Napasnya semakin berat, dan luka-luka terbuka di kaki Anna terasa nyeri. Dihadapannya masih berdiri puluhan pohon pinus yang menjulang tinggi tak perduli sejauh apapun Anna berlari.
Dedaunan dan tanaman liar juga tumbuh lebat di hutan itu, membuat Anna kesulitan melihat tempat berpijak. Tumbuh-tumbuhan itu tumbuh setinggi pinggul Anna.
Seakan menelan setengah tubuh Anna, tumbuh-tumbuhan itu sangat menyulitkan Anna dalam mencari pijakan yang benar.
Berkali-kali Anna terantuk dan terjatuh, namun sebuah lilin kecil di hatinya terus memacu kedua kakinya yang sudah tak mampu lagi berlari.
Hutan itu begitu sunyi, tak ada satu hewan pun sejauh apapun Anna berlari. Begitu juga dengan sang pemburu yang tak menunjukan satu suara apapun.
Sejenak Anna berpikir bahwa mungkin ia sudah berhasil kabur dari kejaran sang pemburu. Namun, memikirkan berbagai kemungkinan yang tak pasti Anna terus memacu kakinya. Namun, kedua kakinya segera mencapai batasnya.
Brrukkk!! Gruuzakkk!!
"Aakhhh!!... aaahhk ...!!"
Anna tersunggur jatuh, kakinya sedikit membengkak, paru-parunya sesak. Tak terasa air mata mengalir di matanya. Begitu hangat hingga menguap dalam udara dingin malam itu.
Dengan sisa tenaganya kemudian Anna mencoba berdiri lagi. Namun, nyeri hebat yang menyerang kakinya sungguh luar biasa. Sangat luar biasa hingga untuk menenangkan pikirannya dari rasa sakit terasa sulit dilakukan.
Tiba-tiba angin kencang berembus dari belakangnya. Bunyi gemerisikan juga semakin keras, tidak salah lagi itu adalah sang pemburu.
Suara gemerisik itu semakin mendekat dengan kecepatan tinggi ke arah Anna. Hal itu membuat Anna semakin panik dan ketakutan secara bersamaan.
Bersamaan dengan bunyi derung angin teror sekali lagi menyerang menembus ke dalam tulang Anna yang dalam kepanikannya berusaha bangun dan berlari lagi namun tak mampu menggerakan kakinya.
"GADIS KOTOR!!! DI MANA KAU??!!!"
Suara sang pemburu bergema memenuhi seisi hutan pinus. Dan tepat saat bayang merah mulai terlihat jelas muncul dengan kecepatan tinggi ke arah Anna. Tiba-tiba kekuatan Anna kembali lagi untuk dapat menggerakan kakinya dan berlari, meskipun sakit yang hebat tak bisa ia hindari.
Namun itu semua tak cukup, kecepatan lari kedua kaki pendek Anna tak akan pernah bisa menandingi kecepatan Vannesia.
Seketika, sambil membuka rahangnya Vannesia menerjang Anna yang sedang berlari dengan panik untuk menghindarinya.
Chomp!! ...Blush!!
Kejadian itu hampir tejadi secara bersamaan, saat di mana gigi-gigi tajam Vannesia menerjang sosok kecil Anna dan saat di mana Anna tiba-tiba terjatuh dalam rimbunnya rerumputan dan dedaunan, yang lebat tumbuh setinggi pinggang orang dewasa.
"JANGAN KAU PIKIR KAU BISA KABUR GADIS KOTOR!! AKAN SEGERA KUTEMUKAN KAU DAN KUCINCANG HABIS TUBUH MU!! LIHAT SAJA GADIS KOTOR, KAU TAK AKAN BISA KABUR DARIKUUUUUUUU!!!!!"
Suara sang pemburu yang marah itu terdengar menggelegar dari atas Anna. Anna membuka matanya dan melihat sebuah lubang kecil yang hanya cukup untuk dirinya, tersinari bulan meskipun tertutupi dedaunan dan tumbuh-tumbuhan.
Sambil berusaha berdiri Anna mencoba melihat ke sekelilingnya.
Itu adalah sebuah lorong panjang. Lorong yang terlihat tua namun masih terjaga keutuhannya.
Di samping lorong itu sebuah obor bersinar, berjarak beberapa langkah obor-obor itu menjadi suatu penerang sepanjang jalan lorong tersebut.
Terhenti sejenak Anna kemudian melihat kebelakangnya. Tak seperti lorong di depannya, lorong di belakangnya hanya diterangi beberapa obor saja dan terputus pada kegelapan tak berujung.
Anna pun mengambil salah satu obor dan memutuskan untuk berjalan maju perlahan-lahan, meninggalkan sang pemburu yang tak henti-hentinya berteriak sambil mencari dirinya.
Perlahan Anna terus berjalan sambil bernapas dengan berat dan menahan rasa sakit di kedua kakinya.
Sudah cukup jauh Anna berjalan, dan darah yang terus menetes dari kakinya pun sudah berhenti. Namun, ujung dari lorong panjang itu tak kunjung ia temukan jalan keluar. Anna pun terus berjalan selangkah demi selangkah sambil bertumpu pada dinding disampingnya dan obor di tangan kirinya.
Perlahan rasa pusing mulai terasa dikepalanya bersamaan dengan rasa kantuk yang semakin jauh makin berat. Tetapi kaki Anna tak berhenti, dengan berbagai rasa sakit dan beban yang ia rasakan Anna terus berjuang melangkahkan kaki. Namun, tubuhnya tak dapat mengikutinya lagi.
Bruk!!
Tubuh Anna terjatuh pada lantai keras dan dingin bersamaan dengan obor di tangannya. Tubuhnya lemas sekali dan kesadarannya mulai menghilang. Dan tepat sebelum kesadarannya benar-benar menghilang, samar-samar terdengar suara seseorang memanggilnya.
"PUTRI!! PUTRI!!! Oh tidak, ini buruk!!"
"Herman kau mengigau? Sadarlah kawan kita masih harus mencari Putri sebelum kau bisa bebas mengigau sesukamu!"
"Tidak, aku tak mengigau Akno. Itu benar-benar Putri, tak salah lagi yang sedang terjatuh tak sadarkan diri di depanku adalah Putri Anna!! Cepat lepaskan dirimu dan diriku!!"
"hah!! Benarkah?!"
Bersamaan dengan itu Akno berdiri dan segera menghancurkan kekang besi di kedua tangannya dengan mudahnya.
BRRUUUARRHH!!
Bagaikan hanya melewati tirai kain, Akno menembus tembok yang memisahkan selnya dan sel Herman, selagi meninggalkan sebuah lubang yang cukup besar.
"Heck!! Kenapa aku tak terkejut ..."
Gumam Herman dengan nada yang sinis.
"Di mana Putri?"
"Ugh!!!"
Mendengar keributan itu Anna kembali sadar.
"Putri!!"
Segera saat menyadari suara Anna, Akno berlari panik meniggalkan Herman.
"Herman, kita harus segera menemukan dokter!"
"Aaa, ketemu!"
"Di mana? Mana mungkin di sini ada ... oh iya, kau seorang dokter!"
Mata sinis Herman memandang Akno dengan tajam sambil mengeluarkan hawa dinginnya.
"ah maaf~, aku lupa melepaskan mu"
...
§
"Bagaimana Herman?"
"Syukurlah meskipun banyak luka yang terbuka di kaki Putri dan kehilangan banyak darah, namun entah mengapa tak timbul tanda-tanda infeksi. Dengan menutup lukanya Putri akan baik-baik saja"
"Syukurlah ..."
Setelah menutup luka-luka Anna dan menganti darah yang hilang dengan darahnya, Herman segera menggendong Anna di tangannya.
Dengan demikian tujuan mereka menyusup untuk menyelamatkan Anna telah terpenuhi, namun ini masih belum berakhir.
Lorong lurus di hadapan mereka dengan para monster yang menanti di ujung jalannya. Keduanya berdiri dan saling memandang satu sama lain, dan keduanya mengangguk.
Mereka pun berlari maju meninggalkan kedua sel penjara kosong dengan derap kaki menembus labirin bawah tanah.