"Masih ngantuk." Aku menarik selimut rapat. Mataku masih memicing.
"Kamu nggak mau menemaniku sarapan? Satu minggu loh, kita nggak ketemu." Satria masih mencoba membangunkanku.
Terpaksa aku menurunkan selimut. Memandangnya malas. "Kamu habis telponan sama siapa tadi?"
"Oh, itu tadi anak temanku."
"Memanggilmu daddy?"
Satria terkekeh. "Iya, dia menganggapku seperti ayahnya sendiri."
"Memangnya dia nggak punya ayah?"
"Ada."
"Jadi?"
"Dia anak Natasya. Kamu pernah aku ceritakan soal Natasya kan?"
Aku mengangguk. Natasya senior Satria yang pernah meminta bantuan Satria untuk jadi suami pura-pura. Pantas saja aku nggak asing dengan wajah wanita itu.
Tapi aku nggak nyangka kalau mereka ternyata seakrab itu. Bahkan anaknya itu memanggil Satria dengan sebutan Daddy.
"Itu aja? Nggak ada yang mau kamu jelasin lagi?"
Satria terlihat mengerutkan kening. "Aku rasa cuma itu. Nggak ada yang lain."
สนับสนุนนักเขียนและนักแปลคนโปรดของคุณใน webnovel.com