Jelita menatap layar laptopnya dengan seksama, mendengarkan setiap jengkal obrolan yang dilakukan kedua asistennya dengan Richard Mahendra yang tak yang tak lain adalah paman dari suaminya, Daniel.
"Jadi ada perlu apa anda sepagi ini datang ke kantor kami?" Tanya Wahyu pada Richard
"Saya ingin menawarkan kerjasama dengan perusahaan anda."
"Sepertinya menarik jadi kerja sama seperti apa yang Anda tawarkan?"
" Saya ingin anda membantu saya untuk mengeser posisi CEO perusahaan Mahendra Corp."
"Kenapa?"
"CEO Mahendra Corp, banyak melakukan kecurangan, seperti mengelapkan dana untuk kepentingan pribadi, bukankah itu sangat merugikan, saya tahu anda pemegang saham terbesar kedua di perusahaan itu, sebagai seorang bisnis man, anda pasti paham imbas dari apa yang dilakukan oleh Danil, CEO Mahendra Corp."
"Bagaimana anda tahu jika Tuan Danil telah menggelapkan uang perusahaan?"
"Silahkan anda lihat dokumen ini, ada beberapa bukti transfer yang masuk ke rekening pribadi tuan Danil tanpa alasan yang jelas."
Wahyu dan Andi membuka dokumen di hadapan mereka, kemudian mereka saling pandang, disana memang tertera bukti transfer ke rekening pribadi milik Danil yang jumlahnya fantastis.
Jelita mengepalkan tangannya hingga jari jemarinya memucat.
'Dasar licik' gumam Jelita. kemudian matanya kembali menatap layar laptop di hadapanya.
"Bukti ini saja tidak cukup, mungkin tuan Danil sedang ada keperluan mendesak kala itu, dan mungkin dana tersebut sudah dikembalikan olehnya sekarang."
"Anda salah Pak Wahyu, mungkin kita bisa mengelar rapat pemegang saham untuk mengklirkan masalah ini."
"Baiklah, tapi tidak dalam waktu dekat, karena saya harus menangani proyek baru di luar kota, dan ituembutuhkan waktu yang tidak sebentar, tentu anda paham tentang hal itu."
" Baiklah kalau begitu pak Wahyu, saya akan menunggu kabar dari anda, sekaligus saya kan mengumpulkan bukti-bukti yang lain."
"Trimakasih Tuan Richard."
"Baiklah kalau begitu, saya permisi dulu."
"Ya, Trimakasih atas kehadiran anda Tuan Richard."
Setelah Tuan Richard meninggalkan kantor Chandra Corp, Wahyu dan Andi kembali ke ruangan Jelita.
"Ini dokumen bukti transfer tuan Danil."
"Trimakasih Pak Wahyu, kerja kalian sangat bagus, aku akan mencari tahu tentang bukti ini dari Danil secara langsung."
jam sudah menunjukkan pukul 5 sore, namun Jelita masih disibukkan dengan setumpuk pekerjaan yang belum usai, ini imbas dari absennya Rey di kantor tersebut untuk sementara waktu.
Seorang pria turun dari mobil sport warna merah, tubuhnya yang tinggi semampai, wajah yang tampan dengan sedikit jambang dirahangnya menambah kemachoan pada sosok pria itu.
Pria itu menyandarkan tubuhnya pada body mobil warna merah itu, tangan kanannya memegang smartphone lalu menghubungi seseorang, sedangkan tangan kirinya dia masukkan ke dalam saku celananya.
Tak lama perempuan cantik berhijab keluar dari area gedung perkantoran, menghampiri sang pria tampan tadi dan mencium tangannya.
"Mas Danil udah dari tadi?"
"Belum, ayo masuk, kita cari makan dulu ya, baru setelah itu kita pulang."
"Pulang?"
"Iya, memangnya mau kemana lagi?"
"Ke rumah sakit." Danil mengernyitkan dahinya.
"Mau apa? kamu mau bikin Ronald lebih marah lagi sama kamu?"
"Menurutku untuk sementar waktu kita tidak menemuinya, biar dia menjadi tanggung jawab Rey."
"Begitukah?"
Danil mengangguk, lalu mengandeng tangan Jelita, untuk dibimbingnya masuk ke dalam mobil sport kesayangan Danil.
"Mas Danil, bagaimana kabar paman Richard?"
"Tumben kamu tanya orang itu?"
"Kata temanku tadi dia ke kantorku untuk mengadakan kerja sama."
"Ow, tapi Perusahaanku tidak pernah bekerja sama dengan CH Corp, karena bidang kami berbeda."
"Aku tidak tahu karena aku tidak menemuinya."
"Mau makan apa kita nyonya?"
"Aku ingin makan dirumah."
"Sesekali kita makan diluar tidak apa-apa kan?"
"Baiklah, aku ingin makan pecel lele kalau begitu."
"Pecel lele?"
"Iya, kenapa? Mas Danil ga suka ya?"
"Suka, jadi kita makan direstoran mana nih yang ada pecel lelenya?"
"Itu depan belok kiri, ada tempat makan yang enak, aku sering kesana sama Rey."
"Baiklah nyonya, sesuai permintaan anda." Jelita terkekeh mendengar perkataan Danil.
"Dah, berhenti didepan situ, oke sip."
"Mana restorannya?" Danil clingak-clinguk mencari restoran yang menyediakan pecel lele.
"Siapa yang bilang kita mau ke restoran? tadi aku bilang ada tempat makan pecel lele enak di sini, ayo turun, lepaskan Jasnya."
Jelita melepas Jas Danil dan meletakkan di sandaran jok mobil, dan mengambil sesuatu di dalam tas ranselnya.
"Buat apa sendal jepit itu?"
"Buat Mas Danil lah, nih aku juga pakai sendal kog, sepatunya aku tinggal dikantor."
Meski tidak terlalu mengerti namun Danil menurut saja dengan perkataan Jelita, dia melepas sepatunya dan diganti dengan sendal jepit milik Jelita.
"Ayo turun?"
"Iya, tapi kita mau makan dimana?" Tanya Danil sambil melihat ke arah Jelita.
" Di situ." Kata Jelita sambil menunjuk sebuah warung tenda yang sepertinya baru saja buka, terlihat dari para pegawainya yang sedang sibuk merapikan peralatan memasak.
"Ha! Kamu Yakin?"
"Jangan bilang Mas Danil belum pernah makan di tempat kayak gini? Huuuh...Payah. Ayo turun."
Danil mengikuti langkah Jelita masuk ke dalam warung tenda dipinggir jalan. Sambil melihat disekitar tempat makan yang sederhana tetapi nyaman karena tempatnya memang sangat bersih dan agak jauh dari jalan, sepertinya penjual pecel lele ini sengaja menggunakan lahan kosong diantara perumahan dikanan kirinya untuk membuat warung tenda yang lumayan luas dan nyaman, tempat duduk lesehan, dan diselingi alunan music campur sari khas jawa menambah kesyahduan para pengunjung warung tenda ini.
"Mas Danil, hati-hati kalau makan disini?" Danil sedikit syok dengan ucapan Jelita.
"Kenapa? disini banyak copet? atau preman?"
Jelita terkikik Geli.
"Bukan."
"Terus?"
"Makanan disini mengandung efek samping."
"Efek samping?"
"Iya,"
"Terus kenapa kamu ngajak aku makan disini kalau ada efek sampingnya?"
"Karena aku udah kena efek sampingnya, jadi aku ajak Mas Danil makan disini."
"Ha?!"
"Efek sampingnya adalah. Awas Ketagihan." Jawab Jelita sambil tertawa, dan Danil terbengong dengan jawaban Jelita yang diluar ekspektasinya.
Tak beberapa lama dua porsi pecelnya bersama kroni-kroninya, dan dua gelas Teh hangat sudah tersaji dihadapan mereka. Setelah berdoa, mereka langsung makan dengan lahap. Bahkan Danil tak henti mengunyah dan tampak asyik dengan makanan sederhana yang tersaji didepannya.
"Mas, makannya pelan-pelan."
"Kayaknya aku dah kena efek samping makanan ini deh, bisa pesen satu lagi ga?"
"Mas Danil laper apa doyan?" Kata Jelita sambil melambai ke arah pegawai untuk memesan satu porsi pecel lele lagi untuk Danil.
"Sambelnya mantap, Ikan nya gurih."
"Pesan juga untuk dibungkus, buat Mbok Rahmi dan Pak Sapto, dan buat aku lagi..hehee"
Jelita hanya geleng-geleng kepala tapi tetap menuruti kemauan Danil.
Tidak perlu mewah untuk merasakan kenikmatan sebuah makanan bukan?