webnovel

Keahlianku

"Hari ini kita akan meramu berbagai macam obat-obatan, makanan dan minuman?"

"Benar, ah aku membenci kelas ini!"

"Apakah seorang pengawas perkebunan harus pandai memasak?"

"Haha ku rasa ini salah satu pelajaran untuk perlindungan diri jika ada hal yang tidak diinginkan nantinya."

Para Anak Anggota yang lain sedang menggerutu mengenai kelas hari ini. Ku pandangi seluruh ruangan dan semua peralatan serta bahan yang ada di sekitarku. Semuanya sangat familiar untukku, hanya saja sedikit aneh jika hal ini termasuk dalam salah satu materi latihan dasar.

Memasak? Ku rasa ini tidak akan sulit. Aku bahkan dapat memastikan kalau aku tidak akan cidera kali ini. Tapi bagaimana caranya aku bisa melakukannya? Tangan kananku masih belum dapat menggenggam gagang pisau dan memotong bahan, lidahku bahkan masih belum bisa mengecap rasa dengan sempurna.

Ku hela napas panjang, aku kesal jika harus mendapat nilai jelek untuk hal yang telah menjadi keahlianku hanya karena cidera.

Modi mendapat posisi tepat di sampingku. Ku lirik sedikit dirinya yang tampak bingung dengan apa yang harus dia lakukan. Mendadak aku mendapatkan sebuah ide yang mungkin akan menguntungkan kami berdua.

Aku mendekati Modi dan mulai mengajaknya untuk berkoalisi, lebih tepatnya bersengkokol untuk melakukan kecurangan kecil. Aku menyuruh pria itu untuk melakukan semua yang ku perintahkan lalu aku yang akan menjadi otaknya. Percobaan pertama, kami harus membuat ramuan untuk obat luka dalam. Aku belum pernah membuatnya, tetapi ibu pernah membuatkanku saat aku cidera dulu. Lebam karena berkelahi dengan Ge, memang banyak memberiku pelajaran hingga saat ini.

Para pasukan hijau tidak memberi kami menu khusus yang harus kami buat, mereka hanya meminta kami untuk menyajikan ramuan, makanan, dan minuman yang setiap anggota harus berbeda satu sama lain. Tidak ada ku lihat sosok ketua yang kemarin menghajarku hingga tak sadarkan diri. Sebenarnya aku tidak begitu peduli, hanya aku ingin melihat ekspresinya setelah berhasil hamper membunuhku.

Dengan kesulitan, aku berusaha untuk memotong beberapa bahan semampuku. Modi sangat banyak membantu, pria yang berteman baik dengan Sing itu ternyata sangat ramah walau perangainya sangat mengerikan seperti orang yang tidak memiliki perasaan. Kami saling membantu untuk kepentingan bersama.

Setelah kami berhasil membuat dua ramuan dengan manfaat masing-masing, seketika Anak Anggota yang lain menggerumbul dan ingin bekerja sama dengan kami. Aku sama sekali tidak masalah selama para pasukan hijau pun tidak akan menghukum kami karena kecurangan semacam ini.

"Bang Arlan sedang tidak ada, mereka tidak akan semenakutkan ketuanya," bisik Sing saat kami mulai saling bantu.

Benar, pria jahat itu memang selalu menjadi menakutkan. Ku harap dia tidak akan pernah ada lagi.

Seorang pria bermata indah yang mendapatkan posisi paling ujung sama sekali tidak bergeming, dia tampak santai dan melakukan semuanya tanpa ragu. Hal itu membuatku sedikit penasaran dengan keahliannya. Kristo yang kemarin bahkan menjadi musuhku, sekarang menjadi rekan untuk mendapatkan nilai yang bagus. Tetapi pria itu, Athan, tampak sama sekali tidak membutuhkan bantuan dari siapapun, atau dia memang tidak membutuhkannya.

Kami menyelesaikan tugas meramu dan memasak dalam waktu yang tidak begitu lama. Para pasukan hijau segera berkumpul dan memilah dari aromanya. Sejenak ku berpikir kalau kami sebenarnya sedang dalam sebuah acara kompetisi memasak.

"Kamu ternyata ahli meramu, Mada. Tetapi sangat lemah saat bertarung," kata seorang anggota pasukan hijau yang bernama Garine, pria berbadan besar dan memiliki bekas luka bakar di wajah bagian kirinya.

Aku hanya diam mendengar kalimat pria itu. Bagaimana memasak tidak menjadi keahlianku jika setiap hari aku selalu melakukan itu di rumah. Ya benar, setiap hari. Sebelum akhirnya aku diculik dan berakhir di tempat ini.

Beberapa pasukan hijau yang lain membawa masing-masing lima botol minuman berwarna merah yang tampak menyegarkan. Tanpa sadar aku telah meneguk liurku karena warna cerah dari minuman itu membuat dahagaku menjerit. Spontan para pria di ruangan langsung bergembira seperti orang yang kehausan di padang pasir dan menemukan oase.

Aku menjadi semakin penasaran, langsung saja aku menyodorkan gelasku ke arah pria yang sedang menuangkan minuman merah itu. Sing bahkan tertawa melihat kegesitan tanganku saat menyodorkan gelas. Dia yang awalnya berada di depanku segera menarik kembali gelasnya dan membiarkan milikku terisi terlebih dahulu.

"Ini pertama kalinya bagimu, kan?" Tanya nya sambil tertawa kecil. Aku hanya mengangguk malu, ku merasa sangat terlihat rakus di mata pria itu.

Saat telah terisi penuh, aku segera menghirup aromanya, itu memang kebiasaanku setiap kali menemui makanan atau minuman yang asing bagiku. Ugh.. Aromanya sangat menyengat dan aneh. Seperti aroma bunga mawar tetapi agak bau ikan, seketika tenggorokanku menolaknya.

"Tidak perlu dihirup aromanya, langsung teguk saja," perintah Sing yang memperhatikanku.

Agak ragu, aku mengikuti perkataan Sing untuk langsung meneguknya.

Glek!

Aneh, tidak ada rasanya sama sekali. Hanya seperti aku meneguk minyak goreng lima kali penyaringan, licin di tenggorokan. Ku kecap berkali-kali mencoba untuk menemukan rasa lain yang mungkin akan membuatku menyukainya. Sangat tidak sesuai dengan ekspektasiku tadi.

Kembali ku teguk hingga habis minuman di gelasku, rasanya masih tetap sama, hambar.

"Bagaimana? Sangat menyegarkan, kan? Ini memang minuman kesukaan kami. Makanya kami selalu antusias saat mereka membawa dan membagikannya," Sing kembali mengisi gelas dan meneguk minumannya dengan sangat menikmati.

Lidahku benar-benar masih bermasalah karena cidera kemarin, aku hanya mengiyakan perkataan Sing. Sing mengatakan kalau mereka menyebutnya 'Minuman Darah'. Itu adalah minuman berakohol yang dibuat dari ramuan dan rempah asli wilayah Timur yang terkenal memiliki cita rasa sangat nikmat. Tidak banyak orang yang bisa membuatnya, hanya para tetua di Distrik yang masih memiliki resep aslinya.

Sing bilang, di tempat ini para elit memproduksinya dan menyimpannya di sebuah tempat yang sangat tertutup hingga masih terjaga keasliannya. Tidak ada seorang pun yang dapat pergi ke tempat itu, hanya sekedar mengambilnya saja hanya pasukan hijau yang diperbolehkan karena menurutnya minuman itu akan terganggu rasanya jika terlalu banyak orang yang masuk ke dalam ruangan penyimpananannya.

Masuk akal, hanya aku masih penasaran dengan rasanya yang mereka bilang sangat menyegarkan.

"Apa kita boleh memintanya lagi untuk diminum saat malam?" tanyaku polos.

"Kamu masih ingin? Tenang saja, hari ini seharian kamu bisa meminum banyak. Tapi hanya hari ini, haha."

"Kenapa hanya hari ini?"

"Entahlah, kita selalu di beri waktu sedikit luang sebulan sekali. Mereka selalu memberi kita minuman itu sebagai teman bersantai," tambah Sing.

Aku masih belum mengerti, hanya mengangguk dan berkeinginan untuk ikut bergabung dengan mereka karena ingin merasakan kembali rasa dari minuman itu.

***

ตอนถัดไป