webnovel

Seperti Stalker

Selamat membaca

¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶

Apartement Sky Elty

Hari ini ia ada janji untuk membahas kerja sama dengan Ezra di Bar Galaxy, namun di ruangan atas bukannya di tempat biasa mereka menghabiskan malam hari yang kelabu.

Sekitar pukul 7 nanti ia akan berangkat, namun karena hari masih terlalu sore ia pun menunggu sambil membuka laptopnya iseng dengan banyak tab. Di antaranya file dokumen kerjaan, galeri foto juga instakilo.

Benar sekali, ia saat ini sedang iseng dan membuka akun media sosialnya yang sudah tumbuh sarang laba-laba, sangking lamanya ia tidak membuka akunnya. Namun anehnya, pengikutnya bertambah saat sang adik selalu menandainya dengan foto-foto lama mereka.

Senyumnya samar menghiasi wajah lesunya, belum mandi sore.

Kemudian mengetik sebuah nama dan muncul beranda akun media seseorang, dengan berbagai macam foto berikut keterangannya. Di situ juga tertera jumlah like dan komentar yang jumlahnya hampir seribu, dengan akun laki-laki mendominasi.

Ia melihat postingan yang paling lama tanggalnya dan saat sahabatnya sepertinya sedang atau habis olahraga pagi, terlihat dari matahari yang bersinar terang.

"Harus ya memperlihatkan lehernya seperti itu," gumam Gavriel tidak suka.

Ia terus menggulirkan tangannya di touchpad dari atas hingga bawah, melihat dengan sesksama tiap foto yang di pajang oleh Queeneira.

"Ck-ck-ck … Untung saja fotonya tidak bisa di comot, coba kalau bisa. Apa tidak bahaya, bisa-bisa ada laki-laki kamvret kirim sesuatu yang aneh-aneh sama kamu, love," gumam Gavriel dengan decakan lidah kesal.

Kesal saat ia tahu jika bukan hanya ia yang bisa bebas melihat foto-foto koleksi wanitanya.

"Ck, sebaiknya aku mandi dan bersiap," lanjutnya, kemudian tanpa mematikan laptopnya, ia berdiri dan berjalan ke arah kamar mandi sesuai apa yang dikatakannya.

Di tempat lainnya, tepatnya di gedung perkantoran studio foto milik Queenira.

Di ruangan dengan beberapa orang hadir ini sedang membicarakan lagi mengenai hasil kerja mereka. Queeneira yang berhasil dengan kerja sama dengan Ferdy, lalu Doni dengan pak Deni serta Andine dengan pak Bara. Lalu dua orang lainnya, yang ia kirim untuk bertemu klien yang juga ingin bekerja sama dengan jasa mereka.

Ketiganya menjelaskan dengan serius, tidak ada hal yang berarti saat tim kratif mereka menyanggupi apa keinginan dari masing-masing relasi mereka. Queeneira pun tidak merasa ada yang sulit dengan keinginan dari pihak yang di temui Doni dan juga dua lainnya.

Namun saat Andine menyebutkan keinginan konsep dari relasi mereka yang di temuinya, entah kenapa Queeneira merasa akan ada hal yang membuatnya kejang-kejang seketika.

"Jadi ya Queene, Pak Bara bilang, dia mau memakai model yang memiliki tangan dengan lengan kekar dan wajah yang nilai jualnya mantul. Aku sih bisa nebak konsep dengan manly gitu, dia juga bilang jika jam tangan keluaran terbaru mereka ini memang untuk laki-laki sejuta pesona," jelas Andine dengan semua anggota yang mengangguk kompak.

"Lalu?" tanya Queeneira, meminta agar Andine menjelaskan lebih lanjut.

"Ya aku tentu saja menyanggupi," sahut Andine dengan senyum lebar.

"Pak Bara sudah tahu ketentuanya?" tanya Queeneira masih belum puas.

"Tentu saja, dia juga berani bayar mahal, asal …"

"Asal?" beo Queeneira, kemudian harus terdiam saat Andine menjelaskan kelanjutannya dengan ekspresi tanpa dosa di hadapannya.

"Asal …."

Kembali pada Gavriel, yang saat ini sedang memakai pakaiannya.

Karena ia akan menemui sepupunya dan juga bukan di tempat yang formal. Ia pun memakai kaos panjang dengan list kuning dan abu-abu, terlihat santai dan tidak kaku seperti saat ia memakai baju kerjanya.

Antingnya ia pasang di tempat biasa ia memakainya, tak lupa jam tangan di pergelangan tangan dengan lengan yang tidak perlu di ragukan lagi bagaimana bentuknya.

Setelahnya, ia juga menyemprotkan parfume di sekeliling tubuhnya kemudian melihat lagi penampilannya di depan cermin.

"Tetap tampan seperti biasa," gumamnya narsis, mirip seperti Dirga jika sedang berkaca setelah dandan rapih.

Menyudahi acara narsisnya, Gavriel pun berjalan ke arah nakas tempat ia meletakan kunci mobilnya. Mengambil dengan handphone dan dompet turut serta, Gavriel berjalan ke arah ruang tamu untuk mengemas laptop ke dalam

tas, untuk memperlihatkan hasil rancangannya kepada sepupunya nanti.

Blam!

Ketika pintu tertutup, lampu ruangan pun ikut mati dan hanya akan hidup jika si pemiliknya yang memerintahkan untuk tetap hidup,

Tidak butuh waktu banyak untuk Gavriel sampai di Bar yang dikelola oleh sepupunya, ia pun dengan segera keluar dari dalam setelah memarkirkan mobilnya di samping mobil sepupunya.

Brakh!

Membanting pintu mobil dan menekan tombol pada remote kecil dengan bunyi bip terdengar, Gavriel menenteng tas laptopnya dengan hati-hati. Sama seperti Dirga, Gavriel pun tidak suka jika barang-barang yang menurutnya penting di sentuh oleh orang lain.

Saat ini hanya Aksa orang luar yang mendapat kepercayaan penuh darinya dan mungkin nanti akan bertambah, siapa kah itu? Tebak saja sendiri.

Memasuki dengan segera Bar masih dengan penjaga betampang seram hati hello kitty, Gavriel mengangguk saat keduanya menyapanya dengan kepala sedikit menunduk.

"Selamat malam, Tuan muda."

"Hn," balasnya dengan kepala mengangguk singkat.

Dari tempatnya berjalan saat ini, ia bisa melihat sepupunya sedang bercengkrama dengan pelanggan di salah satu meja sana.

Ia pun semakin melangkah mendekat, dengan Ezra yang menyadari kedatanganya segera.

"Kamu tunggu di atas aja, Gav. Aku masih ada sesuatu yang harus aku urus," kata Ezra yang segera di angguki oleh Gavriel. Dengan segera Gaviel berbalik dan berjalan ke arah lift dan masuk kemudian menekan tombol 2.

Ting!

Tidak lama bagi lift mengantarnya ke lantai atas ini, ia pun dengan segera memasuki kamar milik sang Daddy sebelum nanti berpindah ke kamar sepupunya.

Ezra akan lama jika sudah bilang ada sesuatu yang di urus, jadi ia lebih memilih tiduran di kasur milik Daddynya dengan menyalakan musik dan sejenakn memejamkan matanya.

Mendengar lagu sambil santai seperti ini membuatnya mengingat saat ia dulu remaja, kumpul dengan adik, sepupu juga sahabat perempuannya yang kini sudah menjelma menjadi wanita cantik luar biasa.

"Eh, tapi dari dulu dia sudah cantik sih," gumam Gavriel saat sebuah ingatan melintas di pikirannya.

Kalau tidak salah saat mereka berlibur di Hongkong dan mereka melihat album tua, dengan ia yang keceplosan mengatakan jika Queene memang cantik.

"Aku hanya tidak menyangka, getaran yang dari dulu aku rasa adalah getaran saat aku memikirkan kamu, Que," lirihnya dengan tangan yang ia letakkan di atas dadanya.

"Kala-

Ceklek!

Gumaman Gavriel terpaksa berhenti, saat mendengar bunyi pintu yang dibuka dari luar dan disusul dengan Ezra yang berjalan memasuki kamarnya saat ini, kemudian dengan santai menindih perutnya sehingga ia merasakan ngilu namun di tahannya.

"Sialan, Ezra. Aku tahu perutku nyaman untuk di jadikan tempat tiduran, tapi hanya wanita bohay yang bisa menikmatinya," gerutu Gavriel keluar dari sikap dinginnya, saat mereka hanya berdua seperti ini.

Ezra terkekeh, kemudian bergulir ke samping untuk mengikuti Gavriel yang saat ini sedang rebahan terlentang.

"Santai gini tiap hari enak juga yah," kata Ezra seraya menutup kelopak matanya, menghirup dalam aroma parfume dari arah sampingnya, sedangkan ia sendiri sudah bercampur dengan aroma lainnya.

"Iya, kamu benar. Jadi mau seperti dulu, meskipun sibuk tapi bisa menikmati waktu dengan santai tanpa beban," sahut Gavriel menyetujui.

Bangkit dari tidurannya, Ezra pun mengulurkan tangannya ke arah Gavriel yang segera menerimanya, sehingga kini kedua laki-laki dengan rupa tidak diragukan itu berdiri dari acara tiduran santai mereka.

"Ok, kerja lagi. Nanti dilanjut kalau urusan kita selesai," ujar Ezra mengingatkan, menuai anggukan kecil dari Gavriel.

"Mau di mana?"

"Di sini saja, aku ambil berkasnya dulu," jawab Ezra sebelum keluar dari kamar milik Dirga, berjalan menuju pintu lainnya dan kembali dengan sebuah map di tangannya.

Disaat keduanya baru saja membuka percakapan untuk bisnis mereka, terdengar bunyi dering telepon yang berasal dari handphone milik Ezra.

"Queene," gumam Ezra membuat Gavriel terdiam, penasaran.

Ezra pun segera menerima panggilan itu, kemudian menempelkan layar handphone di telinganya.

Klik!

"Ya, Que. Ada apa?"

"Ezra."

"Iya?" jawab Ezra dengan kernyitan di dahi, saat mendengar suara sahabatnya seperti ragu.

"Boleh aku minta tolong?"

"Apa?"

"Gavriel."

"Gavriel?" beo Ezra bingung, sambil melihat Gavriel yang juga melihatnya.

"Aku minta tolong untuk berbicara-

"Apa Que?"

"Huwaaaa!!!"

Tut! Tut! Tut!

Gavriel yang tadi merebut handphone milik sepupunya dengan segera menyahuti ucapan Queeneira, tapi baru saja ia ingin menanyakan kepada Queeneira, kenapa namanya dibawa serta dalam panggilan tadi, ia dibuat kaget

saat mendengar pekikan Queeneira, kemudian tidak lama panggilan terputus.

"Gavriel ada apa?"

Gavriel dengan segera keluar dari ruangan, tanpa menjawab pertanyaan dari Ezra yang menatapnya khawatir. Ia berjalan dengan langkah cepat, tidak peduli saat banyak pelanggan yang ditabraknya di sepanjang jalan menuju pintu keluar.

Baginya saat ini adalah Queeneira yang terpenting, yang tiba-iba saja berteriak di tambah dengan panggilan yang terputus dengan bunyi bantingan sebelumnya.

"Tidak-tidak, Queene, aku mohon jangan sampai ada apa-apa," racau Gavriel sepanjang jalan.

Bersambung,

ตอนถัดไป