Luna Banadeth adalah seorang perancang busana amatir, gaun yang ia rancang tidak banyak dan hanya dijual dalam edisi terbatas di butik kecil depan rumahnya, meski begitu Luna sangat menyukai pekerjaannya dan dari situlah awalnya ia bertemu dengan mantan suaminya Gerald.
Gerald Alberth adalah putra pemilik perusahaan otomotif terbesar di kota ini, anak konglomerat. Dengan pesonanya yang luar biasa ia mampu menaklukan hati Luna dalam hitungan hari dan mereka menikah.
Semenjak Luna menikah dengan Gerald, ia menutup butik di depan rumah dan memutuskan fokus untuk kehidupan rumah tangganya bersama sang suami tercinta.
Tapi siapa sangka kalau di dua tahun setelah pernikahan mereka yang ia alami justru perceraian?
Rasanya seperti naik roller coaster, Luna diangkat tinggi-tinggi dengan sejuta janji manis kemudian dihempas ke tanah, dibuang seperti sampah di jalanan.
Luna bukan orang yang kaya, keluarganya jauh di pelosok dan ia hidup sendirian di Ibukota, ketika ia mengetahui perselingkuhan Gerald bersama Rachel, ia langsung diceraikan dan diusir dari Mansion mewah keluarga Alberth.
Perceraian Luna dan Gerald membuat semua orang gempar, cerita Cinderella yang pernah disematkan pada mereka berdua langsung hancur, keluarga Alberth berusaha memutarbalikkan fakta dan memfitnah Luna adalah wanita gila yang hanya mengincar harta keluarga Alberth.
Sejak saat itu, Luna selalu menerima hujatan demi hujatan, ia bahkan tidak bisa membuka butik yang menjadi satu-satunya tempat ia mendapatkan uang, mengurung diri di rumah, hari demi hari.
Ia sakit hati dan mendendam pada Gerald dan Rachel, setiap hari ia hampir mengucapkan sumpah serapah pada foto mantan suami dan sahabatnya itu.
Hingga suatu hari ia tidak sengaja bertemu seorang wanita tua yang memberikannya buku usang, wanita tua itu mengatakan bahwa dendamnya bisa terbalas kalau ia melakukan ritual pemanggilan Iblis.
Tapi siapa yang menyangka kalau yang muncul bukan Iblis melainkan seekor kadal.
Luna memijit pelipisnya, sosok Aodan yang tadi berdiri dengan angkuh mengenakan kemeja bunganya kini kembali berubah menjadi kadal hitam dan menjulurkan lidahnya ke arah Luna.
"Kenapa harus kamu yang muncul? Bagaimana kamu bisa membalaskan semua sakit hatiku pada Gerald?"
Kadal hitam itu merangkak di atas kemeja bunga, ia memiringkan kepalanya ke arah Luna.
"Ah, lupakan. Makan apa kita pagi ini?"
Luna menangkap kadal hitam dengan tangannya dan melemparnya ke atas meja.
Wanita itu menghela napas, lemari makanan yang ia buka tidak ada apa pun, bahkan untuk roti hanya tersisa bungkus plastiknya saja.
Kadal hitam di atas meja mendecih, ekornya mengibas dengan tidak senang.
"Yah, mari kita pesan makanan saja … yang murah."
Luna duduk di atas kursi dan mengambil ponselnya dan menyadari jika ponselnya telah retak dan mati.
Luna terdiam sebentar, wajahnya langsung menghitam. Dirinya ingat dengan benar bahwa kadah hitam jelek di depanya ini menampar ponselnya hingga jatuh ke atas tanah.
"Ini gara-gara kau," desis Luna dengan mata menyipit.
Kadal hitam mendongak dan mengulurkan lidahnya menyentuh tangan Luna, matanya yang berwarna keemasan itu membesar dan membuat siapa pun yang melihatnya akan luluh, wanita itu menghela napas.
"Baiklah, aku akan melihat ke kebun, siapa tahu ada sesuatu yang bisa dimakan." Luna beranjak ke arah pintu menuju ke samping rumahnya, sejak ia tinggal di kota ini, ia terbiasa menaman sayur mayur untuk berhemat.
"Kau sudah dengar?" Suara Bibi dari sebelah rumahnya bergema, Luna mengurungkan niat untuk keluar dari rumahnya, ia menyingkirkan tirai dan mengintip.
Bibi di sebelah adalah seorang wanita paruh baya, namanya Hanah. Suaminya adalah seorang pengusaha roti di depan rumahnya dan ia memiliki tiga anak lucu yang sering bermain ke rumah Luna.
Tapi semenjak perceraian Luna yang menggemparkan, Bibi sebelah rumah terlihat sering mencemoohnya dan melarang anak-anaknya untuk bermain dengan Luna.
"Dengar apa?" sahut seorang wanita lain yang Luna kenali sebegai salah satu pelanggan tetap toko roti itu.
"Si gila malam tadi sangat aneh, dia keluar rumah hujan-hujanan entah kemana." Bibi Hanah mulai mengoceh, bibirnya yang merah itu mengkilap terkena minyak. "Aku pikir kita harus memanggil seseorang untuk membawanya pergi dari sini."
"Ya, ampun kasihan sekali, seandainya saja dia tidak menghalangi Rachel mendekati Gerald, mungkin ia akan baik-baik saja … sayang sekali."
"Dia terlalu naif," lanjut Bibi Hanah. "Dia pikir dia siapa sampai Gerald mau menikahinya? Hanya perancang gaun yang tidak laku saja sudah banyak lagak."
Luna menelan ludah, tangannya sedikit bergetar.
Hampir setiap hari ia mendengarkan perkataan seperti ini, seharusnya ia sudah terbiasa dan tidak merasakan rasa sakit lagi.
Tapi ia tidak bisa, rasanya sangat sesak, luka di dadanya tidak kunjung sembuh tapi justru semakin terbuka lebar.
Seburuk itukah dirinya yang ingin mempertahankan rumah tangganya sendiri? Luna tidak tahu apakah orang-orang jaman sekarang sudah kehilangan akal sehatnya atau pengaruh keluarga Alberth sangat luar biasa pada orang-orang di sekitarnya sampai seperti ini.
Tampaknya Rachel atau Gerald tidak akan membiarkan dia hidup dengan tenang.
Kadal hitam yang diabaikan di atas meja menatap wanita itu mematung di depan pintu dan ia melompat ke bawah, memanjat naik ke punggung Luna dan berdiri di bahunya.
Luna menangis.
Kadal hitam itu menjulurkan kedua tangannya yang kecil menyentuh pipi Luna, menjulurkan lidahnya dengan pelan, berusaha menghibur.
"Jangan bertingkah, aku tidak bisa membuatkanmu makanan hari ini," kata Luna dengan terisak-isak, sebelah tangannya mengunci kembali pintu yang ingin ia buka dan tertutup dengan rapat. "Pergi dari sini, cari Tuan baru yang bisa memberimu daging."
Luna beranjak dan duduk di sofa panjang, ia menatap langit-langit dengan kosong. Kadal hitam masih menempel di bahunya dan merapat ke leher Luna, seolah ingin merangkul dengan ekornya yang panjang.
"Jangan menyentuhku, ini geli!" Luna menarik kadal hitam dan meremasnya dengan pelan, kadal bermata emas itu menggoyangkan ekornya dan membuka mulutnya.
BOOF!
"Ah!" Kadal hitam yang diremas oleh Luna tiba-tiba berubah menjadi seorang laki-laki bertelanjang dada yang menimpa tubuh Luna, tubuh besarnya itu menggencet Luna ke dasar sofa.
"Hei, jangan didengarkan omongan badut itu." Aodan berbisik dengan suara pelan, mengulurkan tangannya ingin memeluk.
Meski ia tidak tahu apa yang terjadi, tapi melihat betapa putus asanya wanita itu membuatnya menjadi tidak enak dan ia ingin menghibur Luna.
Aodan membawa Luna ke pelukannya, tapi ia merasa sedikit aneh karena tidak mendengar gerutuan Luna lagi.
"Luna? Kau baik-baik saja?" Aodan menarik dirinya dari Luna dan menatapnya dengan khawatir, tapi ia langsung disambut dengan sebuah kaki yang melayang ke wajahnya.
BUGH!
"Kadal sialan! Kau membuat tubuhku remuk, menyingkir!"