webnovel

Pasukan Berkuda

=Author's POV=

Suara kaki kuda yang dipacu oleh pasukan bertudung hitam nyaring memecah keheningan hutan yang sangat lebat dan gelap. Setelah menghabisi satu tim Anak Anggota tiga hari yang lalu, mereka belum lagi bertarung hingga kini.

mereka berhenti di tepi hutan yang mengarah langsung pada pantai berpasir coklat dengan air yang membiru dengan indahnya. Diikatnya kuda mereka pada pohon terdekat lalu mereka membersihkan diri dan mengambil air pada botol yang mereka bawa untuk membersihkan bekas-bekas darah yang masih menempel pada sebagian pakaian mereka.

"Kurasa sekarang sudah jadwalnya kita untuk kembali ke Gedung Kuning, Tuan," kata seorang anggota yang sedang mengikat kembali lengannya karena bekas luka.

Ketua pasukan yang dipanggil Tuan itu hanya melirik singkat anggotanya, dia tidak berminat untuk menjawabnya.

Anggota lain yang berambut gondrong segera menyahut perkataan rekannya, "Apa kamu piker Tuan akan kembali dengan tangan kosong?"

"Tangan kosong? Bukankah kita telah dapat banyak korban? Kehalian memanah kitapun semakin memukai karena selalu tepat sasaran mengenai jantung mereka."

Pria gondrong duduk dan membantu rekannya itu mengikat lengannya, "Belum banyak korban jika belum semuanya," ujarnya yang meniru gaya bicara ketua pasukannya.

"Ah benar. Tapi aku penasaran denganmu, Tuan. Kenapa pasukan Anak Anggota di hutan waktu itu tidak kamu panah? Bahkan keempatnya masih hidup dan selamat?"

Ketua pasukan yang sedang membersihkan pedang panjangnya termenung sejenak. Wajahnya yang masih tertutup penutup wajah tidak menampakkan ekspresinya, hanya kedua manik matanya yang sedikit berkilau karena pantulan cahaya matahari.

Dia teringat dengan satu tim Anak Anggota yang dia biarkan hidup, hanya dihajarnya hingga lebam. Dia mengingat dengan jelas wajah salah satu anggota Anak Anggota yang menatapnya tajam kala itu. Dia tidak mengenalnya, tetapi pria itu membuatnya penasaran karena auranya membuatnya iba untuk menyerang.

'Apa kami pernah bertemu sebelumnya? Apa dia salah satu dari anak petinggi elit? Mengapa begitu familiar?' pikiran ketua pasukan berkuda itu menerawang jauh.

"Apa mereka termasuk dalam daftar Anak Anggota yang dilindungi?"

Ketua pasukan bermanik merah menoleh ke rekan-rekannya, "Entahlah. Aku hanya merasa kalau mereka belum waktunya untuk mati."

"Tuan, bagaimana jika ada tiga tim yang menemukan pedang emas? Maksudku, hal itu tidak pernah terjadi selama ini. Tetapi bagaimana jika itu terjadi kali ini? Kulihat, para Anak Anggota telah benar-benar menjadi petarung yang hebat," tanya si pria kurus gondrong yang bernama Vesta.

"Hal itu tidak akan terjadi. Kalian tidak perlu memikirkannya," sahut ketua pasukan ketus.

"Bagaimana dengan kembaranmu? Apa dia akan berpura tidak dapat menemukannya juga?"

"Sudah kubilang kalian tidak perlu memikirkannya!" Ketua pasukan menyabetkan pedangnya kearah Vesta tepat di depan wajahnya. "Fokuslah dengan tugas dan tanggung jawab kalian sebagai pasukanku! Mengerti?"

Seluruh anggota pasukan berkuda mengangguk pelan. Mereka semua terkejut dengan temperamen ketua pasukannya itu. Vesta bahkan sempat menahan napasnya untuk beberapa saat dan kembali bernapas lega setelah ketua pasukannya menurunkan pedangnya.

Para anggota yang lain menggidik ngeri, walau mereka sudah sangat sering mendaati ketuanya yang penuh emosi tetap saja mereka selalu merasa takut dengan perubahan emosi pria bermanik merah itu.

Benar-benar tidak pernah membuka penutup wajahnya, ketua pasukan berkuda lebih nyaman dipanggil 'Tuan' wajah aslinya bahkan dengan pasukannya sendiri.

Setiap kali anggotanya menawarinya untuk menyantap makanan, dia selalu menolak dan membiarkan seluruh pasukannya menikmati bekal ataupun hasil buruan dengan nyaman. Dia lebih memilih untuk membersihkan senjata atau beristirahat jika memang baru mengalami pertarungan hebat.

Ketua pasukan kuda menengadahkan kepalanya mengamati langit yang siang itu sangat cerah tak berawan. Lalu pandangannya beralih ke hamparan pasir juga deburan ombak pantai yang suaranya menenangkan.

Jeff, anggota pasukan yang tadi mengikat lengannya yang luka, menghampiri ketuanya yang masih memandangi lautan dengan tatapan kosong.

"Aku akan pergi ke Distrik untuk memenuhi permintaan Presiden, Tuan," bisiknya.

Tuannya itu mengangguk, "Jangan lukai siapapun. Kamu tahu itu, 'kan?"

"Siap, Tuan."

Jeff bersama dua anggota lainnya pergi menaiki kuda mereka menuju Distrik terdekat, menjalankan tugas besar lain yang diperintahkan oleh Presiden.

Lagi, pria berpenutup wajah memandangi langit. Kali ini matanya tampak berbinar membayangkan sesuatu yang membuatnya senang. "Sebentar lagi. Tidak boleh ada kesalahan kali ini!" ucapnya pada diri sendiri.

Nnngggggggggg

'Arrgghhh' ketua pasukan berkuda itu segera memalingkan wajahnya dan menutup kedua telinganya yang mendengung hebat. Otot wajahnya mengencang sangat jelas dia sedang kesakitan.

Cukup lama, pria itu segera mehela napas panjang setelah rasa sakitnya menghilang. Umpatan serampah keluar dari mulutnya. Dia sangat membenci hal-hal yang membuatnya tak nyaman seperti itu.

"Tuan, kurasa kamu membutuhkan beberapa teguk air." Vesta menyerahkan satu botol kecil minuman berwarna merah pekat yang baru dia keluarkan dari buntelan bekalnya.

Pria berpenutup wajah itu menerimanya tanpa ekspresi atau kata-kata apapun. Dia hanya memandangi botol kecil itu sebelum akhirnya meletakkannya disamping tempat dia duduk.

"Bersiaplah! Saat matahari mulai turun, kita akan pergi ke bagian timur hutan!" teriaknya kepada pasukan yang beristirahat agak jah darinya.

Beberapa anggota segera menyiapkan senjata, ada pula yang berdialog dan mengusap pelan para kuda guna menenangkan mereka sebelum kembali bertarung.

Hamper seluruh anggota pasukan ini tubuhnya mengalami luka berat akibat senjata tajam saat bertarung dengan musuh. Bahkan ada ang mengalami kebutaan pada mata kirinya, juga kehilangan jari kelingking akibat tebasan pedang musuh.

Sejak awal dibentuk hingga kini jumlah anggota pasukan ini tidak berkurang ataupun bertambah, hal itu diakibatkan kemampuan bertarung mereka yang benar-benar tidak dapat ditandingi oleh kelompok manapun. Walaupun musuh mereka tidak mati, tetapi minimal mengalami banyak cidera akiba serangan membabi buta dari pasukan berkuda.

Ketua pasukan itu masih sesekali terbayang wajah Anak Anggota yang berasal dari Barat, yang tempo hari dia biarkan hidup bersama timnya dengan luka lebam.

"Mungkin akan seru jika aku bermain sedikit dengannya," gumamnya. Dari sorot matanya Nampak dia sedang tertawa kecil yang jahat.

Dia segera bangkit dan berkumpul dengan pasukan, dia memerintahkan untuk membagi dua tim. Tim pertama akan kembali masuk ke hutan untuk menemukan dan membereskan Anak Anggota yang masih hidup. Tim kedua akan pergi bersamanya ke timur hutan untuk menjaga daerah perbatasan yang akan dilewati ole tim Anak Anggota yang telah berhasil membawa pedang emas.

"Bidik tepat di jantungnya, kalian paham, 'kan?" ujarnya lagi kepada seluruh anggota yang bersenjatakan anak panah.

"Jangan tinggalkan jejak apapun selain jejak kaki kuda! Jika memang kalian terjepit, lepaskan semua anak panah sekaligus!"

Vesta dan anggota yang lain segera mengangguk mengerti. Itu adalah kalimat yang selalu dikatakan oleh ketua mereka saat hendak menyerang musuh.

***

Next chapter