengobrol dengan Kakak. Tapi entah kenapa wajahnya terlihat sangat merah. "
"Aku tidak tahu..." Jawab Andre dengan cuek.
Ketika gadis-gadis itu melihatnya, entah kenapa mereka langsung bersemangat, tapi ternyata mereka malah terlalu malu atau takut untuk mendekatinya.