webnovel

Save The Angel [13]

Dave, Nico, Raka dan dua orang kepercayaan keluarga Swastika yang diutus untuk menyelamatkan Annisa, mengendap-endap di balik pepohonan yang rimbun di samping rumah tua yang terbengkalai. Mereka mendapatkan info bahwa beberapa penduduk setempat di lokasi tersebut menyadari ada sekelumit aktivitas mencurigakan yang dilakukan oleh orang-orang asing di dalam rumah itu.

"Itu rumahnya. Kata penduduk sekitar, ada setidaknya tiga orang asing mondar-mandir ke rumah tua itu dalam seminggu ini. Dan ada penduduk yang memergoki mereka membawa seorang gadis cantik dengan ciri-ciri mirip Annisa masuk ke dalam rumah." Raka berbisik seraya menunjuk rumah yang ia ceritakan.

Dave mengeluarkan secarik kertas yang bertuliskan ancaman untuknya, dari seseorang tak dikenal yang diletakkan di depan pintu kamar hotelnya. Ia menemukan kertas ancaman yang ditujukan kepadanya itu saat ia kembali ke sana siang tadi untuk mengganti pakaiannya yang basah.

"Benar ini alamatnya. Alamat rumah itu sesuai dengan alamat yang disebutkan di sini." Dave menunjukkan isi surat itu kepada Raka.

Annisa kami culik ! Datang sendiri ke Km 7, Desa Abiabase, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung sebelum pukul delapan malam untuk menyelamatkannya ! Jangan bawa bala bantuan atau nyawa Annisa menjadi taruhannya !

"Surat ini menyuruh aku datang sendiri untuk menyelamatkan Annisa. Aku pikir aku akan menghadapi mereka tanpa bantuan kalian demi keselamatan Nisa." Dave meminta teman-temannya untuk tetap tinggal dan membiarkannya masuk ke dalam rumah itu seorang diri.

"Tunggu dulu, Dave. Jangan bertindak gegabah. Kita harus sabar menanti orang-orang tersebut keluar rumah terlebih dahulu supaya kita bisa mengetahui peta kekuatan mereka dan memperkirakan situasi di dalam rumah." Nico memberikan saran.

"Setelah itu baru kamu masuk ke dalam untuk menyelamatkan Annisa dan setelah Annisa mereka lepaskan, kami akan segera menyerbu masuk rumah untuk menyelamatkanmu." Papar Nico lebih lanjut mengenai rencananya.

Dave dan yang lainnya setuju dengan pendapat Nico. Mereka pun menunggu dengan sabar sambil mengamati keadaan sekitar. Hari sudah menjelang petang. Rombongan kecil itu berharap mereka bisa menguasai rumah itu sebelum malam bertambah gelap.

Terdengar suara pintu dibuka. Annisa melihat kedua orang yang menahannya masuk ke dalam ruangan. Pria yang berambut botak menyalakan lampu, sedangkan temannya yang berambut klimis membawa nampan berisi makanan untuk Annisa.

"Sudah jam enam petang sekarang, Nona. Kamu sebaiknya makan malam sebelum masakannya menjadi dingin." Si klimis meletakkan nampan itu ke lantai dan membuka ikatan tali pada tangan Annisa.

"Ayo cepat habiskan makananmu. Tentunya kamu tidak ingin Dave datang menyelamatkanmu di saat kamu sedang makan, kan ?" Pria botak itu tidak sabar melihat Annisa yang memakan hidangan malamnya dengan malas dan tidak berselera.

Annisa menghentikan makannya. Dave ? Dave akan datang kemari menyelamatkanku ? Benaknya bertanya-tanya.

"Dari mana kalian tahu Dave akan datang untuk menyelamatkanku ?" Annisa menatap muka kedua orang tersebut dengan penuh selidik.

"Tentu saja kami tahu, Nona. Kami sudah meninggalkan pesan untuknya siang tadi. Dan kami yakin ia akan datang seorang diri seperti yang kami minta, demi keselamatan gadis yang dicintainya." Lelaki botak itu tertawa terbahak-bahak.

"Seharusnya kamu tidak usah ikut campur urusan kami waktu di Mexico dulu, Nona Cantik." Temannya yang berambut klimis menambahkan.

"Kalau saja Nona membiarkan kami menyelesaikan tugas untuk mencelakai Dave dan membawanya pergi menggunakan mobil, daripada harus terpaksa meninggalkannya di tepi jalan seperti waktu itu, tentunya kamu tidak akan pernah terlibat masalah ini dan tidak perlu ada penculikan seperti sekarang." Lelaki klimis itu memandangi wajah Annisa dengan nanar.

Samar-samar Annisa mulai mengenali kedua lelaki yang telah menculiknya. Ia tercengang tidak menyangka bahwa para pelaku yang dulu ia pergoki sedang mencelakai Dave dan gagal menculik Dave karena dirinya, sekarang berbalik menyekapnya di ruangan gelap tersebut.

"Ada masalah apa kalian dengan Dave ? Mengapa kalian ingin mencelakainya ? Apa salah Dave ?" Annisa mencecar mereka dengan pertanyaan bertubi-tubi.

Tiba-tiba Annisa mendengar suara langkah kaki masuk ke dalam, menghampiri mereka bertiga. Ia mendapati sesosok lelaki muda seumuran Dave dengan raut muka cukup rupawan namun terlihat bengis dengan kantung hitam di bawah matanya, tersenyum menyeramkan kepadanya.

"Itu bukan urusanmu Nona. Ini masalah antar keluarga Le Coyote dan keluarga El Lobo alias keluarga Moreno. Kalau saja Tuan Moreno tidak pergi begitu saja meninggalkan keluarga Le Coyote, maka tidak akan ada pertikaian yang terjadi di antara keluarga kami." Lelaki itu menatap wajah Annisa dengan gusar.

"Aku Stephan, tangan kanan keluarga Le Coyote. Yang berambut klimis itu Ivan dan yang tidak berambut itu Marco." Stephan menunjuk ke arah anak buahnya dan memperkenalkan mereka kepada Annisa.

"Sungguh disayangkan gadis secantik Nona harus terlibat masalah di antara kedua keluarga besar mafia terkenal di Mexico." Stephan meneruskan ceritanya.

Mafia ? Annisa tercekat. Dave berasal dari keluarga mafia ? Ia bergidik ketakutan.

"Tidak mungkin ! Dave bukan berasal dari keluarga mafia !" Annisa membantah pernyataan Stephan.

"Hahaha ! Kamu tidak akan pernah menyangkanya, Nona Manis ! Bahkan Dave juga sebelumnya tidak menyangka kalau ia merupakan keturunan mafia El Lobo yang terkenal itu !" Stephan tertawa kencang.

"Kamu pikir inti dari permasalahan keluarga kami itu apa ? Semua ini terjadi karena Tuan Moreno yang sok baik hati tersebut, mendadak berubah pikiran setelah kelahiran Dave, dan tiba-tiba mengganti haluan bisnis keluarganya menjadi serba legal dan bersih, serta menjauhi semua urusan yang berhubungan dengan mafia." Stephan mendengus dan giginya bergemeretak dengan geram.

"Oh, jadi begitu ceritanya. Kalian tidak suka keluarga Moreno menjalankan bisnisnya secara legal dari segi hukum ? Tidak semua orang berminat hidup dalam dunia hitam selamanya, Tuan Stephan." Annisa menatap mata hijau milik Stephan dengan raut muka menantang.

"Hati-hati dengan ucapanmu, Nona Sok Tahu ! Jangan sampai kubungkam mulut kecilmu itu !" Stephan mengepalkan kedua tangannya menahan amarah.

"Sebentar lagi Dave akan datang seorang diri untuk menyelamatkanmu ! Pada saat itulah aku akan membalaskan dendam dan sakit hati keluarga Le Coyote kepada El Lobo atas perbuatan Tuan Moreno di masa lampau !"

Terdengar suara keributan di luar. Stephan memerintahkan Ivan dan Marco untuk mencari tahu ada apa gerangan yang terjadi. Tak lama kemudian mereka berdua membawa masuk seorang lelaki muda berwajah tampan berambut hitam dengan kedua tangan terikat.

"Dave !" Annisa berteriak kencang begitu ia menyadari siapa lelaki yang diseret masuk ke dalam ruangan itu.

Ivan dan Marco melemparkan Dave dengan kasar di lantai. Dave kini dalam posisi duduk bersimpuh tepat di depan kursi yang Annisa duduki.

Annisa baru menyadari bahwa muka Dave berlumuran darah habis dipukuli oleh kedua orang kaki tangan keluarga Le Coyote. Darah mengucur dari pelipis kiri Dave mengalir ke pipinya. Mata kiri Dave yang bengkak membuat Dave nyaris tak dapat membuka matanya.

"Annisa ? Kamu tidak apa-apa ?" Dave berseru lega melihat Annisa baik-baik saja.

Annisa menggigit bibirnya kuat-kuat. Ingin rasanya ia menghampiri Dave dan memeluknya erat. Air matanya sudah hampir tumpah. Matanya berkilat-kilat. Sebisa mungkin ia menahan untuk tidak menangis saat itu.

"Kamu bisa lihat Dave, kami memenuhi janji kami untuk tidak mencelakai Annisa. Tidak seperti ayahmu yang membelot dari ikatan keluarga mafia yang telah membesarkannya !" Stephan menggeram. Mukanya berubah merah seperti udang rebus. Wajahnya yang rupawan mendadak menunjukkan kebengisannya.

"Lepaskan Annisa ! Kalian boleh lakukan apa saja kepada diriku, tapi jangan libatkan dia ! Nisa tidak ada urusannya dengan pertikaian keluarga kita !" Dave berteriak dengan sisa-sisa suara dan tenaga yang dimilikinya.

"Ivan, lepaskan ikatan pada tangan Annisa dan bawa Nona Cantik itu keluar !" Stephan memerintahkan Ivan untuk melepaskan Annisa.

"Tidak ! Aku tidak mau meninggalkan Dave sendirian di sini bersama kalian ! Kalian pasti akan mencelakainya !" Annisa bangkit dari kursi kayu yang didudukinya setelah lepas dari ikatan tali yang selama ini membelenggu kedua tangannya dan menghambur ke arah Dave. Ia memeluk Dave erat-erat.

Stephan memberi kode melalui pandangan mata kepada kedua anak buahnya untuk menarik Annisa dari Dave. Ivan dan Marco menarik kedua lengan Annisa dari kedua sisi dan menariknya ke samping kiri Dave. Annisa meronta-ronta dan mencoba menendang-nendang dengan segala upaya namun tidak berhasil.

"Sungguh bodoh dirimu, Nona ! Kami telah menepati janji kami untuk melepaskanmu, namun kamu telah menyia-nyiakan kesempatan itu ! Baiklah kalau itu yang kamu mau. Sekarang kamu saksikan kematian Dave dengan mata kepalamu sendiri !" Stephan tiba-tiba mengeluarkan pistol berwarna perak bergagang emas dari balik saku jaket kulit hitam yang dikenakannya. Ia mengokang senjata berkaliber 22 itu dan mengarahkannya tepat di belakang kepala Dave yang sekarang menundukkan kepalanya sambil berlutut dengan kedua tangan yang masih terikat di belakang.

Dave memejamkan matanya dan berdoa. Tuhan, tolong jaga Annisa untukku.

Annisa semakin meronta-ronta mencoba melepaskan diri dari pegangan Ivan dan Marco. Air matanya mengalir deras di pipinya tapi tanpa suara. Stephan tersenyum lebar penuh kemenangan. Ia bersiap untuk mencabut nyawa Dave, sang pewaris tahta keluarga Moreno yang sangat dibencinya.

Stephan kemudian menarik pelatuk pistolnya untuk menghabisi hidup Dave, namun sesaat sebelum itu, Annisa menggigit dengan keras tangan Ivan yang sedang memegang bahu kanannya. Ivan tersentak kaget dan secara refleks melepaskan genggamannya pada bahu Annisa. Lalu Annisa mencondongkan badannya ke depan, dan dengan tangan kanannya yang telah terbebas ia mendorong badan Dave kuat-kuat sehingga jatuh ke sebelah kanan. Terdengar bunyi letusan kencang berasal dari senjata Stephan.

Pintu didobrak keras dari luar. Nico, Raka dan teman-temannya bergegas masuk untuk menyelamatkan Dave dan Annisa. Terjadi perkelahian seru di ruangan itu.

Dave memberanikan diri untuk membuka matanya. Ia tidak merasakan sakit sedikit pun. Apa yang telah terjadi ? Dave merasa keheranan.

Ia menyapu sekeliling ruangan dengan pandangan matanya. Dilihatnya Nico sedang berkelahi dengan Stephan di sebelah kiri posisinya di dekat dinding. Kemudian Dave mendapati Raka sedang menghadapi Ivan di ujung kanan ruangan, sedangkan Marco kewalahan menghadapi dua orang bantuan keluarga Swastika di dekat pintu.

Dave menangkap sosok Annisa yang tergeletak tak jauh di sebelah kiri Dave, diam tak bergerak. Dengan tangan yang masih terikat ke belakang Dave beringsut mendekati tubuh Annisa yang terbaring tertelungkup ke depan.

"Nisa ! Annisa !" Dave memanggilnya namun tidak ada respon. Dave membalikkan badan Annisa dengan menggunakan bahunya.

"Nisa, bangun Nisa !" Dave merasakan sesuatu yang lengket dan hangat di lantai, bau darah segar menyeruak di hidungnya.

Ia baru menyadari asal genangan darah itu. Matanya menatap dengan pilu kemeja putih yang dikenakan oleh Annisa saat itu dibanjiri oleh darah segar pada bagian dada sebelah kanannya.

"Tidaaaaakkkkkkkkk !" Dave berteriak histeris sekencang-kencangnya.

"Maafkan aku Nisa ! Jangan tinggalkan aku ! Aku mencintaimu!" Dave mengguncang-guncang tubuh Annisa yang tetap diam tak bergerak. Dave membungkukkan badannya merengkuh tubuh Annisa sedekat mungkin, seakan tak ingin melepaskan Annisa sedikit pun dari sisinya.

Dave merasakan tubuhnya ditarik dari belakang. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri, mendapati Nico dan Raka memeganginya dari kedua sisi.

"Lepaskan aku ! Lepaskan aku !" Dave berteriak seperti orang kesetanan.

Ia merasakan jarum suntik menusuk lengan kirinya dan memasukkan sesuatu cairan ke dalamnya. Mendadak Dave merasakan tubuhnya melemas dan matanya meredup, mengalami rasa kantuk yang luar biasa. Samar-samar dilihatnya Annisa dinaikkan ke atas tandu oleh paramedik dan diselimuti kain putih.

Oh Tuhan. Apakah Annisa telah... ? Kepala Dave kian terasa berat.

Dengan sisa-sisa kekuatan yang dimiliki oleh Dave, ia mencoba menggapai bayangan Annisa dengan tangan kanannya.

"Annisa !" Dave berteriak lirih.

Sosok Annisa kian menjauh. Gambaran dirinya makin pudar. Semuanya menjadi putih.

Next chapter