Ini sudah waktunya makan malam. Arini telah mempersiapkan makan malam untuk majikannya. Dia sadar kalau Nyonya Diana sedang terbaring di kamar atas jadi dia ingin membawakan makan malam untuk majikannya. Kebetulan memang tadi sore Panji pergi kemungkinan ada janjian dengan Alena pacar barunya itu dan sampai sekarang belum pulang..
Arini naik keatas sambil membawakan nasi dan segelas susu ke kamar Nyonya Diana. Kakinya memang masih sakit tapi niat dan semangatnya untuk mengabdi dan bekerja kepada majikannya tidak pernah luntur sedikitpun. Inilah kesempatannya untuk membalas jasa dan kebaikan yang telah diberikan Nyonya Diana kepadanya.
"Permisi Nyonya, saya Arini mau membawakan makan malam untuk Nyonya."Arini mengetuk pintu kamar Nyonya Diana.
"Ya silahkan masuk."jawab Nyonya Diana dari dalam kamar dan Arini mendengarnya. Arini langsung membuka pintu dan masuk ke dalam kamar Nyonya Diana.
"Maaf nyonya, ini waktunya makan malam. Dan ini makan malam nyonya."Arini meletakkan nampannya diatas meja dekat kasur Nyonya Diana. Kebetulan Nyonya Diana saat itu sudah lapar jadi hatinya merasa senang sekali ketika Arini membawakannya makanan.
"Tolong saya suapi ya."permintaan Nyonya Diana membuat Arini terkejut. Baru kali ini dia dimintai untuk menyuapi majikannya sendiri. Dia sempat merasa canggung saat menyuapi Nyonya Diana.
Akhirnya Arini mau menyuapi Nyonya Diana. Dia sebenarnya takut sekaligus canggung namun berhubung majikannya sendiri yang memintanya jadi dia mau. Satu per satu suapan tangan Arini masuk kedalam mulut Nyonya Diana. Nyonya Diana terlihat menikmati sekali ketika disuapi Arini.
Arini masih tidak percaya kalau Nyonya Diana mau disupi dirinya yang statusnya adalah pembantu di rumahnya. Bahkan Nyonya Diana juga terlihat mengajaknya berbincang-bincang saat makan. Arini menjadi sedikit rileks dan tidak tegang saat menyuapi. Kini mereka berdua terlihat asyik sekali saat mengobrol sampai-sampai Arini tidak sadar lagi kalau dirinya hanyalah seorang pembantu.
"Wah…nyonya udah menghabiskan makanannya."Arini bertepuk tangan saat melihat makanannya telah dihabiskan Nyonya Diana. Kini giliran meminum segelas air putih kemudian meminum obat.
"Makasih ya."Nyonya Diana terhibur dengan kelucuan Arini barusan.
"Sekarang giliran minum obat ya Nyonya."Nyonya Diana meminum obat dibantu Arini. Setelah meminum obat, mereka berdua melanjutkan mengobrol lagi.
Tanpa mereka berdua sadari, di pintu sudah berdiri Panji yang terlihat mengintip keasyikan mereka berdua saat mengobrol. Panji melihatnya senang sekali ketika mamahnya bisa tertawa lepas dan bercanda seperti itu. Dia sadar kalau dirinya bekerja pasti mamahnya tidak memiliki teman untuk diajak bicara. Tapi sekarang dengan hadirnya Arini di rumahnya mampu membuat mamahnya sedikit terhibur. Walaupun harus tertawa dengan seorang pembantu seperti Arini. Panji sadar kalau Arini masih seperti kekanak-kanakan walaupun usinya sudah 18 tahun.
Ini saja Panji tidak meminta Arini untuk mengingatkan mamahnya meminum obat tapi dengan segala kebaikan dan kerendahan hati Arini mau membantu mamahnya meminum obat. Panji terlihat nyengir bahagia. Panji tidak sadar sudah lama berdiri di pintu sambil mengamati mereka berdua.
Mungkin karena efek obat, jadi Nyonya Diana kini ketiduran. Arini langsung menyelimuti tubuh Nyonya Diana dan keluar dari kamar majikannya. Saat Arini hendak keluar, Panji langsung pergi meninggalkan pintu.
"Arin."saat tiba di meja makan, Arini merasa namanya dipanggil jadi dia langsung menoleh kebelakang.
"Tuan."Arini terkejut ketika yang memanggil namanya adalah Panji. Jarak Panji dan dirinya sangat dekat sekali mungkin hanya 1 meter saja.
"Tuan…tuan mau makan ya. Kebetulan makan malamnya sudah siap tuan."Arini menduga kalau Panji saat itu hendak makan malam. Tapi saat diajak bicara, sorot mata Panji terihat sedih sambil menatapnya.
"Tuan baik-baik saja."Arini berusaha memastikan keadaan Panji tapi malah tidak direspon. Arini malah dibuat bingung.
Pertanyaan yang Arini utarakan tidak dijawab. Arini merasa bingung kepada Panji. Kedua matanya terus menatap kearah wajah Panji. Sorot mata Panji yang terlihat sedang menunjukkan kesedihan mampu menghipnotis Arini untuk ikut terbawa suasana hati Panji. Seketika Arini langsung ikut merasa sedih. Tubuhnya kini hanya bisa diam saja sambil menatap kearah Panji. mereka berdua saling tatap menatap. Ditengah diamnya itu, tiba-tiba Panji bergerak seperti kilatan petir yang langsung memeluk tubuhnya. Arini tidak menyangka kilatan langkah Panji kini membuat tubuhnya serasa menghadang langkah Panji menuju kearahnya.
Tiba-tiba Panji memeluk tubuh Arini dan kedua tangannya mengunci punggung Arini. Kedua mata Arini seketika langsung membelalak karena kaget dengan apa yang dilakukan Panji kepadanya. Tangannya reflek ingin mendorong tubuh Panji menjauh dari tubuhnya. Sudah cukup kejadian kemarin Panji mencicipi tubuhnya. Sekarang dia tidak mau kejadian kemarin terulang kembali.
"Tuan."tangan Arini mendorong tubuh Panji kebelakang berniat menjauhkannya.
"Aku minta maaf."tiba-tiba Arini mendengar kata maaf yang terlontar dari mulut Panji. Mendengar kata maaf tadi seolah-olah mampu membuat tangannya berhenti mendorong tubuh Panji. Arini tahu kalau Panji meminta maaf atas kejadian malam itu yang sudah lama terjadi mungkin sekarang sudah ada 3 mingunan. Dan baru kali ini Panji terlihat menyesali dan meminta maaf dari dalam hatinya yang paling dalam.
"Aku minta maaf telah menyakitimu kemarin. Aku ngga nyangka kamu itu baik sekali sama mamahku."Panji mengeratkan pelukannya. Arini semakin tenggelam kedalam pelukan Panji. Tiba-tiba Arini merasa tubuhnya semakin terkunci dan tidak bisa berbuat apa-apa selain menerima pelukan dari Panji.
"A…aku nggak nyangka kamu sebaik itu. dan jujur aku menyesal banget telah melakukannya padamu. Sekali lagi maafin aku."suasana di meja makan menjadi hening dan sepi. Disana hanya ada mereka berdua saja itupun dengan berpelukan. Entah kenapa permintaan maaf dari Panji tadi mengisyaratkan kalau Panji benar-benar menyesalinya dan meminta maaf atas kejadian kemarin dengan tulus. Arini hanya bisa diam saja sambil mencerna kata demi kata yang keluar dari mulut Panji.
Panji tidak bisa menutupi rasa sedih dan penyesalannya kepada Arini. Hingga tidak sadar Panji telah lama memeluk tubuh Arini. Baru kali ini Arini dipeluk seorang laki-laki dengan cukup lama. Apalagi yang memeluk tubuhnya itu rajin berolahraga jadi dia serasa bisa menikmati keatletisan tubuh laki-laki itu.
"Tu…tuan. Maaf saya kurang nyaman dengan ini."ucap Arini tanpa melakukan perlawanan pada Panji. Panji melepaskan pelukannya pada Arini. Arini bisa bernafas lega akhirnya.
"Tuan…saya sudah melupakan kejadian kemarin. Dan saya sudah tahu kalau tuan benar-benar tidak sengaja melakukannya karena mabuk. Saya sudah maafin tuan."Arini berbicara sambil mendongak kearah wajah Panji. Tinggi badan Panji jauh lebih tinggi daripada Arini sehingga kalau berbicara Arini harus mendongak keatas agar wajah Panji bisa ditatapnya. Sebenarnya belum seratus persen dia bisa melupakan kejadian malam itu. Berhubung Panji memang menyesalinya jadi dia pura-pura telah melupakannya dan memaafkannya.
"Makasih udah maafin aku."kata Panji yang terdengar lega sekali.
"Dan memang sudah menjadi tugas saya merawat dan menjaga Nyonya Diana tuan. Jadi tuan nggak usah berterima kasih pada saya. Justru saya sangat senang hati karena bisa merawat dan menjaga nyonya. Nyonya begitu baik sama saya. Jadi saya ingin membalas kebaikannya."Arini merasa berutang jasa pada Nyonya Diana. Jadi dengan merawat dan menjaga Nyonya Diana dia bisa membalas sedikit demi sedikit kebaikannya.