Setelah beberapa kesalah pahaman usai. Kini Lily masih betah mendiamkan Angkasa. Jika tadi kakinya melangkah lebih cepat lagi, mungkin sekarang dirinya tidak akan terjebak di sini. Di mobil Angkasa.
"Kamu kayaknya sibuk ya? Aku berhentiin depan sana aja gak papa kok?"
"Iya sibuk..." Lily merekahkan senyumannya. "Tapi gak masalah buat anter kamu pulang sebentar." Mengesalkan. Lily seperti telah kehilangan mukanya. Setelah semalam dengan terpaksa menginap di apartemen Angkasa, sekarang Angkasa mengantarnya pulang.
"Nanti malam aku jemput, kita bicara."
"Gak mau, aku mau tidur. Capek tau semaleman tidur di sofa." Seutas senyuman muncul menghiasi ketampanan Angkasa.
Lily membulatkan matanya tak percaya, tadi pagi susah-susah menahan tawa dan berhasil menipu Angkasa, kenapa sekarang malah membocorkannya? Bodoh memang.
Jika rambutnya masih panjang, Lily akan menyembunyikan semburat merah dipipinya dengan rambutnya. Sekarang Angkasa terlihat sangat menikmati reaksi Lily.
"Gak usah senyum. Inget, kita belum baikan." Peringat Lily dan Angkasa hanya mengangkat bahunya acuh. Tangannya terulur untuk mencubit pipi Lily yang semakin memerah.
Lily segera turun dari mobil Angkasa ketika mobil Angkasa berhenti tepat didepan rumahnya. Lily melirik Angkasa yang ikut turun dari mobilnya.
"Ngapain ikut turun? Sibuk kan? Sana balik kerja." Usir Lily. Angkasa tetap mengikuti Lily hingga masuk ke halaman rumahnya tanpa memedulikan omelan Lily.
"Lily." Dengan terkejutnya, Lily melihat mamanya membuka pintu rumah.
"Mama!" Lily berlari menuju pelukan mamanya.
"Kamu dari mana aja Ly? Maafin mama semalam ya Ly, Mama lagi banyak fikiran."
"It's ok ma. Lily tahu kok."
"Sekarang kamu masuk ganti pakaian." Tak mengikuti perintah mamanya, Lily melirik Angkasa yang berdiri disampingnya, hendak menyapa mamanya.
Lily terkejut saat mamanya menyingkirkan tangan Angkasa yang hendak menyalaminya. Bahkan dengan jelas memberikan tatapan mata tajam kepada Angkasa.
"Kamu yang bawa anak saya pergi sampe pulang siang gini ya?" Angkasa terkejut, namun hanya bisa maklum pada ibu yang mengkhawatirkan anaknya.
"Mama kok gitu ngomongnya? Yang semalem nolongin aku pas hujan Angkasa loh ma."
"Udah Ly. Jangan marah ke mama kamu." Angkasa menggenggam pergelangan tangan Lily.
"Tapi harusnya diantar tadi pagi, bukannya udah siang gini."
"Ma!" Ujar Lily tak terima, merasa tak enak pada Angkasa yang sudah berbaik hati padanya. Angkasa beralih menggenggam tangan Lily, untuk menahan emosi pada mamanya.
"Iya tan. Maafin Angkasa, Angkasa salah. Saya pamit pulang dulu." Angkasa segera berpamitan, sebelum keributan lain datang karena dirinya.
Lily memperhatikan kepergian mobil Angkasa hingga menjauh.
"Mama kok gitu sih, Lily yang bangunnya kesiangan. Lily yang gak mau pulang karena takut ketemu mama. Mama juga yang suruh Lily pergi semalem kalau mama lupa." Mama Lily menarik anaknya kedalam pelukannya.
"Ya Ly, maafin mama ya. Mama yang salah." Lily menghela nafas lega.
Sebenarnya apa yang membuat mamanya terlihat tidak menyukai Angkasa?
*
Lily berjalan santai di antara meja-meja yang tertata rapi. Mencari keberadaan teman-temannya. Baru juga bolos sehari, tapi Lily sudah jadi buronan untuk teman-temannya.
"Eh ini dia."
"Sini Ly, duduk."
Lily mendaratkan pantatnya dengan elegan, membuka kaca mata hitamnya, bak bintang iklan di tv. Lily mengenakan celana jeans dan kaos hitam yang dibalut dengan jaket kulit.
"Buset, gaya lo Ly."
"Gimana bagus gak?" Lily menaik-turunkan alisnya. Rena dan Yuli membentuk jari mereka, membingkai Lily. Memperhatikan penampilan Lily dari atas sampai bawah.
"Bagus Ly."
"Gue gak nyangka, lo bisa dandan juga ternyata."
Lily mengibaskan rambut pendeknya, bangga. Jika tahu banyak yang menyukai penampilannya yang seperti ini, pasti Lily akan melakukannya sedari dulu.
"Gak cocok. Dengan tempramen buruk lo, pasti bakal tambah banyak yang takut sama lo."
"Aw." Lily menendang tulang kering Doni dengan sepatu heelsnya.
"Kok si kampret ini ada disini sih?" Rena dan Yuli hanya saling menatap, sesekali melirik kearah belakangnya.
"Eh Ly, yang kemaren itu beneran Angkasa?" Tanya Rena, Doni yang kesakitanpun beralih menatap Lily penuh tanda tanya.
"Ya bener dong."
"Pantes aja lo nempel ke dia karena dia ganteng kan?"
Lily tersenyum. "Itu salah satu alasannya."
"Jadi lo tau dong alasan kenapa Angkasa nyembunyiin wajah aslinya." Lily termenung, benar saja, selama ini Lily belum tahu alasan dibalik Angkasa yang menyembunyikan penampilan aslinya.
"Gue gak tahu."
"Yul, lo juga gak tahu?" Yuli menggeleng. "Tapi selama ini lo deket sama sepupunya Angkasa. Yang ganteng itu loh." Sorot mata sedih muncul dari Yuli.
Lily buru-buru menelan semua minuman yang ada di mulutnya.
"Eh, kalian gak tahu ya? Kalau Yuli ini sebenernya gak deket sama Kak Sean. Yuli yang ngejar-ngejar Kak Sean, Kak Sean mah ogah sama Yuli." Lily terkekeh diikuti sebuah tonyoran pada kepalanya dari Yuli.
"Kakak sama adek sama aja."
"Terus Ly, selama ini lo beneran tulus suka sama Angkasa gak?"
"Bentar deh, kayaknya bukan ini yang mau kita bahas."
"Jawab aja." Lily menatap teman-temannya satu persatu.
"Ehmmm, gimana ya? Dari awal, dia udah ngelindungin aku. Entah kenapa setiap hal kecil yang dia lakuin ke aku itu bikin aku seneng dan nyaman. Dia bahkan nolongin trauma aku yang sempet kambuh gara-gara Doni." Rena dan Yuli menatap tajam Doni.
"Kalau bukan karena dia mungkin di sore cerah ini aku bakal ada di ruangan tertutup milik psikiater."
Lily melirik ketiga temannya yang senyam-senyum menjijikan. Bukannya mereka yang minta Lily untuk berkata jujur? Salah. Seharusnya Lily tidak perlu menjelaskannya pada mereka.
Lily mengikuti arah mata teman-temannya yang menatap keatasnya.
"Angkasa!" Lily spontan berdiri.
"Ehem." Lily melirik ketiga orang yang terduduk pura-pura tak melihatnya.
"Aku udah disuruh pulang. Aku duluan ya." Baru sempat meraih tas slempangnya, Lily ditarik Angkasa menjauh dari sana.
*
Lily menyekal tangannya yang di paksa Angkasa untuk mengikutinya. Menatap Angkasa dengan gugup.
"Ngapain tadi? Mau kabur?" Sialan. Mulut menyebalkannya ini malah terdiam tidak bisa menjawab pertanyaan Angkasa.
"Sekarang kita selesaikan semua permasalahan kita."
"Masalah apa? Aku gak ada masalah, dari awal kamu yang penuh masalah tau gak?!" Lily menatap tajam Angkasa, jika lebih diperhatikan lagi, Angkasa mulai tidak menyembunyikan dirinya yang asli akhir-akhir ini. Jika Lily sedang tidak mempertahankan egonya mungkin Lily sudah membawa pergi Angkasa dengan karung.
"Sekarang jelasin sama aku? Pertama kenapa kamu menghindar dari aku? Kedua kenapa gak bilang kalau kamu udah pindah dari rumah Kak Sean? Ketiga kenapa banyak kebohongan yang aku lihat dalam diri kamu? Dan apa maksud dari perkataan kamu kalau aku bakal celaka? Penampilan, perkataan, perbuatan, hampir semua. Kalau aku gak dapet jawaban yang sempurna, aku bakalan kecewa banget sama kamu Sa."
Lily tidak peduli pertanyaan manakah yang akan Angkasa jawab lebih dulu.