webnovel

Bagaimana Bisa Aku Menolaknya?

Happy Reading

Begitu mendapatkan panggilan dari rumah besar Prayoga, pria yang menjadi sahabat sekaligus dokter pribadi keluarga Prayoga itu langsung masuk ke dalam mobilnya dengan secepat mungkin. Memasuki gerbang tinggi di rumah mewah itu, Kevin sedikit terkejut karena ada beberapa orang yang berperawakan tinggi besar dengan wajah yang asing berada di depan rumah sahabatnya itu. "Di mana Brian? Apa pria bodoh itu terluka lagi?" tanya Kevin pada seorang bodyguard kepercayaan sahabatnya.

"Mari kita langsung masuk saja, Dokter Kevin." Sang bodyguard mengantarkan seorang pria yang menjadi dokter pribadi di rumah besar itu. "Mereka ada di kamar Bos Brian," ucapnya.

"Mereka?" tanya Kevin di dalam hatinya. Pria itu langsung berjalan menuju kamar yang dulu sering dikunjunginya. Sebuah pemandangan yang cukup mengejutkan sekaligus menakutkan bagi Kevin. Di mana seorang Adi Prayoga dan Davin Mahendra bisa berdiri bersama dalam satu atap. "Hal buruk pasti sedang terjadi," batin lelaki itu sambil berjalan melewati dua pria dengan wajah yang terlihat sangat tegang itu. Kevin menundukkan kepalanya untuk memberikan salam kepada dua pria yang menatap kedatangannya di depan pintu.

"Masuklah, Kevin. Brian sedang menunggumu di dalam," ucap Adi dengan suara dingin dan hanya mendapatkan balasan sebuah anggukan dari seorang dokter yang baru saja datang.

Kevin langsung masuk ke dalam kamar Brian dan melihat seorang wanita yang terbaring di atas ranjang kamar sahabatnya itu dengan wajah sangat pucat. Pria itu berjalan mendekati ranjang dan memandang wanita itu penuh rasa penasaran. "Siapa wanita ini?" tanyanya pada pria yang duduk di sebelah ranjang.

"Bodoh! Bagaimana kamu tak bisa mengenalinya? Dia adalah Dokter Imelda Mahendra. Bukankah kamu sangat mengaguminya?" jawab Brian dengan wajah kesal. Pria itu terus memandangi wanita cantik yang terbaring di atas ranjangnya.

Dengan sedikit ragu, Kevin memeriksa Imelda begitu hati-hati. Dia tak ingin membuat satu kesalahan apapun. Setelah melakukan beberapa pemeriksaan, pria itu menunjukkan ekspresi wajah yang terlihat cemas dan juga takut. "Imelda pingsan karena kurang asupan nutrisi. Namun ada satu hal penting yang ingin ku tanyakan padamu. Apakah kamu tahu jika dia sedang mengandung?" tanyanya dengan wajah cemas sekaligus tak percaya jika seorang Imelda Mahendra bisa hamil tanpa memiliki suami. Bagi Kevin ... Imelda adalah sosok dokter yang mengagumkan, wanita itu jauh dari skandal apapun. Bahkan kehidupannya benar-benar bersih tak tersentuh hukum.

"Aku ayah dari anak yang berada di perut Imelda. Aku yang telah menghamilinya disaat dia sedang mabuk," jawab Brian.

"Brengsek!" teriak Kevin disertai sebuah pukulan keras ke wajah sahabatnya itu. "Kamu telah merusak wanita hebat yang menjadi idolaku. Apa kamu kekurangan wanita, hingga harus menyakiti Imelda?" Kevin terlihat cukup marah dan tak bisa menahan dirinya. Baru kali ini dia berani memukul sosok sahabat yang begitu dekat dengannya. Biasanya pria itu tak pernah peduli wanita mana yang telah ditiduri oleh Brian. Namun begitu mendengar sahabatnya itu meniduri dokter idolanya, Kevin begitu marah dan kehilangan kontrol atas emosi di dalam dirinya.

Brian menyentuh bekas pukulan Kevin di wajahnya. Dia sama sekali tak marah dengan perlakuan sahabatnya itu. Pria itu merasa jika dirinya pantas untuk mendapatkan pukulan itu. Sebuah rasa penyesalan yang cukup besar kembali menyerang dirinya. Dengan keraguan yang bersarang di dada, Brian menyentuh jemari wanita yang terbaring di hadapannya. Entah dia sadar atau tidak, pria itu menciumi tangan Imelda dengan tatapan berkaca-kaca. "Apa yang harus ku lakukan sekarang? Apakah Imelda akan baik-baik saja?" tanyanya dengan suara bergetar dan wajah yang sangat sedih.

"Hentikan tingkah konyolmu! Imelda akan baik-baik saja. Aku akan memberikan infus untuk memberikan beberapa vitamin agar kondisinya lebih baik." Kevin pun keluar dari kamar itu dan mengambil beberapa peralatan medis yang diperlukannya. Untung saja di rumah itu tersedia beberapa peralatan medis darurat yang sering dipakai jika ada keadaan yang mendesak. Setelah memasang selang infus pada wanita itu, Kevin memberikan sebuah kartu nama pada sahabatnya itu. "Setelah Imelda sadar, berikanlah dia bubur lalu kamu bisa membawanya ke dokter kandungan yang ada di kartu itu. Dia adalah dokter terbaik dan sangat bisa dipercaya." Kevin langsung meninggalkan sahabatnya itu dan keluar dari kamarnya.

"Bagaimana keadaannya, Dokter?" tanya Davin dengan wajah cemas dan gelisah. Pria itu mengikuti Kevin yang berjalan menuju ruang tengah.

Kevin pun langsung menghentikan langkahnya dan mengembangkan sebuah senyuman hanya pada ayah dari Imelda itu. "Dokter Imelda baik-baik saja. Pak Davin tidak perlu khawatir, dia hanya kekurangan nutrisi sehingga pingsan," jelasnya dengan tatapan hangat yang cukup menenangkan. "Biarkan dia istirahat di rumah ini sampai keadaan kembali pulih. Saya yang akan mengawasi kondisinya," ujar Kevin dengan cukup ramah dan juga sopan.

"Terima kasih, Dokter," balas Davin dengan tulus.

Kevin pun membalas ucapan terima kasih dari Davin dengan sebuah senyuman tulus yang terlukis dari wajahnya. "Kalau begitu saya akan kembali ke klinik, sebelum makan siang saya sudah berada di sini lagi." Kevin keluar meninggalkan dua pria yang masih berdiri saling menatap. Paling tidak rasa canggung yang sempat menjadi tembok penghalang sudah sedikit berkurang. Tatapan Davin pada Adi juga sudah lebih hangat dari sebelumnya.

"Demi kebaikan Imelda, aku akan menyetujui pernikahan ini. Aku tak mau cucu pertamaku menjadi seorang anak haram. Dan pernikahan ini, akan digelar secara tertutup dari siapapun. Yang terpenting mereka sah di depan hukum dan negara. Apa kamu keberatan, Prayoga?" tanya Davin pada pria yang masih berdiri sambil memandangi dirinya.

Adi sedikit mengulas senyuman lalu mendekati pria yang pernah menjadi sahabatnya itu. Wanita walaupun hubungan persahabatan mereka sudah hancur tak bersisa. "Memangnya aku bisa menolak keinginanmu? Seluruh rumah ini sudah terpasang peledak, setiap saat kamu bisa meledakkannya. Lalu ... bagaimana aku akan menolaknya?" Adi Prayoga tersenyum sinis memandangi mantan sahabatnya itu. Hubungan mereka benar-benar sudah hancur. Bahkan Davin mati-matian ingin menangkap Adi dalam segala kejahatan yang telah dilakukannya. Namun seorang Adi Prayoga terlalu hebat dalam segala transaksi yang dilakukannya. Davin selalu kesulitan untuk membuktikan semua kejahatan ayah dari Brian itu.

"Pernikahan mereka akan dilakukan seminggu lagi. Kamu persiapkan segala sesuatunya," cetus Davin tanpa ekspresi. Pria itu mengambil ponsel di dalam kantong celananya, lalu menghubungi anak buahnya yang sedang berada di luar rumah. "Lepaskan semua bom yang sudah terpasang, kita akan segera meninggalkan rumah ini," ucapnya sambil menempelkan ponsel di dekat telinganya. "Dengan sangat terpaksa, aku tinggalkan Imelda di rumahmu. Jangan sampai anak itu terluka sedikit pun, atau aku akan memecahkan kepalamu," ancam Davin pada pria di depannya.

Adi Prayoga justru tertawa terbahak-bahak sambil menatap seorang Davin Mahendra. "Bagaimana mungkin aku akan menyakiti anak dari wanita yang sangat aku cintai?" tanyanya di dalam hati.

Next chapter