"Han ... aku serius tanyanya ihhh ...," Nisrina masih memburu gadis itu bahkan ketika mereka sudah pulang bekerja.
"Astaga, kalian ini kenapa sih?" Hanifa benar-benar jengah!
"Kamu benar ya ada something special sama Pak Bara?" Nisrina mengulang kalimat tanya itu lagi.
"Kalau iya kenapa, kalau enggak kenapa?" tanya Hanifa akhirnya.
"Ya nggak apa-apa sih, aku pengen tahu aja ...," Nisrina nyengir lebar, "Yaudah deh, aku balik duluan ya!" ia buru-buru melangkah meninggalkan Hanifa ketika sang kekasih sudah muncul menjemputnya.
Hanifa menghela nafas panjang, ia melambaikan tangan ketika gadis itu sudah naik ke boncengan motor sang kekasih. Ia hendak melangkah keluar kantor ketika kemudian sosok itu muncul dari dalam kantor.
"Ayo pulang!" ajaknya lalu menarik tangan Hanifa.
"Ehh ... ehh ... tapi saya mau ke ...."
"Aku antar! Aku nggak biarin kamu pergi sendirian!" guman Bara tanpa melepaskan tangan itu.
Hanifa hanya mendengus kesal, sebenarnya anak bosnya ini kenapa sih? Hanifa hanya menurut saja ketika kemudian dia membukakan pintu mobil dan memaksanya masuk.
"Dimana kostnya? Kuantar kau ambil baju ganti dan lain-lain." ujarnya lalu menghidupkan mesin mobilnya.
"Mas, kalau suruh pindah ke sana sekarang aku nggak bisa!"
"Kenapa? Apartemennya kurang bagus?" tanya Bara sambil menatap gadis itu.
"Bu ... bukan gitu!" aduh harus dengan apa Hanifa menjelaskannya?
"Terserah kamu kalau gitu, intinya sekarang kamu pindah tidur ke sana, bersamaku!" guman Bara mengultimatum.
Hanifa hanya menghela nafas panjang, dari sudut matanya ia melirik sosok itu. Apa sih yang disukai dari dirinya? Kenapa sosok seganteng Bara itu malah tergoda padanya dan mau menikahi nya?
Pertanyaan itu terus berputar di benak Hanifa hingga tak sadar mereka sudah sampai di apartemen milik laki-laki dua puluh delapan tahun itu. Hanifa bergegas turun dan mengekor di belakang Bara, tanpa sepatah kata apapun. Hanya langkah kaki mereka yang terdengar hingga kemudian sampailah pada pintu itu.
"Mandilah dulu, lalu istirahat lah." guman Bara ketika mereka sudah masuk ke dalam.
Hanifa hanya mengangguk pelan, ia hendak melangkah ke kamar mandi ketika kemudian tangan itu meraih tubuhnya, memeluknya dari belakang.
"Aku mau order gofood, kamu pengen apa?" bisiknya tepat ditelinga Hanifa yang sontak membuat tubuhnya meremang seketika.
"Ayam geprek aja deh," jawabnya lalu mencoba melepaskan diri.
"Han ... kapan aku dapat jawabanku?" desah suara itu makin mempererat pelukannya.
"Kenapa Mas begitu menginginkan aku? Kenapa bukan gadis lain?"
"Kenapa kamu seolah tidak tertarik padaku? Apa ada laki-laki lain?" Bara benar-benar heran, apa kurangnya dia? Kenapa gadis itu masih berpikir untuk dinikahi olehnya?
"Aku masih sendiri, Mas!" Hanifa mencoba melepaskan diri.
"Aku tertarik padamu, Han."
"Sejak?" Hanifa benar-benar heran, kuat sekali cengkraman laki-laki itu.
"Sejak aku menjamah tubuh mu! Aku langsung menginginkan mu!"
Wajah Hanifa memerah, benarkah tubuhnya begitu indah? Atau senikmat itu kah tubuhnya hingga kemudian membuat laki-laki itu langsung ingin menikahi dirinya setelah mencicipi tubuhnya? Hei! Berarti ia hanya menginginkan tubuhnya dong, tidak mencintainya?
"Jika alasanmu mengajakku menikah hanya karena tubuh ku, maaf aku tidak bisa!" Hanifa mencoba berontak.
"Kenapa?" tanya Bara melepaskan pelukannya, memutar tubuh gadis itu hingga wajah mereka berhadapan.
"Karena pernikahan itu bukan soal urusan ranjang, Mas. Lebih kompleks." jawab Hanifa singkat lalu meninggalkan sosok itu dan melangkah ke kamar mandi.
Bara tertegun, ia tidak menyangka bahwa gadis itu akan mengatakan demikian. Tapi benar juga sih, menikah bukan hanya soal ranjang. Tetapi juga soal komitmen, saling percaya, saling dukung. Belum lagi jika nanti mereka memiliki anak, maka akan lebih besar lagi tanggung jawab mereka.
Bara menghempaskan tubuhnya di sofa. Cintaikah ia pada gadis itu? Entahlah ... diotaknya masih ada sosok Kirana yang menganggu! Begitupun di hatinya, gadis itu masih bertengger di sana meski telah menorehkan luka. Dan Bara sekarang begitu menginginkan gadis itu! Ia tidak peduli dengan cinta, tidak! Yang jelas Bara ingin Hanifa!
Bara bangkit dari duduknya, melangkah ke depan kamar mandi, bertepatan dengan itu Hanifa sudah selesai membersihkan tubuhnya, ia bergegas menarik tangan itu dan membawanya ke kamar.
Hanifa tersentak, ia sudah paham apa yang Bara inginkan. Menolak mungkin bisa, sangat bisa, tapi kenapa otaknya tidak mau menolak? Kenapa tubuhnya begitu menginginkan hal itu? Ia sendiri tidak mengerti apa yang terjadi pada dirinya sendiri.
"Han ... ayo buat kesepakatan!" guman Bara ketika kemudian ia duduk di ranjangnya. Hanifa masih berdiri, dengan tangan yang digenggam erat-erat oleh laki-laki itu.
"Kesepakatan apa?" tanya Hanifa tak mengerti.
"Kesepakatan untuk saling mencintai!"
Hanifa membulatkan matanya, kesepakatan macam apa itu? Ia menatap mata Bara dalam-dalam, sungguh ia tidak mengerti.
"Aku ingin kamu, Han!" guman Bara lagi.
"Bapak hanya ingin tubuh saya kan?" tanya Hanifa sambil menundukkan kepalanya.
"Kalau cuma tubuh wanita, aku bisa cari dimana pun! Ke pub, club', banyak kok wanita yang mungkin rela aku tiduri, Han!" Bara benar-benar tidak mengerti, ia malah makin penasaran dengan gadis itu.
"Lalu kenapa Bapak malah meniduri saya? Tidak gadis-gadis itu?"
"Karena ku ingin kamu, bukan mereka!" guman Bara gemas. Ia sudah tidak mengerti lagi!
Ingin ... ingin yang bagaimana? Hanifa benar-benar tidak mengerti, sekarang ia harus bagaimana? Bara bergegas menarik tubuh gadis itu hingga jatuh dalam pelukannya, ia menghujani bibir itu dengan ciuman. Tangannya menjelajahi leher jenjang wanita dua puluh empat tahun itu. Entahlah, dulu ketika dengan Kirana gejolak birahinya tidak sampai seperti ini, kenapa sekarang dengan gadis itu ia bisa sampai seperti kecanduan seperti ini?
Hanifa hanya melenguh pelan ketika Bara mulai turun ke lehernya. Hatinya memaksanya berontak, namun apa daya otak dan tubuhnya menyerah pasrah pada sentuhan panas lelaki itu.
"Han ... aku ingin kamu!" pekik Bara kemudian merebahkan tubuh itu di kasurnya.
Hanifa hanya mengangguk pelan, ia malah membuka kemejanya sendiri! Bodoh! Sebegitu kuatkah pesona laki-laki itu hingga ia seperti kerbau dicucuk hidungnya seperti ini? Bara tersenyum ketika melihat gadis itu sendiri yang membuka kemejanya, dicumbunya Hanifa hingga tubuh gadis itu meremang dan memanas luar biasa. Bara harus membuatnya memohon! Harus!
"Aahhh ... Massss ...." Bara belum mau memulai, ia tidak akan memulai jika gadis itu tidak memintanya!
"Mmaaaassss ...." jerit Hanifa ketika Bara sama sekali tidak menggubrisnya dan masih menjelajahi leher dan dadanya.
"Kenapa?" tanya Bara lalu menghentikan aksinya dan menatap dalam ke mata itu. Bara tahu betul apa arti tatapan memohon itu, namun ia menahannya, ia mau gadis itu menyatakan apa yang ia inginkan.
"Kumohon ... ayo ...." desisnya sambil balas menatap mata itu, tubuhnya sudah tidak sanggup menahan lagi, ia juga menginginkan itu!
Bara tersenyum, ia meraih bibir itu, melumatnya dengan lembut. Dengan lembut pula ia mulai melakukannya. Sungguh Bara tidak mengerti, kenapa ia begitu menyukai tubuh ini?