webnovel

CWS 5

Keesokan harinya.

Clara bergegas menuju butiknya saat mendapatkan telepon dari pegawainya. Pegawainya mengabarkan pengunjung yang kemarin datang, kembali lagi ke butik dan menanyakan keberadaannya. Clara sudah dapat menebak siapa orang itu.

Clara menghela napasnya begitu memasuki ruangannya dan melihat Liora di ruangannya.

"Apa yang bisa Saya bantu?" tanya Clara tanpa basa basi. Dia sungguh malas berhadapan dengan wanita tak tahu sopan santun seperti Liora.

"Saya ingin gaun yang kemarin," ucap Liora.

Clara tersenyum tipis. Sungguh memalukan, Liora bahkan menelan ucapannya sendiri. Liora sendiri yang mengatakan tak akan pernah memakai jasa designer murahan seperti dirinya.

"Bukankah Anda yang mengatakan, Anda tidak akan memakai jasa designer murahan seperti Saya?" ucap Clara.

Liora menghela napas.

"Untuk masalah kemarin, Saya hanya terbawa emosi. Sejujurnya, Saya mengagumi karya Anda," ucap Liora.

Clara tersenyum. Dia sudah mengerti orang-orang seperti Liora, menghujat lalu memuji saat menginginkan sesuatu.

"Anda susah mencoba sendiri gaun itu kemarin, dan bagaimana hasilnya, anda pun sudah lihat," ucap Clara.

"Bukankah Anda Designer profesional? Merubah design-nya menjadi ukuran tubuh Saya, tentu bukan hal sulit untuk Anda," ucap Liora.

Clara menghela napas. Liora menantangnya, dan dia tak akan mau di remehkan.

"Selama Anda tidak merubah ukuran tubuh Anda, Saya tidak bisa membantu," ucap Clara.

Liora membulatkan matanya, dia mengepalkan tangannya. Sungguh, untuk ukuran tubuh, adalah masalah sensitif bagi wanita.

Liora mencoba tersenyum, demi gaun impiannya dia akan melakukan apa saja.

"Tidak perlu khawatir, berikan Saya ukuran gaun itu. Dalam waktu satu bulan, berat badan Saya akan menjadi ideal," ucap Liora.

Clara menahan tawanya. Sungguh, Liora sangat lucu. Ekspresinya terlihat menahan amarah, dia dapat melihat ada rasa tak suka di mata Liora saat dia membicarakan tentang berat badan.

"Apa pernikahan Anda satu bulan dari sekarang?" tanya Clara.

"Ya," jawab Liora.

"Baiklah." Clara mengambil buku catatan. Di mana di dalam buku tersebut tertulis detail ukuran dari gaun yang Liora inginkan.

Gaun itu memang terlihat indah. Gaun berwarna putih, dengan bagian bahu terbuka. Berhiaskan full berlian di setiap detailnya. Clara tak main-main jika berurusan dengan sesuatu yang dia sukai. Dia akan melakukannya dengan penuh totalitas.

Clara memberikan catatan detail ukuran gaun tersebut pada Liora. Tanpa berlama-lama Liora pun pamit pada Clara setelah, setelah Liora membayar  nota dari pembayaran pertama gaun tersebut, sebagai tanda bahwa Liora sepakat membeli gaun itu dari Clara. Liora pun memberikan kartu namanya pada Clara.

Clara mengerutkan saat melihat nama Sasongko yang menjadi nama belakang Liora.

'Kenapa nama belakangnya sama seperti Bram?' batin Clara.

Sasongko adalah nama belakang Bram, dan itu sama persis dengan nama belakang Liora. Namun, jika Liora masih keluarga Bram, bagaimana mungkin Clara tak pernah melihat keberadaan Liora? Clara sempat beberapa kali melihat anggota keluarga Sasongko di media, karena Bram memang tak pernah membahas soal keluarga padanya. Yah, hubungan mereka hanya sebatas hubungan di atas ranjang. Selain itu, mereka tak memiliki hak untuk ikut campur dalam urusan pribadi masing-masing.

Clara menyimpan kartu nama Liora di dalam laci meja kerjanya. Dia melihat gaun yang Liora inginkan yang terpasang di mannequin. Sepertinya, dia harus berpikir keras untuk men-design ulang gaun tersebut. Bagaimana pun, design terbaiknya itu harus tetap terlihat indah meski mengalami perubahan ukuran.

*****

Empat hari kemudian.

Pukul delapan malam, Clara tengah sibuk diruang kerjanya. Dia melihat gaun pernikahan yang Liora pesan dan masih memikirkan akan menjadikan gaun itu seperti apa. Gaun itu sudah di design sedemikian cantiknya sebelumnya. Gaun yang memiliki butir berlian  hampir di seluruh detailnya membuat Clara tak ingin membuang berlian-berlian itu. Namun, dia sudah menyanggupi keinginan Liora, bagaimanapun dia harus profesional dalam bekerja.

Clara menghentikan kegiatannya saat mendengar suara bel rumahnya, dia pun bergegas menuju pintu dan membukanya.

Clara tersenyum melihat kurir dari belanja online yang ia pesan. Dia pun mengambil paket tersebut dan berlari ke kamarnya. Dia membuka paket tersebut, di mini bag cantik pesanannya mendarat dengan sempurna tanpa cacat sedikit pun. Dia tersenyum melihat mini bag yang dia pegang dari pantulan cermin besar miliknya.

'Cantik,' gumam Clara.

Clara menyimpan mini bag itu di lemari khusus tas-tasnya tersimpan dan akan kembali ke ruang kerjanya. Namun, langkahnya dia alihkan menuju pintu saat lagi-lagi terdengar suara bel apartemen.

Clara mengerutkan dahinya saat melihat Viona tengah tersenyum didepan pintu apartemennya dengan tangannya yang memegang sebuah paper bag.

"Hai," sapa Viona sambil menunjukan paper bag tersebut, di mana di sana terdapat dua botol minuman alkohol.

"Kamu datang, kenapa tak mengabari dulu?" tanya Clara.

Beruntunglah saat itu Bram tak ada di apartemen, jika ada Bram di sana sudah pasti Viona akan banyak bertanya.

"Aku tahu Kamu sibuk, dan tak bisa datang ke Klub. Aku membawakan minuman ini agar Kamu tidak suntuk memikirkan pekerjaanmu," ucap Viona.

"Hm ... Masuklah!" ajak Clara dan Viona pun bergegas masuk ke apartemen.

Viona melihat sekeliling ruang tamu, dan tampak rapi. Semuanya masih sama seperti saat terakhir kali dia datang ke apartemen Clara.

"Sepi sekali," ucap Viona.

Clara pergi menuju mini bar dan Viona pun mengikutinya.

"Sampai kapan Kamu akan tinggal sendirian?" tanya Viona.

Clara hanya tersenyum. Bram memang jarang datang ke apartemennya, sehingga tak ada banyak barang Bram yang tertinggal di apartemen. Bagaimanapun, hubungan keduanya sudah sepakat untuk di rahasiakan, Sehingga Bram tetap tinggal di rumahnya dan hanya mengunjungi Clara jika tengah menginginkan tubuh Clara.

"Aku masih bingung akan men-design ulang bagaimana soal gaun itu," ucap Clara mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Ayolah, Kamu pasti bisa. Clara yang Aku kenal, dia tak pantang menyerah," ucap Viona mencoba memberikan semangat pada sahabatnya itu.

Clara mengangguk dan menuangkan minuman yang Viona bawa ke dalam gelas miliknya dan juga gelas milik Viona. Clara mengangkat gelasnya dan menyodorkannya pada Viona sebagai isyarat untuk bersulang. Viona pun menyambutnya dengan senang hati.

Clara mengerutkan dahinya saat lagi-lagi terdengar bel apartemennya. Siapa lagi pikirnya yang datang ke apartemennya? Selama ini tak ada yang mengetahui apartemen Clara kecuali Viona dan Bram.

Clara pun bergegas membuka pintu. Clara mengerutkan dahinya saat melihat seorang pria berpakaian rapi dengan stelan kemeja putih dan celana jeans hitam tengah berdiri menatapnya.

"Siapa, ya?" tanya Clara bingung.

"Anda Clara?" tanya pria itu.

"Ya, ada yang bisa Saya bantu?" tanya Clara bingung.

Pria itupun terlihat bingung, dia melihat ke dalam apartemen Clara seolah tengah mencari seseorang.

"Oh, hai," sapa Viona saat menghampiri pria itu.

Clara melihat Viona dan pria itu dengan bingung.

"Kalian saling kenal?" tanya Clara.

Next chapter