webnovel

CWS 7

Clara bergegas keluar dari kamar dan akan menghampiri Viona dan Gerry begitu tahu bahwa Bram tak marah padanya karena apartemennya kedatangan teman-teman Clara.

"Astaga!" Clara terkejut saat melihat Viona sudah ada di depan kamarnya. Beruntunglah dia keluar tepat waktu, jika tidak Viona akan masuk ke kamarnya. Viona tak akan sungkan saat di rumah Clara, karena itu dia akan keluar masuk seenaknya. Clara pun terkadang dibuat risi oleh sikap sahabatnya itu.

"Lama banget, Clar. Habis ngapain, sih?" tanya Viona penasaran.

"Sa-sakit perut," jawab Clara gugup sambil memegang kepalanya.

Viona mengerutkan dahinya. Dia semakin curiga pada Clara.

"Sejak kapan, perut pindah ke kepala?" tanya Viona sambil menatap Clara penuh selidik.

Clara menelan air liurnya. Sepertinya ia harus mencari cara agar bisa membawa Viona pergi dari depan kamarnya. Ia pun mulai tak nyaman dengan tatapan Viona yang seolah tengah menginterogasi seorang terdakwa.

"Kepalaku juga pusing akibat perutku yang sakit," ucap Clara beralasan dan mencoba mengubah ekspresi wajahnya menjadi sesantai mungkin agar Viona tak lagi mencurigainya.

Viona menghela napas. Ia tanpa Clara duga, Viona sendirilah yang justru membawanya pergi dari depan kamarnya.

"Kasihan Gerry, dia ditinggal kelamaan sama kamu," ucap Viona.

"Iya, maaf. Aku benar-benar tak tahan tadi, karena itu aku butuh toilet," ucap Clara.

"Astaga! Jangan ucapkan kata itu!" kesal Viona.

"Kenapa?" tanya Clara bingung.

"Jorok!" tegas Viona sambil berbalik menatap Clara tajam.

Clara terkekeh dan merangkul Viona, lalu pergi bersama menuju mini bar.

"Sorry, agak lama," ucap Clara begitu sampai di mini bar.

Gerry pun tersenyum.

"Sepertinya, aku harus pergi. Lain kali, aku akan menemui mu lagi," ucap Gerry pada Clara.

Clara hanya tersenyum tipis. Ia tak yakin akan bertemu kembali dengan Gerry, apalagi jika harus bertemu kembali di apartemennya. Saat ini, Bram mungkin tak marah, tetapi tak ada yang tahu untuk apa yang terjadi dikemudian hari jika Gerry sampai datang lagi ke apartemennya.

"Mau pulang bersamaku? Aku antar ke rumahmu," tanya Gerry pada Viona.

Viona menggelengkan kepalanya.

"Aku akan menginap di sini," ucap Viona.

Clara membulatkan matanya mendengar ucapan Viona. Sudah ia duga, sahabatnya itu pasti akan menginap di apartemennya. Bukannya keberatan Viona menginap di apartemennya, hanya saja saat ini Bram ada di apartemennya, entah ia akan beralasan apa saat pada Viona saat ia tak bisa menemani Viona tidur di kamar yang sama. Sudah menjadi kebiasaan mereka akan tidur bersama saat berada di atap yang sama, menghabiskan malam dengan bercerita banyak tentang apa saja yang menarik untuk diceritakan.

"Sepertinya, Clara keberatan kamu menginap di sini," ucap Gerry yang curiga saat melihat ekspresi Clara yang seakan menunjukkan keberatan.

"Tentu saja tidak, aku justru senang temanku menginap. Aku jadi ada teman," ucap Clara canggung.

Gerry mengangguk dan pamit pada Clara dan Viona. Ia pun meninggalkan apartemen Clara.

"Clar!" panggil Viona.

"Ya," sahut Clara.

"Temani aku hingga mabuk," ucap Viona.

"Sejak kapan kamu tak mabuk? Kamu bahkan selalu mabuk dan merepotkan ku," ledek Clara.

Viona tersenyum dan menenggak minumannya.

Keduanya begitu menikmati obrolan demi obrolan. Tidak terlalu penting, akan tetapi justru membuat keduanya menjadi merasa konyol. Begitulah saat bersama teman, semuanya akan terasa ringan.

Clara melihat Viona bingung saat Viona terus saja menenggak minuman itu. Bahkan botol pertama sudah tak tersisa sedikitpun dan Viona membuka botol keduanya.

"Ada apa?" tanya Clara curiga.

"Menurutmu?" tanya balik Viona.

Clara mengerutkan dahinya.

Viona terkekeh dan tak menjawab pertanyaan Clara. Ia masih saja menikmati tenggak demi tenggak minuman tersebut. Hingga ditenggakan terakhir, Viona menghempaskan kepalanya cukup keras ke atas meja mini bar.

"Hei! Apa kamu gila? Bisa gegar otak kepalamu," ucap Clara.

Dengan mata sayu Viona menatap Clara.

"Aku ingin melupakan segalanya," ucap Viona.

"Apa maksudmu?" tanya Clara semakin bingung.

"Apa aku jelek?" tanya Viona.

Clara menggelengkan kepala.

"Apa aku tidak seksi?" tanya Viona.

"Ayolah, kenapa bertanya seperti itu?" ucap Clara kesal. Sepertinya temannya itu sudah mulai mabuk.

"Kamu hanya perlu menjawab, jangan tanyakan apapun, tolong!" ucap Viona.

Clara menghela napas dan mengambil gelas milik Viona saat Viona akan kembali menuangkan minuman.

"Kamu mabuk. Sudahlah, kita istirahat saja. Sudah malam," ucap Clara lalu menjauhkan gelas itu dari hadapan Viona.

Dia mempermainkan ku, dia meninggalkan ku setelah puas menikmati tubuhku, gumam Viona.

"Apa maksudmu?" tanya Clara. Gumaman Viona, hampir tak sepenuhnya terdengar oleh Clara. Viona memejamkan matanya setelah bergumam.

"Anak ini! Benar-benar mabuk," kesal Clara.

Clara mengangkat tangan Viona dan menuntun Viona menuju kamar tamu. Belum sampai di kamar tamu, langkah Clara dan Viona terhenti saat tiba-tiba saja Bram muncul di hadapan mereka. Karena terkejut, Clara pun melepaskan tangan Viona dan membuat Viona hampir tersungkur. Beruntung, Viona masih setengah sadar dan mampu menahan tubuhnya sendiri agar tak sampai terjatuh.

"Kamu ngapain keluar? Dia bisa curiga nanti," ucap Clara. Bram mengerutkan dahinya.

"Apa kalian bicara dengan bahasa isyarat? Aku pikir, sudah tak ada teman-temanmu lagi," ucap Bram.

"Astaga! Yang benar saja. Aku pasti sudab menemui mu jika tak ada temanku," ucap Clara.

Clara terkejut saat tiba ada yang menarik tubuhnya ke belakang.

Plak!

Clara terkejut saat ada yang mendorong tubuhnya, terlebih yang membuatnya terkejut adalah saat melihat Viona tiba-tiba menampar Bram.

Tak kalah dengan Clara, Bram pun ikut terkejut. Pasalnya, dia tak mengenal Viona. Namun, Viona justru menamparnya. Tamparan yang cukup kuat meski keadaan Viona dalam keadaan mabuk.

"Bajingan! Kamu memang bajingan! Sialan! Aku membencimu!" umpat Viona sambil memukuli dada Bram. Sontak Bram menahan tangan Viona dan menghempaskan-nya hingga hampir terjatuh. Beruntunglah Clara menahan tubuh Viona.

"Apa temanmu sudah gila? Beraninya dia menamparku!" bentak Bram.

Clara yang masih terkejut pun tak mengatakan apapun. Ia pun tak mengerti mengapa temannya itu justru menampar Bram. Bahkan jika Viona tengah dalam keadaan patah hati pun, Clara yakin bukan karena Bram. Melainkan karena kekasihnya yang juga dikenali Clara.

"Kenapa diam saja? Bawa dia pergi dari hadapanku!" lagi-lagi Bram membentak Clara.

Sontak Clara tersentak dan menatap Bram. Dia terlihat kesulitan menahan tubuh Viona. Viona bahkan sudah tak sadarkan diri.

"Dia berat sekali, aku tak akan sanggup membawanya hingga ke kamar tamu," ucap Clara.

"Memangnya siapa yang menyuruhmu membawanya ke ruang tamu? Bawa dia pergi dari apartemen ini, aku tak ingin melihatnya!" tegas Bram.

Astaga, yang benar saja aku harus mengantarnya tengah malam begini, gumam Clara.

Dengan sekuat tenaga Clara membawa Viona menuju kamar tamu dan membaringkan Viona di atas tempat tidur. Ia melepaskan heels yang Viona kenakan dan menyelimuti tubuh Viona.

Clara menghela napas sambil menatap lekat wajah pulsa Viona.

Kamu selalu seperti ini saat mabuk. Sekarang aku dalam masalah karena harus menghadapi Bram, gumam Clara.

Clara keluar dari kamar tamu dan pergi menuju kamarnya. Ia menghela napas panjang sebelum masuk ke kamar.

Dibukanya perlahan pintu kamarnya dan terlihat Bram tengah berdiri membelakanginya. Bram diam saja meski menyadari keberadaan Clara.

Next chapter