Arini tidak sengaja mendengar ponselnya berbunyi ketika dia sedang mengelap meja yang jaraknya tidak terlalu jauh dengan kamarnya. Dengan cepat dia langsung menuju kamarnya untuk melihat ponselnya.
"Bibi."Arini melongo melihat bibinya yang sedang meneleponnya.
"Ha..halo bibi."sapa Arini setelah mengangkat telepon bibinya.
"Halo Arin. Gimana kabarmu sekarang nak?"tanya bibi Ayu. Sudah lama bibi Ayu tidak berkomunikasi lagi dengan Arini semenjak pulang ke Bogor. Bibi Ayu merasa kangen sekali dengan Arini Walaupun Arini tidak anak kandungnya tapi sudah dianggap seperti anak kandungnya sendiri.
"A…Arin baik-baik saja kok bi."Arini berpura-pura menyembunyikan keadaannya yang sedang hancur itu. Ingin sekali dia menceritakan keadaan yang sebenarnya. Tapi dia sadar bibinya sekarang sibuk mengurusi suaminya yang sedang sakit Lagian kalau dia cerita pasti bibinya akan bingung dan kecewa dengannya. Akhirnya dia memnendam sendiri masalahnya.
"Oh syukurlah kalau begitu. Bibi senang mendengarnya."Bibi Ayu lega setelah mendengar kabar Arini yang baik-baik saja di Jakarta.
"Gimana majikan bibi? Baik sama kamu kan."pertanyaan dari bibinya seakan-akan membuatnya tidak bisa menahan luapan emosinya atas kejadian kemarin yang dilakukan oleh Panji. Tapi dia berusaha untuk meredam emosinya karena tidak mau membebani . Akhirnya Arini hanya membungkam mulutnya sendiri yang masih bergetar gara-gara tidak bisa menumpahkan perasaannya.
"Ingin rasanya aku cerita semua ke bibi. Tapi…"air mata Arini mulai jatuh ke keningnya.
"Ma…majikannya Bi..bi baik banget sama aku kok."Arini menutupi masalahnya dari bibinya. Dan berusaha menguatkan perasaannya yang terasa tambah sakit ketika harus memuji Panji yang jelas-jelas telah menghancurkan masa depannya. Mulutnya tidak sudi memanggil nama Panji.
"Ya memang majikan bibi itu baik banget. Dari dulu sejak kamu masih kecil Nyonya Diana selalu membantu bibi dalam urusan keuangan kalau semisal bibi lagi butuh uang sekolahmu pasti dia tidak sungkan-sungkan untuk meminjami dan memberikan uang kepada bibi. Sampai sekarang bibi nggak bisa melupakan itu. Terus Mas Panji juga, dibalik sikap dingin dan galaknya, dia itu juga baik sama bibi . Tidak pernah sedikitpun dia meremehkan bibi selama bibi kerja disana."tiba-tiba Bibi Ayu malah menceritakan kebaikan-kebaik majikannyaterutama Panji kepada Arini. Telinga Arini serasa panas dan ingin meledak ketika bibi Ayu memuji Panji.
"Kenapa Panji yang dianggap bibi baik itu malah dengan teganya melakukan itu padaku."batin Arini sambil tidak menyangka dengan pernyataan bibinya dengan kenyataan saat berhadapan dengan Panji. Dia kini hanya bisa diam sambil mendengarkan kata demi kata pujian demi pujian dari Bibi ayu kepada Majikannya sekarang.
"Jadi bibi berpesan sama kamu. Tolong bekerjalah sebaik mungkin. Turuti segala perintahnya. Biargimanapun juga bibi sudah lama bekerja disana sampai bertahun-tahun dan bisa sampai menyekolahkan kamu sampai bangku SMA. Hanya dengan ini kita bisa berterima kasih kepada mereka. "pesan Bibi Ayu malah membuatnya langsung menumpahkan air matanya. Bagaimana bisa dia akan berterima kasih kepada Panji. Setelah apa yang diperbuatnya.
"kamu ini sedang apa?"tanya Bibi Ayu.
"A..aku sedang membersihkan meja tadi bi."jawab Arini dengan sedikit terbata-bata.
"Bi maaf sebelumnya, aku bekerja disini sampai kapan ya? soalnya bentar lagi aku ada wisuda di Sma."tanya Arini. Dia sudah ingin berniat pergi dari rumah majikannya ini dan menjauh dari Panji. dengan beralasan ada acara wisuda SMA. Kebetulan SMA nya ada di Bogor.
"Bibi juga kurang tahu. Soalnya suami bibi juga belum sembuh total. Emangnya acara wisuda kamu kaan?"tanya Bibi Ayu.
"bulan depan bi."kata Arini dengan nada sedikit sedih karena acara wisuda sekolahnya masih lama. Itu pertanda dia masih berlama-lama tinggal di rumah Panji. Padahal dia sudah tidak sudi melihat wajah Panji.
"Oh gitu ya. Bibi tutup dulu. Nanti kamu tinggal chat bibi aja kamu wisudanya kapan nanti biar bibi kesana lagi.."kata Bibi Ayu.
"ya sudah bibi tutup dulu ya teleponnya."
"Ya bibi."Seusai menutup teleponnya tubuhnya langsung jatuh ke lantai. Masih teringat akan pesan Bibi Ayu kepadanya untuk selalu menghormati dan menurut segala perintah majikannya. Dia tidak kuat jika harus menghormati apalagi menuruti semua perintah Panji. Cukup-cukup Nyonya Diana saja yang dia hormati Menatap Panji saja sudah membuatnya hilang akal ini malah harus menghormati dan menuruti perintah Panji. Itu sama saja dia menambah luka di hatinya.
Arini menangis sejadi-jadinya lagi di dalam kamar. Ingin rasanya dia lari dari kehidupannya sekarang. Yang rasa-rasanya sudah membuatnya seperti gila. Padahal dulu sebelum bekerja di rumah panji hidupnya normal-normal saja. Tidak pernah sedikitpun rasa sedih menghampirinya kecuali rasa sedih bila kangen dengan orangtuanya.
"Aku nggak kuat. Kenapa harus begini."Arini menangis terisak-isak lagi sambil berlutut di lantai.
"Arin."panggilan dari belakang tubuh Arini.
"Hiks…hiks…hiks…"Arini masih menangis tapi dia ingin membalikkan tubuhnya dan menatap siapa yang memanggilnya itu.
"Dia."Arini akhirnya berdiri dan membalikkan tubuhnya. Ternyata yang memanggilnya itu adalah Panji. Dia takut sekaligus geram hingga ia ingin memukuli tubuh Panji saat itu juga.
"Kamu kenapa ?"Panji melangkah mendekat kearah Arini dan merasa iba pada kondisi Arini saat itu.
"Kenapa tuan tega…."kata Arini seketika terlontar begitu saja ketika menatap wajah Panji yang tepat didepannya. Kaki Arini melangkah mundur sejalan dengan langkah kaki Panji yang maju kearahnya.
"Aku tahu kalau kamu sekarang sedih gara-gara kejadian semalam. Aku tadi malam mabuk berat dan nggak sengaja melakukannya."kata Panji membuat Arini tersulut emosinya.
"Nggak sengaja kamu bilang. Aku benci kamu. Aku hancur karenamu. A…aku…"Emosi Arini sudah tidak bisa ditahannya sejak dari tadi pagi. Arini kemudian menghentikan langkah kakinya yang mundur menjadi maju kearah Panji dan langsung memuluk-mukul dada Panji dengan keras sekali. itulah perasaannya sekarang ketika bertemu Panji. Dia tidak peduli lagi kalau dirinya hanyalah pembantu dan Panji adalah anak majikannya.
"Kenapa …kenapa…aku benci sama kamu."Arini malah tambah memukuli tubuh Panji dengan brutalnya. Panji merasakan rasa sakit akibat dari pukulan tangan Arini dan berusaha menahannya.
"Hiks..hikss."tiba-tiba arini capek sendiri dan lemas setelah cukup lama memukuli tubuh Panji yang terasa kuat dan berotot itu. Arini sadar kalau tubuh Panji sangatlah kuat sekali katimbang dirinya karena Panji rajin berolahraga ngegym.
"Arin."tangan Panji reflek menyangga tubuh Arini yang hendak terjatuh karena energinya mulai habis. Arini berusaha menepisnya namun tenaganya sudah terlanjur lemah akhirnya dia pasrah menerima bantuan dari Panji untuk menopang tubuhnya agar bisa berdiri lagi.
"Aku janji aku aku akan bertanggung jawab padamu."Panji tiba-tiba menarik tubuh Arini yang lemas itu dan langsung memeluknya.
"Aku nggak mau."Arini merasa risi ketika harus dipeluk Panji. Dengan segala kekuatan yang dimilikinya kini dikerahkannya untuk melawan tubuh Panji agar berhenti memeluknya. Mungkin karena dia sudah kehabisan tenaga jadi dia hanya bisa mendorong dan memukul tubuh Panji dengan pelan. Menurutnya pukulannya itu sudah keras dan cukup kuat namun beda dengan Panji. Tenaga yang dimiliki Panji jauh lebih besar darinya jadi tidak bisa dikalahkan oleh Arini.
Akhirnya Arini pasrah berada di dalam pelukan tubuh Panji. Tangan Panji yang sudah mengunci tubuhnya agar tidak bisa lepas pada akhirnya membuat Arini hanya bisa diam saja. Tangannya sudah tidak kuat lagi akhirnya juga hanya bisa diam saja sekarang. Semua tubuhnya sudah lelah sekali ditambah lagi seharian dia belum makan apa-apa.
"Kamu kenapa ?"Panji merasa kalau tubuh Arini sudah tidak berdaya lagi untuk berdiri.
"Arin."Panji melepaskan tubuh Arini dan menatap wajah Arini. Betapa terkejutnya dia ketika melihat wajah Arini sudah pucat dan sembab. Panji langsung membaringkan tubuh Arini di kasur.
"Arin istirahatlah. Kamu kecapekan."Panji menarik selimut dan menutupkannya sampai ke dada Arini.
"Pergi kamu."kata Arini menyuruh Panji untuk meninggalkannya. Panji tidak bisa mendengarnya dengan jelas karena Arini bicaranya kurang jelas. Arini ingin menggerakkan tubuhnya untuk mengusir Panji namun tidak bisa dilakukannya. Karena dia kini sudah lemas sekali dan butuh istirahat.
Hingga akhirnya Arini tidak kuat dan langsung memejamkan matanya. Matanya memang sudah sangat sembab sekali. jadi penglihatannya sudah berkurang dan kedua matanya juga sudah sipit kayak ingin tidur. Arini langsung tidur sambil meneteskan air mata.
Panji melihat kondisi Arini sekarang membuatnya menjadi tidak tega. Tidak menyangka kalau perbuatannya semalam itu malah bisa membuat kondisi Arini terpuruk dan terlihat menyedihkan seperti ini. Raut mukanya yang sudah tidak karuan ditambah lagi kedua matanya yang terlihat sembab sekali menambah aura kesedihan teramat mandalam di dirinya.
"Maafin aku."jari-jari Panji menghapus air mata Arini yang hendak jatuh. Baru kali ini dia menghapus air mata cewek ketika sedang menangis. seumur-umur ketika dia berpacaran dengan Raisa tidak pernah menghapus air mata kekasihnya.