"Ambil kembali perekam ini dan simpanlah dulu." Andre menyerahkan perekam itu kembali ke tangan Nayla. Kemudian dia mengambil tas sekolahnya dan membuka risletingnya.
"Hmm??"
Mata Nayla dipenuhi dengan tanda tanya. Dia memegang perekam di tangannya dan melihat Andre berjongkok di depannya. Nayla berbisik dengan penasaran, "Kakak, apa yang kau cari?"
"Mencari kamera mini yang dipinjamkan oleh Ibu tadi malam." Andre menjawab ke arah Nayla tanpa menoleh sambil merogoh-rogoh tas sekolahnya.
"Apa itu kamera mini?" Nayla bertanya dengan heran.
"Itu...Adalah benda yang bisa membuat foto..." Andre merogoh-rogoh tasnya selama beberapa saat, dan akhirnya dia menemukan kamera mini yang tersembunyi di sudut tas sekolahnya. Dia memegang kamera itu di tangannya dan menggoyangkannya ke arah Nayla. "Tapi Ibu sudah tidak menggunakannya. Dia hanya menggunakannya saat dia masih bekerja sebagai paparazzi. "
"Apa itu paparazzi? Apakah itu nama anak anjing?" Nayla memandang kamera seukuran telapak tangan di tangan Andre, tetapi dia malah merasa semakin bingung setelah mendengar ucapan kakaknya.
"Bukan, paparazzi itu… Yah…Paparazzi adalah reporter yang mengkhususkan diri dalam mencari-cari info kehidupan pribadi para bintang." Andre menjelaskan sambil melihat-lihat kamera miniatur di tangannya, "Kalau kau tidak tahu, Ibu dulu bekerja sebagai paparazzi!"
"Apa itu bintang?"
"Uh ... Itu orang-orang yang sering kau lihat di TV." Andre memandang Nayla dengan putus asa. Dia tahu bahwa dia harus melakukan sesuatu. Kalau tidak, Nayla akan terus bertanya padanya secara bertubi-tubi. Terkadang memang rasa penasaran anak kecil bisa merepotkan. Oleh karena itu Andre segera mengubah topik pembicaraan dan berkata dengan tegas, "Sudahlah, tidak usah pedulikan hal itu. Sekarang yang harus kita lakukan adalah mencari di mana jendela kantor satpam. "
"Oh ... baik." Nayla dengan patuh mengikuti Andre yang sedang berjalan mengitari tembok kantor satpam. Tidak lama kemudian akhirnya mereka menemukan jendela kantor keamanan.
"Sepertinya jendela ini." Andre mengangkat kepalanya dan melihat ke ambang jendela kantor satpam yang lebih tinggi darinya. Saat menyadari bahwa dia tidak bisa menjangkaunya Andre berlari ke hamparan bunga dan memindahkan beberapa batu bata.
Nayla berdiri dan memandangi saudaranya dengan bingung, bertanya-tanya apa yang sedang dia lakukan.
Andre menumpuk batu-batu bata tersebut dan menginjaknya. Pada akhirnya dia mampu meraih jendela.
Dia mengulurkan tangannya dan mendorong jendela dengan pelan. Setelah membuka sedikit celah jendela, Andre mencoba untuk mengintip ke dalam.
Ruangan kantor satpam terlihat remang-remang, dan seorang anak sedang duduk di bangku kecil sambil menonton film kartun di TV. Sementara itu satu gadis kecil lainnya sedang dipangku oleh pak satpam.
"Dita, sekarang pak satpam akan memeriksa tubuhmu untuk melihat apakah Dita sehat-sehat saja dan tidak masuk angin baru-baru ini.��� Pak satpam memasukkan tangannya ke pakaian gadis kecil itu dan menyentuh-nyentuh dadanya yang kecil.
Di sisi lain, gadis kecil itu duduk dengan patuh di pangkuan pak satpam dan tidak terlihat keberatan sama sekali. Dia menatap pak satpam dengan ekspresi penuh harap di wajahnya dan bertanya, "Apakah aku masuk angin, pak?"
"Tidak… Sepertinya kau sehat-sehat saja." Pak satpam mengangguk ke arah Dita sambil tersenyum. Kemudian dia mengambil sebuah permen lolipop dari sakunya dan menyerahkannya pada gadis kecil itu, "Sekarang bapak akan membantumu memeriksa tempat lain. "
"Oke." Dita mengangguk dengan polos dan mengambil permen tersebut dari tangan pak satpam. Kemudian dia membuka bungkus permen itu dan mulai menjilatnya.
Pak satpam memegang pinggang Dita dengan kedua tangannya dan mulai meraba-raba.
"Aduh...Sakit ..." Duo Duo menggigit permen lolipop itu dan berbisik ke arah pak satpam dengan ekspresi tidak nyaman.
"Itu karena ada kuman flu di sini." Kata pak satpam pada Dita dengan sangat serius.
"Um..." Mata gadis kecil itu mulai berair, seolah-olah dia akan menangis.
"Hei, tenang saja! Bapak akan memeriksanya dengan hati-hati untukmu. Kau tidak perlu takut, sayang."
Dasar binatang buas sialan!!
Andre berdiri di sisi jendela sambil mengamati situasi di dalam dan mengangkat kamera di tangannya. Saat melihat tingkah laku pak satpam itu, diam-diam dia meludah dalam hatinya.
Setelah berdiri diam selama beberapa saat, Nayla berjalan mendekati Andre. Dia memiringkan kepalanya dan memandangi kakaknya yang berdiri di atas tumpukan batu bata. Dia tidak bisa menahan rasa ingin tahunya dan bertanya, "Kakak, apa yang Kakak lakukan?"
Andre menoleh dan menatap Nayla. Kemudian dia menurunkan kamera di tangannya lalu melompat turun dari tumpukan batu bata tersebut, "Bukan apa-apa, jangan dipikirkan."
Kemudian dia bertanya pada Nayla, "Apakah pak satpam itu memeriksa tubuh mereka seperti ini setiap hari?"
"Tidak setiap hari..." Nayla berpikir sejenak, lalu berbisik. "Pokoknya, dia selalu memeriksa mereka setiap beberapa hari ..."
"Kenapa kamu ..." Andre ingin bertanya kenapa Nayla tidak memberitahunya lebih awal tentang masalah ini, tapi kata-kata itu terhenti di bibirnya.
Dia teringat bahwa pak satpam mengancam Nayla, dan dia merasa kemarahan dalam dirinya membara saat mengingat hal tersebut.
"Kak, bisakah kita pulang sekarang? Di luar dingin ..." Tangan Nayla terasa dingin, dan ujung hidungnya terlihat sedikit merah karena kedinginan.
"Hmm...Tunggu sebentar." Andre meletakkan kamera mini itu kembali ke tas sekolahnya. Kemudian dia menggandeng tangan kecil Nayla dan berlari ke bawah pohon besar yang menghadap ke jendela kantor keamanan dan bersembunyi.
"Kakak?" Nayla menatapnya dengan bingung.
"Ssst..." Andre membuat isyarat diam ke arahnya. Lalu dia berjongkok di tanah dan mengambil beberapa batu kecil, yang dia lempar ke arah jendela kantor satpam.
Setelah batu-batu itu menghantam jendela dengan suara yang nyaring, pak satpam segera membuka jendela kantor.
"Siapa yang melempar batu ke jendela!?" Pak satpam melihat sekeliling jendela dan berteriak dengan keras.
Andre segera meraih tangan Nayla dan bersembunyi di balik pohon besar.
Pak satpam melihat ke sekeliling dan saat menyadari bahwa tidak ada orang di luar, dia hanya mengumpat dengan pelan dan menutup jendela kantor.
Setelah Andre menunggu pak satpam menutup jendela kantor satpam, dia kembali mengambil beberapa batu kecil di tanah dan melemparkannya ke arah jendela.
Setelah melempar batu sebanyak lima kali, pak satpam berteriak dengan keras dan berlari dengan tongkat di tangannya.
Andre melihat paman pak satpam keluar dari pintu depan, dan menyeret Nayla pergi secepat mungkin.
Tanpa sempat bereaksi, Nayla melihat kakaknya yang menyeret dirinya ke depan dengan ekspresi bingung. Dia berlari sambil tersandung-sandung dan bertanya sambil terengah-engah: "Kakak ... Kenapa Kakak membawaku lari secara tiba-tiba? Apa yang terjadi?"
"Idiot, apa kau tidak melihat pak satpam itu keluar sambil membawa tongkat?" Setelah Andre berlari dalam waktu yang lama sambil menyeret Nayla, dia melepaskan tangannya dan tersentak dan berkata, "Apa kau ingin menunggu dia datang dan memukul kita? "
"Aku ... Aku tidak melihatnya..." Nayla hanya bisa merasakan udara dingin yang terus-menerus berhembus masuk dari tenggorokan ke paru-parunya.
Udara dingin hampir meledakkan paru-parunya.
"Ah benar juga, kau terlalu pendek, jadi wajar saja jika kau tidak melihatnya..." Setelah Andre beristirahat sebentar, dia berjalan menuju rumah sambil memegang tangan Nayla, "Tidak lama lagi Ibu akan pulang ke rumah. Kita harus menyerahkan bukti-bukti ini kepada Ibu."