Adi Prayoga langsung masuk ke dalam mobil bersama beberapa anak buahnya. Pria itu terlihat cukup cemas dan sedikit gelisah. "Bagaimana kondisi mereka?" tanyanya pada anak buahnya.
"Gudang penyimpanan senjata kita yang baru tiba-tiba diserang oleh kelompok tak dikenal. Kami sedang menyelidiki mereka, Bos," jelas seorang dari mereka.
Adi terdiam sebentar lalu menatap layar ponselnya. "Hubungi Martin! Kita harus membersihkan kekacauan ini. Kita langsung ke gudang yang lama." Adi pun memerintahkan sopir mobilnya untuk segera menuju gudang penyimpanan senjata yang lama. Gudang itu berada di sebuah rumah mewah di pinggiran kota. Dari luar, rumah itu seperti villa mewah yang cukup megah. Namun di dalamnya begitu banyak senjata api yang harganya tidak main-main. Adi mendapatkan barang-barang itu langsung dari temannya yang tinggal di Rusia. Mereka menjual bahkan membuat sendiri senjata api terbaru dan tercanggih di kelasnya.
Sedangkan Martin adalah orang kepercayaan Adi Prayoga. Dia cukup lama bekerja bersama pria itu. Martin sendiri pernah menjadi seorang tentara khusus, sebelum dirinya mengundurkan diri dan bergabung dengan Adi Prayoga. Alasan apa yang membuat pria itu beralih profesi hanya Martin dan juga Adi Prayoga yang tahu.
Sepanjang perjalanan Adi mencoba menghubungi anak buahnya. Dia ingin segera memindahkan gudang penyimpanan sebelum musuhnya berusaha untuk menghancurkan semuanya. Namun di tengah perjalanan tiba-tiba sebuah mobil dengan sengaja menabrakkan mobilnya ke mobil Adi. Pria itu begitu terkejut dan langsung mengambil sebuah senjata di balik pakaiannya. "Brengsek! Siapa yang mencoba mengganggu perjalananku?" gerutu pria itu disertai amarah yang semakin berkobar di dalam dirinya.
Namun tiba-tiba saja sebuah tembakan melesat mengenai bagian belakang mobil yang ditumpangi oleh Adi. Dengan gerakan cepat pria itu memberikan tembakan balasan pada mobil di belakangnya. Terjadilah aksi tembak menembak pada mobil Adi dan juga anak buahnya. Suara tembakan bergemuruh di jalanan pinggir kota yang cukup sepi. Adi semakin membalas dengan beberapa tembakan pada orang-orang yang menyerangnya. "Hentikan mobilnya! Kita habisi saja mereka!" Mobil itu pun menepi di pinggir jalanan yang sepi. Dengan sangat hati-hati, Adi mencoba melumpuhkan lawannya dengan satu tembakan mematikan. Suara ledakan cukup keras menghancurkan seisi mobil. Adi dapat bernafas lega sambil menatap mobil yang masih terbakar itu.
Tanpa disadari oleh Adi dan anak buahnya, seorang sniper sudah bersiap untuk menembakkan peluru pada bos mafia itu. Sebuah tembakan tanpa suara dengan kecepatan tinggi berhasil mengenai tubuh seorang Adi Prayoga. Pria itu langsung tersungkur ke jalanan. "Bos!" Seorang anak buah Adi berteriak keras. "Amankan jalanan! Kita harus segera membawanya ke klinik dokter Kevin." Mereka membawa Adi yang setengah sadar untuk masuk ke dalam mobil. "Temukan orang-orang yang sudah mencelakai bos kita! Kalau perlu bawa seluruh anak buah untuk menyisir lokasi ini. Hubungi Martin sekarang juga!" Pria itu meninggalkan beberapa orang untuk menemukan seorang sniper yang melukai Adi, sedangkan sisanya mengamankan perjalanan menuju klinik milik dokter pribadi keluarga Prayoga.
Dengan kecepatan yang cukup tinggi, mereka pun sampai di klinik milik Kevin. Adi langsung mendapatkan penanganan darurat dari Kevin. "Apa yang terjadi dengan Om Adi?" tanya dokter itu pada anak buah Adi yang ikut masuk ke dalam. Dokter itu langsung memasang selang infus dan juga oksigen untuk menstabilkan keadaan pria yang sudah tidak sadarkan diri itu.
"Ada kelompok tak dikenal tiba-tiba menyerang kami. Tanpa kami sadari seorang sniper pun berhasil menembak bos dengan jarak jauh," jelas salah satu dari mereka.
"Ini semua karena kebodohan kalian. Bagaimana kalian bisa lalai dalam melindungi seorang Adi Prayoga!" seru Kevin dengan wajah yang sangat cemas. Pria itu langsung melakukan prosedur pemeriksaan darurat untuk memastikan organ vital pria itu masih normal. Setelah melakukan foto rontgen, terlihat jika peluru itu bersarang di dalam dada Adi. Meskipun tidak mengenai jantung, posisi peluru itu begitu dekat dengan jantungnya. Hanya seorang dokter bedah yang sangat berpengalaman yang bisa melakukan hal itu. "Cari dokter bedah terhebat di negara ini!" teriak Kevin pada pria bertubuh tinggi besar itu.
Kevin langsung mengambil ponselnya dan menghubungi sahabatnya, Brian. "Datang ke klinik secepatnya!" teriak Kevin sambil menempelkan ponsel di telinganya.
"Apa yang terjadi?" sahut seorang pria di dalam ponsel itu.
"Tak perlu banyak bicara! Segera datang ke sini!" Dokter itu kembali berteriak keras pada sahabatnya itu.
Tak berapa lama sebuah mobil mewah warna hitam berhenti di depan klinik itu. Brian keluar dengan penampilan yang sedikit berantakan karena terburu-buru datang ke klinik Kevin. "Kenapa memanggilku untuk datang ke sini?" tanya Brian dengan tatapan dingin penuh pertanyaan.
Kevin langsung menyeret sahabatnya itu di kamar di mana Adi sedang tak sadarkan diri di sana. "Kita harus menemukan seorang dokter bedah terbaik untuk mengeluarkan peluru yang bersarang di dada Om Adi," ucapnya sambil mendongakkan Brian masuk ke dalam ruangan itu.
Brian sangat terkejut melihat kondisi ayahnya yang terbaring tak sadarkan diri dengan selang infus dan oksigen di tubuhnya. Pria itu langsung berdebar-debar dengan aura kesedihan yang begitu dalam. "Apa yang sebenarnya terjadi? Bukankah biasanya kamu bisa mengeluarkan belasan peluru di dalam tubuh anak buah Papa?" tanyanya dalam kecemasan yang begitu menyiksa. Brian melemparkan sebuah tatapan tajam pada sahabatnya itu. Dia masih belum mengerti alasan Kevin tak bisa mengeluarkan peluru dari tubuh ayahnya.
"Kondisinya ini sangatlah berbeda. Sepertinya sniper bayaran itu ingin membidik jantung Om Adi, namun usahanya gagal. Masalahnya, letak peluru itu terlalu dekat dengan jantung, jika tidak berhati-hati akan berakibat sangat fatal. Hanya dokter bedah yang sangat kompeten yang sanggup melakukannya," tegas Kevin sambil menunjukkan hasil foto rontgen Adi Prayoga.
Tiba-tiba saja beberapa anak buah Adi datang. "Bos. Seluruh dokter bedah yang terbaik di negara ini tidak berani mengambil resiko. Mereka mengatakan kondisi ini terlalu berbahaya," ujar seorang pria yang tiba-tiba datang dengan wajah ketakutan.
"Lalu apa yang bisa kita lakukan, Kevin?" tanya Brian dengan tatapan yang juga penuh rasa takut untuk kehilangan ayahnya.
"Kenapa kalian berdua sangat bodoh?" Tiba-tiba saja Martin datang dengan aura dingin yang begitu terasa dan sedikit menakutkan. "Bukankah kalian berdua juga sudah tahu ... siapa dokter terhebat di negara ini?" tambahnya dengan sebuah senyuman sinis penuh intimidasi.
"Tak perlu basa-basi, Martin," sahut Brian terlalu kesal dengan teka-teki yang dilontarkan oleh orang kepercayaan ayahnya itu. Dalam kondisi seperti itu, Brian semakin tak bisa menahan amarahnya.
Martin tersenyum licik pada anak semata wayang dari Adi Prayoga. Pria itu dapat melihat kekesalan yang terlihat jelas di wajah Brian. "Kalian berdua sepertinya sudah lupa ... wanita cantik yang sekarang berada di rumahmu adalah dokter bedah terhebat di negara ini. Imelda Mahendra ... seorang dokter bedah yang akan direkrut secara khusus oleh BIN. Sayangnya wanita itu menolak keras tawaran itu ... " terang Martin dengan sebuah senyuman seringaian.