(Malam saat Aster pergi keluar dan saat Lily mendapatkan semangat dari Angkasa atau beberapa jam sebelum Lily berbincang dengan mamanya).
Yuli melangkah keluar dan menutup pintu rumahnya saat melihat siapa yang datang. Entah ada apa Aster kerumahnya malam-malam begini.
"Ngapain kesini?"
"Kok pintunya ditutup? Aku gak boleh masuk?" Tanya Aster balik, tidak memedulikan pertanyaan Yuli.
"Gak ada orang dirumah. Lo kan cowok."
Aster mengulum senyumnya. "Kamu anggap aku cowok kan? Bukan sebagai adek?"
Yuli mendengus kasar. Pasti Lily memberi tahu Aster tentang apa yang mereka bicarakan disekolah tadi.
"Adek cowok temen gue." Ucap Yuli dengan penekanan setiap katanya. Aster mengerucutkan bibirnya.
"Kok gitu sih Yul?"
"Gak tau ah sana, pulang!" Aster menangkap tangan Yuli dengan cepat saat Yuli hendak masuk kembali kedalam rumahnya.
"Gak mau. Ayo kita bicara dulu."
"Bicara apa?"
"Kita jalan dulu, baru aku bicara."
"Pake kayak gini?" Ucap Yuli menunjukkan piyama panjangnya.
Aster langsung melepas jaketnya dan memakaikannya pada Yuli. Tak lupa tangannya meraih tangan Yuli untuk digenggam.
Cih, anak kecil ini berhasil membuat jantung Yuli kembali berdebar.
Yuli menutup pintu rumahnya rapat, sebelum akhirnya mengikuti Aster yang membawanya berjalan menyusuri jalanan komplek rumahnya.
Hati Yuli yang sempat berbunga, tiba-tiba muram saat Aster tidak segera mengatakan apa yang ingin dibicarakannya. Malah membawa Yuli berputar-putar tidak jelas.
"Mau ngomong apasih?" Yuli tidak bisa menunggu lagi. Aster berhenti dan menatap mata Yuli lekat-lekat.
"Lo marah Yul?"
"Marah kenapa?"
"Soal yang diceritain Lily."
"Panggil yang bener. Lily tuh kakak kamu." Peringat Yuli.
"Kakak gue maksudnya."
"Cerita yang apa nih? Lily cerita banyak soalnya. Gue jadi gak tahu yang mana yang lo bicarain."
"Soal gue ciuman sama orang lain." Yuli membelalakkan matanya? Hanya soal itu Aster sampai mengajaknya berkeliling tidak jelas seperti ini.
"Kenapa gue marah soal itu?"
"Harusnya marah." Gumam Aster pelan.
"Iya, gue marah. Lo tuh anak kecil."
"Tahun ini gue bakal lulus dan masuk SMA kalau lo lupa Yul."
"Iya sih, tapi tetep aja lo itu anak kecil." Yuli kembali melangkahkan kakinya.
"Lo cuma lihat gue sebagai anak kecil?" Yuli tersenyum miring.
"Enaknya gimana?"
"Jangan. Aku gak mau."
"Tapi emang kenyataannya lo masih kecil. Anak kecil kok gak mau dipanggil anak kecil gimana ceritanya coba." Yuli terkikik geli.
Tanpa aba-aba Aster menarik Yuli kesudut gang kecil diantara rumah-rumah mewah itu.
"Lo apa-apaan sih Ter?!" Pekik Yuli saat Aster menariknya dengan paksa.
"Gue mau ubah pandangan lo soal gue anak kecil."
Yuli menahan tubuh Aster yang mendekat kearahnya. Mau berbuat apa anak ini padanya.
"Lo mau apa sih? Ini nih, Lily khawatir sama pergaulan lo yang kayak gini."
"Kamu pengen ngerasain gimana rasanya ciuman sampai bibir bengkak?" Yuli melotot.
"Jangan macem-macem. Atau gue teriak nih." Belum sempat Yuli melayangkan protes-protes lain. Teriakkan Yuli yang hampir meluncur saat Aster membungkam bibir Yuli dengan bibirnya.
Hanya sebuah kecupan ringan seperti malam hujan waktu itu. Tapi berhasil membuat kaki Yuli lemas, hampir kehilangan tenaga untuk berdiri.
"Aster, lo.." Yuli segera menepuk pipi Aster sedikit lebih keras, hampir seperti tamparan yang halus. Aster melotot tak terima.
"Lo itu ya, lo kira gue bakal diem aja?!" Yuli menarik telinga Aster kembali ke jalanan yang diterangi oleh lampu.
"Yul, sakit. Tega banget sama gue sih lo!"
"Denger ya?! Lo boleh deketin gue dengan syarat lo harus jadi anak yang baik. Gue gak suka lo yang kayak gini. Jangan bikin khawatir mama sama kakak lo."
Aster menunduk dalam. Tapi secercah harapan baru muncul didalam dirinya. "Berarti lo mau jadi pacar gue kalau gue jadi anak baik?"
"Bisa jadi."
"Mulai sekarang. Lo punya gue Yul dan lo gak boleh nganggep gue anak kecil lagi." Yuli melotot.
"Enak aja! Jadi anak baik dulu." Aster merangkul bahu Yuli dan membawanya kembali berjalan menyusuri jalanan.
"Kan aku berencana jadi anak baik mulai sekarang. Jadi mulai sekarang kamu pacar aku." Yuli melongo tak percaya.
"Terserah."
"Lo jangan cemburu lagi soal gue ciuman sama cewek lain. Gue cuma bakal lakuin ini ke lo mulai sekarang." Tambah Aster.
"Jawaban lo mana Yul?"
"Iya."
Aster tersenyum penuh kemenangan. Kemudian meraih tangan Yuli, mengantarkan Yuli kembali kerumahnya. Yuli menatap kepergian Aster dengan debaran jantung yang tak berhenti berdebar dengan kencang. Berharap semoga tindakan yang diambilnya tidak salah.
Agh, Aster lupa membawa jaketnya.
*
Lily berlari memeluk Angkasa saat Lily tahu Angkasa ada dirumah sebelah. Rumah Nyonya Ida.
Lily mendongak menatap Angkasa tanpa melepaskan pelukannya.
"Gimana belajar sama kerjanya lancar?" Angkasa tersenyum, tak lupa mencubit kedua pipi Lily dengan gemas.
"Lancar dong. Kayaknya nanti aku dapet juara satu lagi nih." Lily menatap Angkasa sebal, tak heran memang dengan otak Angkasa yang cemerlang pasti mudah untuk memenangkan olimpiade lagi.
"Sa, kasih aku semangat dong." Angkasa mengernyit heran.
"Buat apa?"
"Aku mau ngomong ke mama kalau aku pergi ke dokter kenalan selingkuhan papa."
"Gimana cara kasih semangatnya, kan udah aku peluk ini." Lily terkikik geli.
"Tolong ada manusia disini, walaupun yang punya lagi pada gak disini." Ujar Sean menginterupsi mereka.
"Salah sendiri disitu." Ujar Angkasa sembari menjulurkan lidah kepada Sean.
"Kalian yang ada di ruang tamu gue woi, hargain gue juga yang habis ditolak Lily."
"Salah sendiri, telat nangkep." Sean meletakkan toples berisi camilan kedalam meja dengan sedikit keras.
"Gue lagi yang ngalah. Perasaan ini rumah mama papa gue." Gumam Sean sembari melangkah pergi menuju kamarnya sendiri.
Angkasa dan Lily tertawa geli melihat Sean yang ngomel-ngomel tak jelas.
"Jangan jawab pertanyaan Kak Sean lagi. Biar aku yang jawab." Putus Angkasa.
"Siap bos. Takut banget ya aku direbut? Padahal bukan siapa-siapanya." Ujar Lily sembari tersenyum kecut diakhir kalimatnya.
"Padahal kak Sean juga ganteng. Kalau aku oleng gimana?"
"Aku cium lagi nih bibir biar gak ngomong macem-macem." Lily langsung menjauh dari Angkasa dengan cepat sembari menutup bibirnya dengan kedua tangannya. Lily tidak lupa bagaimana Aster menebaknya dengan mudah, saat Angkasa menciumnya di mobil seusai menonton film di bioskop.
Lily beralih duduk ditempat yang Sean duduki tadi, tak lupa meraih toples berisi makanan ringan itu.
Angkasa menidurkan dirinya disofa dan membuat paha Lily sebagai bantal. Angkasa sangat lelah hari ini dan tiduran dipangkuan Lily seperti ini adalah solusi penghilang rasa lelah yang tepat.
"Ly, bantu aku bersihin make up dong."
"Kapasnya dimana? Sama pembersih mukanya?"
"Itu, di pouch atas meja." Ujar Angkasa masih dengan mata yang terpejam rapat.
Lily meraih pouch itu, mengeluarkan kapas dan micelar water. Tak lupa Lily membersihkan tangannya dengan tisu basah sebelum menyentuh wajah Angkasa. Pasalnya Lily baru saja memakan keripik pedas milik Sean dengan tangannya.
Lily mulai menyapukan kapas keseluruh wajah Angkasa. Sekali lagi Lily terpesona oleh ketampanan Angkasa yang dilihatnya dari jarak yang sangat dekat ini.
Lily ingin sekali mengecup tiap inci wajah tampan Angkasa. Sadarkan dirimu Ly!
Lily membelalakkan matanya saat melihat kapas yang dipegangnya hanya menemukan sedikit noda.
"Sa, bilang deh. Kamu udah cuci wajahkan?" Angkasa terkekeh.
"Mana ada make up, orang udah bersih gini."
Lily melempar kapas itu keatas meja, dekat dengan sampah kulit kuaci yang mungkin Sean kumpulkan tadi.
"Ly, cium aku." Lily melotot.
"Apa?! Gak mau. Ada kak Sean."
"Biarin aja."
Lily melirik keseluruh ruangan dan tidak mendapati ada orang lain selain mereka berdua, merasa aman Lily mendaratkan kecupannya di pipi Angkasa dengan cepat.
Angkasa membuka matanya. "Udah itu aja?"
Lily mendengus sebal, tapi tetap menundukkan kepalanya untuk memberikan Angkasa kecupan lain di seluruh wajahnya. Angkasa terkekeh kegelian dengan tingkah Lily. Terakhir, Lily mendaratkan bibirnya tepat pada bibir Angkasa sedikit lebih lama.
"Ck ck ck. Rumah gue jadi tempat perbuatan kotor rupanya." Sontak Lily mendongakkan kepalanya melihat Sean ada diambang pintu penghubung ruang tengah ke ruang tamu. Tak terkecuali Angkasa juga menoleh kearah Sean yang kini berjalan santai mengambil toples keripiknya.
"Oh, bentar lagi mama mau pulang. Aku pulang dulu Kak." Ujar Lily buru-buru bangkit melupakan Angkasa yang ada dipangkuannya, hingga kepala Angkasa bertemu sofa empuk dengan sedikit kencang.
Baik Sean maupun Angkasa terkekeh geli melihat langkah kecil Lily berlari keluar rumah dengan cepat.
Angkasa menatap tajam Sean. Dengan tatapan matanya, Angkasa melarang Sean untuk melihat Lily lebih lama.
"Posesif amat."